bugh bugh bugh
Suara pukulan itu terdengar keras memenuhi ruangan. Samsak berwarna merah itu terus menerus mendapatkan hantaman dari kepalan tangan yang berbalut kain berwarna putih dari seorang laki-laki tampan yang tampak sangat lusuh. Cairan merah membasahi kain yang awalnya berwarna putih dan menempel pada bagian samsak. Kaus hitam yang ia pakai sudah basah oleh keringat, begitupun rambut yang terlihat acak-acakan. Pintu ruangan itu terbuka menampilkan seorang laki-laki lain yang datang membawa sebotol air putih. Laki-laki berwajah datar itu berjalan menghampiri sepupunya yang belum juga lelah setelah satu jam tidak berhenti meninju samsak berwarna merah itu.
"Lo gak capek?" Tanya Dante melepar botol air itu kearah Ruel dan dengan sigap ditangkap olehnya. Laki-laki berhoodie hitam itu berjalan kearah kursi yang tersedia disana dan duduk sambil menatap kearah sepupunya.
"Ngapain lo disini?" Ruel membuka tutup botol itu dan meneguk airnya hingga habis tak tersisa. Setelah itu, ia meremas botol itu dan melemparnya ke tong sampah.
"Bokap lo nelfon gue." Dante menyandarkan dirinya di sandaran kursi dan menutup setengah wajahnya dengan tudung hoodie yang sedang ia pakai.
Ruel sudah bisa menebak itu pun tidak terkejut. Hal ini memang sering sekali terjadi. Ia membuka gulungan kain di tangannya sehingga terlihatlah lebam dan luka di tangannya. Ruel membuang kain itu dan mengambil perban dari laci di sampingnya.
"Kenapa lo mukul Darren?" Tanya Dante masih dengan posisi yang seperti tadi.
"Lo tau?" Ruel sudah tau Dante akan menanyakan hal itu. Sepupunya itu selalu tau apa yang ia lakukan meskipun tidak berada di tempat kejadian. Membayangkan itu membuat Ruel bergidik ngeri.
"Pengen aja." Jawab Ruel yang telah berhasil menggulung perban di sekitar tangannya yang terluka.
"Gara-gara dia kan?" Dante duduk dengan tegap dan memandang tajam kearah Ruel. Sedangkan Ruel tertegun sebentar sebelum berhasil menguasai raut wajahnya dan menampilkan raut datar seperti biasa.
"Gak." Jawabnya singkat.
"Cih Pembohong." Dengus Dante.
FLASHBACK ON
Unit Kesehatan Sekolah, SMA Nusantara
Pintu ruangan uks yang berwarna putih itu ditendang oleh seseorang dari luar. Bau obat-obatan dan hawa dingin dari ac begitu terasa saat pintu terbuka. Ruel berjalan masuk dengan tergesa-gesa dan meletakkan gadis di gendongannya keatas brankar yang berada di uks. Anggota PMR yang kebetulan ada disana pun buru-buru menghampiri mereka.
"Ruel? Lo kenapa bisa disini?" Anggota PMR bernama Sella itu menghampiri Ruel dengan wajah terkejutnya.
"Apa itu penting sekarang?" Jawab Ruel dengan nada sinis sambil menatap tajam Sella.
Kedua mata Sella yang mulanya menatap kearah Ruel, beralih menatap kearah Carissa yang terbaring tidak sadarkan diri. "Ya ampun, maaf. Dia kenapa? Dia anak baru itu kan?"
"Panggil dokter Nita sekarang!" Bentak Ruel mengacak rambutnya dengan frustasi. Ia tidak bisa menyembunyikan wajah kesalnya saat melihat anggota PMR yang tidak sigap seperti Sella.
"Carissa!" Suara itu membuat Sella dan Ruel menoleh kearah pintu masuk. Disana, ada Inggit yang masih berusaha mengatur deru nafasnya. Melihat kedatangan gadis itu, Ruel melangkah keluar sambil membanting pintu uks dengan keras membuat Inggit dan Sella berjengkit kaget.
Dengan langkah diliputi amarah, Ruel berjalan menuju lapangan basket. Laki-laki berparas sangat tampan itu meraih baju bagian belakang Darren lalu tanpa basa basi langsung melayangkan bogeman di wajah Darren hingga tersungkur. Semua orang yang berada di lapangan berteriak panik melihat Ruel yang masih melayangkan pukulannya pada Darren yang terlihat tidak berdaya dan sangat menggemaskan. Meskipun begitu, tidak ada yang berani melerai Ruel karena mereka akan menerima akibatnya jika berani ikut campur urusan laki-laki berdarah dingin itu. Setelah puas, Ruel berdiri dan pergi meninggalkan lapangan yang masih shock dengan apa yang ia lakukan.
FLASHBACK OFF
***
Carissa menatap seorang pria tampan seusia abangnya yang berdiri di pintu ruang inapnya. Pria bersetelan jas hitam itu bernama Giovano Fernanda. Dia adalah orang suruhan ayahnya yang akan selalu berada bersama Carissa untuk membantu gadis itu. Helaan nafas terdengar dari mulutnya. Tak lama kemudian, seorang suster masuk sambil membawa nampan berisi makanan untuk Carissa.
"Letakkan saja diatas meja." Kata Carissa kembali berbaring, tidak berniat makan karena tidak memiliki nafsu makan. Suster itu mengangguk dan menjalankan apa yang diminta Carissa.
"Maaf Nona, anda harus makan dan minum obat." Suara Gio terdengar tapi tidak ditanggapi oleh Carissa.
"Saya harus memastikan anda makan dan minum obat, jika tidak saya terpaksa akan melaporkannya kepada Pak Dirgantara." Terdengar biasa saja, tapi ada sedikit nada mengancam dalam perkataannya membuat Carissa mendengus kesal dan duduk dengan wajah cemberut.
Gio berjalan mendekati ranjang tempat Carissa berada dan menyiapkan meja untuk gadis itu makan lalu menaruh nampan berisi makanan diatas meja tersebut. Ia juga pergi untuk menyiapkan minum untuk nona mudanya.
"Aku ngerasa kayak anak kecil." Dengus Carissa yang tidak diindahkan oleh Gio.
Setelah selesai melakukan tugasnya, Gio kembali berdiri ditempatnya semula. Kedua matanya mengawasi Carissa yang memakan makanannya dengan enggan. Lima suap masuk ke dalam mulut gadis itu, setelah itu ia mendorong nampannya sedikit jauh pertanda ia tidak mau makan lagi. Lalu ia meraih obat yang berjumlah tujuh dan meminumnya bersama air.
Melihat putri majikannya itu sudah selesai makan, Gio bergerak untuk membereskan nampan dan meja kembali seperti semula.
"Aku bosan." Keluh Carissa menatap tembok kosong di depannya.
Suara pintu terbuka membuat Carissa yang awalnya sibuk dengan pikirannya pun menatap kearah sumber suara. Wajahnya yang semula murung berubah gembira ketika melihat sosok gadis yang ia kenal masuk sambil membawa parcel buah.
"Inggit!" Sapa Carissa saat temannya itu sudah mengambil kursi dan duduk di dekat ranjangnya. Parcel buah yang tadi dibawa oleh gadis itu sudah lebih dulu diletakkan diatas nakas yang ada di sebelah ranjang Carissa.
"Gimana keadaan lo Ca?" Tanya Inggit.
"Baik kok, tapi masih harus di rumah sakit dulu untuk beberapa hari."
"Emang si Darren ngelempar bolanya keras banget ya Ca?" Inggit menatap kearah benjolan di dahi Carissa yang sedikit terlihat.
Carissa memegang kepalanya lalu menggeleng pelan. "Gak kok Inggit, biasa Papa aku emang overprotektif gini. Padahal aslinya gak apa-apa." Carissa menampilkan senyum paksanya.
"Oh gitu, iya gua paham kok rasanya gimana."
Mereka pun mengobrol hingga menjelang sore. Inggit menatap jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya lalu mengalihkan pandangannya pada Carissa.
"Ca, gue pamit dulu ya soalnya udah sore nih." Kata Inggit sambil berdiri dan menenteng tasnya.
Carissa memasang wajah sedihnya sekilas dan kembali mengatur wajahnya untuk tersenyum. "Iya, hati-hati di jalan ya." Inggit mengangguk sebagai balasan dan pergi keluar dari ruang inap Carissa.
Senyum yang awalnya mengembang di wajah Carissa berangsur pudar bersamaan dengan kepergian Inggit. Ruangan berdinding putih itu pun hening kembali. Carissa menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut dan kembali menangis.
TO BE CONTINUE
KAMU SEDANG MEMBACA
NARUEL
Genç KurguNaruel Melviano, cowok paling tampan, dingin dan kasar di SMA Nusantara. Panggil saja Ruel. Ketua geng motor Ravenscar yang sangat ditakuti bukan cuma di sekolahnya saja, tapi juga semua sekolah yang ada di Jakarta. Terdiri dari sembilan orang yang...