Ayat 12

23 7 2
                                    

Assalamu'alaikum.

Jangan lupa vote dan komen ya, teman-teman 🥰

Follow juga ig @windiisnn_ dan @windisworld_story







Ayat 12

“Ben, jawab Bunda!”

Ben berdecih, memalingkan wajahnya dari wanita yang menyebut dirinya Bunda.

“Ben …” lirih wanita itu.

“Permisi.” Setelah mengatakan itu, Ben pergi dari sana, meninggalkan wanita tersebut begitu saja. Ben berjalan dengan mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Wanita tadi memanggil dirinya sendiri Bunda. Ben berdecih, lagi, bahkan dia lupa bahwa dia pernah punya Bunda.

Setelah pertemuan tadi dengan wanita yang mengaku bundanya, Ben lebih banyak diam dan termenung. Lelaki itu berjalan keluar rumah sakit. Dia berjalan tak tentu arah. 

Dia ke rumah sakit naik angkot dan meminta Saki membawa sepeda motornya, Ben menitipkannya kepada lelaki itu karena letak pondok pesantrennya tidak terlalu jauh dari sekolah. Keluar dari gerbang sekolah, belok kiri berjalan sekitar 500 meter, sudah sampai di pondok pesantrennya.

Ben berhenti di sebuah halte yang sepi, dia memilih duduk di sana. Pandangannya nampak kosong dan matanya memerah. Hatinya masih bergemuruh tidak tenang. Ketika ada orang yang datang, Ben mengerjapkan matanya, menengadahkan wajahnya ke atas melihat langit yang terlihat terang oleh cahaya chandra di malam hari. Purnama terlihat indah dan teduh, tak seperti suasana hatinya yang bergemuruh nan begaduh.

“Lo masih pakai seragam sekolah, belum pulang?”

Ben melihat seorang perempuan dengan bennie pink di kepala serta sweater dan rok panjang dengan warna sama. Ben menatapnya takjub, semua serba pink, bahkan sepatu gadis itu juga berwarna pink, tak lupa ransel kecilnya pun berwarna sama. Wajah gadis itu putih pucat, tapi tetap terlihat cantik dengan wajah khas perempuan Asia Timur dan senyumannya yang diberikan kepada Ben.

“Kenalin, gue Amanda.”

Gadis itu mengulurkan tangannya tetapi Ben diam tidak membalas, Ben malah memperhatikan gadis di sampingnya dengan pandangan menelisik. Membuat Amanda kembali menarik tangannya. Dia tidak tahu nama laki-laki di hadapannya, tidak ada bagde name pada seragamnya di dada.

Ben kembali mengalihkan pandangannya ke depan, tak lagi mengindahkan gadis di sampingnya.

“Kenapa lo belum pulang?” tanya Amanda, lagi.

“Kepo banget jadi orang,” balasnya ketus.

Baru bertemu, berkenalan tanpa diminta, banyak tanya lagi. Apalagi perempuan. Ben tidak suka itu. Ben memilih bangkit dan pergi dari sana.

Ketika berjalan, Ben melihat sebuah mobil berhenti di halte dan keluar seorang wanita dewasa yang masih tampak muda berjalan menghampiri Amanda. Ketika Ben melihat ke dalam mobil dengan tanpa sengaja, dia melihat gadis yang tidak lagi asing baginya. Ben menyipitkan matanya, melihat Aurora di sana. Aurora juga ketika itu menatap Ben dan mereka ada dalam tatapan yang sama selama beberapa detik hingga Aurora memalingkan wajahnya, menunduk lebih dulu, memutus pandangannya kepada Ben. Ben bertanya-tanya dalam hati, kenapa Aurora bisa satu mobil dengan wanita yang menghampiri Amanda? Apa ada hubungan antara keduanya?

Ben masih memperhatikan mobil itu, hingga Amanda dan wanita dewasa itu masuk ke mobil dan mobil mulai melaju meninggalkan halte. Ben merogoh gawai pada saku celananya. Sempat mengernyit melihat banyak panggilan tak terjawab dari ayahnya, Erza dan Leo. Juga pesan-pesan yang belum terbaca. Akan tetapi saat ini Ben mengesampingkan itu dulu, ada yang lebih penting dari mereka. Ben mencari kontak Saki.

Cinta Sang Al KafirunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang