Melati menatap Bunga dengan tatapan tajam. Perempuan itu telah dikuasi nafsu dan harta, tak ada lagi kisah kasih ibu sepanjang masa atau cinta ibu sepanjang jalan. Di depan Bunga hanya ada wanita yang kebetulan melahirkan dirinya hanya untuk kepuasan selangkangan.
"Dari mana kau?" tanya Melati sengit.
Senyum Bunga memudar. Gadis itu mengalihkan pandangan, menatap gerombolan lelaki asing yang kini menatap dirinya dengan beringas. Tante Santi juga sama. Wanita tambun itu terus mengeluarkan asap dari mulutnya. Sebuah cerutu nampak terselip di antara jari tengah dan telunjuk dengan kuku yang berwarna merah darah.
"Heh! Dari mana kau!" teriak Melati akhirnya.
Bunga beralih menatap ibunya lalu menyunggingkan seulas senyum. "Tidak perlu ibu penasaran dari mana aku. Lagi pula, ibu pasti lebih penasaran dengan kabar baik yang akan aku sampaikan."
Bunga meletakkan tas punggungnya di lantai. Sebuah kuncir yang mengikat rambutnya, langsung dilepas begitu saja hingga membuat mahkota itu terurai begitu saja. Bunga melirik gerombolan lelaki itu lalu tersenyum miring.
"Bagaimana, apakah ibu sudah paham?" tantang Bunga. Matanya masih belum terputus dari gerombolan lelaki itu, seolah Bunga memang sengaja melakukannya.
Melati menaikkan sebelah alisnya. "Apa maksudmu?"
"Oh, ibu belum paham sepertinya." Bunga menyentuh dadanya perlahan, lalu melepas satu kancing di sana. Tante Santi dan Melati sontak terkejut.
"A--apa .... " Melati terbata. Tak hanya itu, Tante Santi pun sudah berdiri dari kursinya dan menghampiri Bunga.
"Belum paham juga?" Bunga melepas lagi satu kancing di bawahnya.
"Bagaimana--"
"Aku mau dia!" Salah seorang dari lelaki-lelaki asing itu tiba-tiba berdiri. Seorang pria berperawakan tinggi besar dengan wajah sedikit oriental tengah menatap Bunga dengan tatapan tajam.
"Apa?" tanya Tante Santi seolah protes.
"Iya, aku mau dia. Dia akan menemaniku malam ini!" tegas lelaki itu. Senyumnya terukir dan malah terlihat seperti pecundang di mata Bunga.
"Oh begitu .... " Bunga melirik ibunya. Melati benar-benar bingung. Mungkin ini terlalu mengejutkan, tetapi bukankah ini yang diinginkannya?
"Tidak! Dia adalah aset kami. Hanya orang-orang tertentu yang bisa menggunakannya!" tolak Tante Santi seketika itu.
"Berapa? Berapa harganya?"
Lelaki itu terus memaksa. Bahkan, kali ini ia sudah mengeluarkan dompetnya dan menunjukkan segepok uang di sana. Melati dan Tante Santi terperangah. Sejenak mereka saling pandang yang pada akhirnya Tante Santi menggelengkan kepala.
"Tidak."
"Argh! Sekaya apa orang itu sampai hanya dia yang boleh bersama wanita ini!"
Bunga menatap lelaki itu. Sepertinya, dia adalah seorang pengusaha muda yang baru saja meraih kesuksesan. Bunga dapat melihat aura serakah dari sorot matanya. Usianya juga tidak terlalu tua sepertinya, sekitar 29 tahun.
Kenapa dia memilih mencari wanita di sini?
"Tunggu!" sela Bunga. Semua mata beralih menatapnya.
"Ini adalah tubuhku dan hak yang kuterima adalah untukku. Jadi akulah yang berhak menentukan, dengan siapa aku menghabiskan malam." Bunga memasukkan dua kancing seragamnya.
"Apa? Mana bisa begitu!" protes Melati tiba-tiba. Bunga terdiam. Dalam hati ia sangat ingim berteriak dan menangis sejadi-jadinya.
"Biarkan. Kita dengarkan, apa maunya," cetus Tante Melati pada Melati. Melati menatap tajam pada Bunga. Napasnya memburu dan penuh emosi, Bunga bisa merasakan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lorong NO. 59
ActionLorong No. 59, terpencil, sempit namun tersohor. Kota Andaya, terkenal sebagai salah satu kota dengan tingkat prestasi pendidikan tertinggi, di mana pemerintah menerapkan kurikulum terbaik dan fasilitas pendidikan yang memadai. Bagai permata yang bi...