VOTE DULU, TRUS SPAM KOMENTAR YA
𝕴𝖓𝖙𝖔𝖝𝖎𝖈𝖆𝖙𝖊
Theodoric berkali-kali melempar bola basket ke arah ring, tidak satu pun berhasil masuk. Cowok itu melirik ketika merasakan seseorang melihatnya, Theodoric melengos malas. Randi tiba-tiba terlihat di lapangan yang sama, cowok itu berpakaian santai berarti memang sengaja ke luar rumah. Dari semua teman Theodoric, yang tinggal paling dekat dengannya hanya Randi, jadi tidak kaget lagi melihat cowok itu ada di lapangan basket di tengah kompleks perumahan elit ini.
Bola basket mengenai pinggiran ring, memantul jauh ke arah Randi. Theodoric melirik singkat ketika Randi menangkap bola itu, melakukan dribbling sambil berlari kecil. Randi melempar bola ke dalam ring, dan itu berhasil masuk dengan sukses.
Theodoric menghindar, tidak ingin bicara atau menyapa Randi ketika cowok itu terlihat mendekatinya. Kemudian tiba-tiba, Randi menarik bahu Theodoric, melayangkan tinju ke tulang pipi kiri cowok itu cukup kuat. Theodoric terdorong mundur beberapa langkah, dia meringis kecil, merasakan wajahnya jadi kaku.
“Itu dari Hana,” kata Randi datar. Randi meraih bagian leher dari t-shirt hitam Theodoric, mencengkeram kuat dan melayangkan satu tinju lagi yang berkali lipat lebih kuat ke arah sudut bibir Theodoric sampai cowok itu jatuh ke lantai kasar lapangan. Randi berjongkok dengan satu kaki di hadapan Theodoric yang terduduk dan meringis kesakitan. “Itu dari Chiara,” tambahnya dingin.
Kemudian hening, Theodoric mengusap sudut bibirnya yang sobek, juga darah yang mengalir dari tulang pipinya. Theodoric mendengkus, tidak melakukan pergerakan untuk balas memukul Randi.
“Udah berapa lama kita temenan, Yo?” tanya Randi kesal. “Sehari? Seminggu? Setaun? Dua taun?”
Theodoric bergeming, membiarkan pertanyaan menuntut Randi dijawab dalam bentuk keheningan.
“Sepuluh taun, Yo. Gue kenal lo udah sepuluh taun.” Randi terkekeh kecil, kemudian menggeleng tidak mengerti. “Baru kali ini gue ngeliat lo goblok. Lo pikir gue nggak tau apa-apa, ya?”
Mendung menghampiri dan Theodoric mengunci mulut, meskipun wajah tampannya sudah dihabisi oleh Randi. Theodoric itu keras kepala dan tidak mau mendengarkan orang lain, tapi Randi biasanya melihat Theodoric mengambil keputusan paling bijak dan pintar. Bukan seperti saat ini.
“Apa yang lo pikir udah lo perbuat sekarang?” Randi menyipit, berusaha menebak-nebak pikiran Theodoric, meskipun cowok jangkung bertampang dingin itu tetap tidak ingin menatapnya. “Lo kalo suka sama cewek, jangan disakitin, Goblok. Gue liat lo tertarik sejak cewek kecil itu ada di apartemen Hana, bener, ‘kan? Lo ngekorin cewek itu ke mana-mana.”
Darah di tulang pipi Theodoric mengalir sampai ke rahang cowok itu yang menegang, dan darah di sudut bibir Theodoric sudah menetes dari dagu ke lantai. Tapi cowok itu bahkan tidak merintih, padahal Theodoric senang balas dendam, paling tidak harusnya cowok itu balas memukul Randi sampai berdarah.
“Are you stupid?” tanya Randi serius, lalu cowok itu tetap saja terkekeh kesal. “Are you fucking stupid? Lo mikir gak, Yo? Chiara itu udah nggak punya orang tua. Cewek kecil itu nggak punya siapa-siapa lagi selain Hana sama lo, Goblok. Dan lo malah nyakitin dia.”
Jeda lama yang Randi bentang adalah bertujuan untuk membuat Theodoric tertampar oleh kesadaran, tapi cowok keras kepala itu tetap saja tidak mengatakan apa pun. Rasanya Randi bisa puas memaki-maki Theodoric, mengatai cowok itu “bodoh” berkali-kali.
“Denger. Lo bakalan nyesel.” Randi meninju pelan dada kiri Theodoric. “Di sana bakal sakit kayak mau mati. Lo peduli nggak, sih, sama perasaan Chiara sekarang?” Randi sengaja menuntut jawaban, memberikan jeda hening yang panjang sampai Theodoric mendengkus kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intoxicate [TERBIT]
Romance[COMPLETED] "Apa rasanya?" tanya Chiara spontan. Theodoric menoleh, cowok itu mengapit rokoknya di jemari, lalu tersenyum miring. "Manis, kayak ciuman," jawabnya tenang. Chiara berkedip lugu, masih menatap Theodoric dan terlihat benar-benar percaya...