Ayat 1

836 148 41
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Tekan bintang di pojok kiri bawah.
Itu bentuk apresiasi pembaca kepada sebuah karya.

Intinya, jangan lupa vote dan komen ya teman-teman







Suara deruman motor menggema ke seluruh arena balap. Sepanjang jalan seratus meter, banyak yang saling berjejer di pinggir jalan dengan terus menyoraki kelima pemuda yang siap di atas motornya masing-masing. Para penonton saling menyoraki guna sebagai dukungan kepada pembalap kebanggaannya.

Benua Utara Abadi atau biasa teman-teman dan orang-orang terdekatnya memanggil Ben atau Benua. Ben salah satu finalis dengan motor besar hitamnya, melirik salah satu lawan main, rival terberat dan terbesar dalam ajang balap kali ini dengan sengit.

Tangan kanannya terus menarik stang, menciptakan suara deruman dan geberan yang menggema. Sampai salah seorang mengibarkan bendera bermotif papan catur, Ben melepas koplingnya secara perlahan, lalu menarik gas dengan penuh. Motor besarnya melaju begitu cepat di arena balap yang suasana sekitarnya sudah gelap dan sepi. Pukul dua dini hari balap itu digelar.

Saat hampir semua orang tertidur lelap, Ben mencari kesibukan lain. Hal yang menantang dalam hidup seperti balap dan clubbing, misalnya. Ben juga bisa disebut manusia nokturnal, saat siang lebih banyak tidur, bahkan saat di kelas, lalu saat malam dia sibuk dengan dunianya.

Sorot mata tajam Ben menatap jalanan di depan, hawa dingin menerpa buku-buku jari tangannya, lalu tiba-tiba, Bintang––rival terberatnya, menyalip lelaki itu. Ben tidak mau kalah begitu saja. Lelaki beriris gelap yang hitamnya sepekat malam itu tak tanggung-tanggung menarik penuh gasnya, menyalip Bintang dengan mudah.

Keduanya terdepan, sedangkan tiga finalis lainnya tertinggal jauh di belakang. Ben dan Bintang saling salip-menyalip, tak ada yang mau kalah di antara mereka. Apalagi Ben, lelaki itu tidak akan pernah membiarkan dirinya kalah. Dia selalu mengultimatum, mendoktrin peraturan dalam otak sedangnya, bahwa dia tidak akan membiarkan dirinya kalah dan membiarkan orang lain menang. Ben harus menang dalam hal apapun.

Dan benar saja, pada lintasan terakhir mendekati finish, Ben yang tadi ada di urutan nomor dua, kembali menyalip Bintang dengan begitu cepat, seperti Flash atau kalau dalam film Avenger Civil War, kecepatannya seperti Pietro yang dapat berlari sangat cepat, bedanya Ben tidak berlari, melainkan menggunakan sepeda motor.

Suara riuh tepuk tangan dan sorakan demi sorakan menyambut. Ben turun dari motor besarnya dengan senyum penuh kebanggaan.

Keempat teman Ben menghampiri dengan bangga.

"Widih! Makin bangga gue sama lo! Mantap nggak tuh, dua puluh juta!" sorak Aladin.

Nama aslinya Alaodin Subhi, adalah laki-laki berkulit sawo matang keturunan Jawa yang lahirnya di Jakarta, dan lahir diwaktu Subuh. Panggilan Aladin tercetus pertama kali oleh Ben, yang kata lelaki itu, "Alaodin susah dilafalin, yang gampang diingat aja, Aladin, siapa tahu dapat jodoh namanya Yasmin." Begitu kata Ben kala itu. Ada-ada saja.

"Duit lo udah banyak, udah tumpah tuh saldo rekening lo, mending disumbangi ke rekening gue, kalau nggak buat nongkrong di diskotik," ucap Bima, mengerling kepada Ben.

Kalau dia Bima Khoerul Fuadhy, laki-laki satu itu memang rajanya dugem, joget-joget di dance floor diskotik. Dia pernah bilang, "Daripada joget-joget di panggung yang iya-iya, bikin cewek teriak-teriak nggak jelas, mending joget dan teriak sendiri, lebih asyik."

"Alah, elo mah Bim, kerjaan dugem terus, giliran disuruh bayar LKS aja mesti diancam-ancam sama Yeni!" sahut Toriq.

Yeni adalah bendahara kelas mereka. Nah, kalau Toriq, yang bernama lengkap Toriq Abraham itu si rajin yang pintar. Rajin ngerjain tugas, rajin piket kelas, juga nilai plusnya, dia rajin salat.

Cinta Sang Al KafirunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang