03. Kemarahan

61 3 0
                                    

Mungkin ini memang bukan hari keberuntungan Gia. Kenapa sih harus Naka yang bukain pintu. Gia benar-benar malas berurusan dengan Naka. Cukup tadi pagi saja, sekarang jangan lagi.

"Kamu disini aja sama Naka, biar Mami ke atas jenguk Tante Ratna. Mama kamu di atas kan Naka?" tanya Desi dengan senyum yang terlalu lebar kalau menurut Gia. Maminya memang seperti itu, pintar mencari muka. Setelah di lihatnya Naka mengangguk Desi pun langsung menaiki tangga. Gia yang tidak mau ditinggal sendiri dengan Naka langsung bergerak cepat mengikuti Maminya, tapi sialnya tangan Naka mencekalnya dengan kuat.

"Aduh sakit, Apaan sih Naka!" ujar Gia geram. Hari ini mood nya sedang tidak bagus, dia benar-benar tidak mau cari gara-gara.

"Ikut gue." Dengan wajah datarnya dia langsung menyeret Gia ke arah kolam renang. Genggamannya benar-benar kuat. Gia yang ditarik seperti itu tentu saja kesal. Tapi dia tidak bisa teriak-teriak sembarangan di rumah orang, dia kan masih punya malu! Jadi yang bisa dia lakukan sekarang hanya memberontak dengan sekuat tenaga. Pasti setelah ini tangannya akan memerah. Naka ini benar-benar!

"Naka lepasin dong, sakit tau!"

Karena dia merasa tangannya seperti akan copot, Gia mulai mencoba melepaskan cekalan Naka dengan tangan yang satunya. Tapi memang dasar Naka keras kepala. Dia tetap tidak mau melepasnya.

Akhirnya mereka sampai di area kolam renang dengan Naka yang langsung menghempaskan tangan Gia dengan kasar. Rasanya Gia ingin menangis sekarang juga. Tangannya bukan merah lagi tapi memar. Ingatkan Gia untuk mengadukan kelakuan Naka ini kepada Maminya, atau kalau perlu ke Papinya juga!

"Lo kan yang minta kita dijodohin!" sentak Naka membuat Gia kaget.

Ya Tuhan, jadi Naka juga sudah tau masalah itu?

"Naka kamu tuh salah paham, bukan Gi-"

"Halah bulshit! Gue tau lo itu orangnya gimana, lo itu Gadis licik. "

"Gia nggak pernah minta! justru Gia minta Mami buat batalin perjodohannya." Gia nggak habis pikir kenapa Naka menuduhnya seperti itu.

"Gausah bohong! Jadi sekarang lo mau manfaatin nyokap gue lagi? Kayak dulu? Iya?" Naka terlihat sangat emosi sekarang. Matanya dari tadi menatap tajam Gia. Bahkan tubuhnya juga ikut memojokkan tubuh Gia, membuat Gia mundur hingga punggungnya menyentuh dinding di belakangnya. Kedua tangan Naka mengurung tubuh kecilnya. Naka memang pandai mengintimidasinya, dia mau menunjukkan kekuatannya pada gadis kecil seperti Gia. Dia pikir Gia takut!

"Jangan asal nuduh!" seru Gia di depan wajah Naka. Jarak wajah nya dengan Naka sudah begitu dekat. Bukannya menjauh Naka malah semakin menghimpit tubuh kecil Gia. Lama-lama Gia takut juga. Dengan segera Gia mendorong dada Naka sekuat tenaga. Tapi memang kekuatan Gia tidak sebanding dengan Naka. Tinggi Gia hanya sedada Naka. Terbayang kan sebesar apa badan Naka.

"Naka mundur!" Sekarang Gia benar-benar takut.

"Gia bilang mundur!" Tidak ada jawaban dari Naka, kini dia malah semakin menunduk dan mendekatkan wajahnya ke wajah Gia seakan mencari sesuatu. Tubuh mereka bahkan tak berjarak sekarang. Mata Gia sudah berkaca-kaca. Dia takut dengan Naka.

Seseorang tolong Gia!

"Naka ngapain kamu!" Itu suara Kak Bara, Kakak Naka. Gia rasa tuhan benar-benar mendengar doanya. Naka pun akhirnya mundur menjauhi Gia. Dan langsung saja Gia berlari keluar dari kolam renang. Dia takut berada disini terlalu lama.

"Kamu apain Gia?" Bara tau Naka sudah melakukan hal yang tidak-tidak pada Gia. Karena ketika gadis itu berlari melewatinya tadi, Bara melihat dia menangis.

"Bukan urusan Kakak." Naka pun pergi melewati Bara. Dan dilihatnya Gia pergi bersama Desi melewati pagar rumahnya. Naka bisa melihat wajah pucat gadis itu. Sepertinya Naka sudah benar-benar keterlaluan tadi. Tapi entah kenapa dia tidak merasa menyesal, dia malah menyukainya.

Ini semua gara-gara Kakaknya, kalau bukan karena Kakaknya mungkin tadi dia sudah berhasil mencuri ciuman dari Gia. Seakan tersadar dari pikiran bodohnya, Naka pun langsung menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ck, mikir apa sih gue!" makinya pada diri sendiri. Tadinya dia cuma mau menakut-nakuti Gia saja, tak disangka justru dirinya sendiri yang hampir lepas kontrol.

*****

Gia harus segera membicarakan tentang pembatalan perjodohan ini secepatnya. Gia takut Naka akan marah lagi kepadanya. Sebenarnya ini bukan pertama kali Gia melihat Naka marah. Dari dulu Naka memang sering marah kepadanya. Tapi marahnya kali ini benar-benar menakutkan. Biasanya dia hanya akan berteriak, mengucapkan kata-kata pedas, mencengkram tangannya, atau yang paling parah mendorong Giatapi itu pun terjadi ketika mereka masih SD, setelahnya Naka tidak pernah mendorongnya lagi. Tapi yang kemarin itu benar-benar menakutkan. Ah, Gia nggak mau ingat itu lagi!

Dengan segera dia menuju ke lantai satu rumahnya. Dia menuju ke ruang tengah, disana Maminya sedang asik menonton drama korea bersama Papinya.

Sepertinya Papi dipaksa Mami. Papi kan nggak suka drama korea!

"Mami, pokoknya batalin perjodohan Gia sama Naka sekarang!" ucap Gia tanpa aba-aba.

"Sayang, kamu ngagetin Mami deh. Jangan ganggu Mami dulu, Mami lagi seru nih," ucap Desi dengan mata yang tak lepas dari TV di depannya. Sepertinya drama korea memang lebih penting daripada kelangsungan hidup anaknya.

"Papi, Mami nyebelin! Masa main jodohin Gia seenaknya, Gia nggak suka!" adu nya dengan berapi-api. Sepertinya memang hanya Papinya yang bisa menolong.

"Sama Naka kan? Kenapa sih nggak mau? Naka kan anak baik, pinter lagi."

Papinya bisa bicara begitu karena belum tau saja kelakuan Naka yang sebenarnya, kalau dia tau mungkin dia akan menjauhkan anak gadisnya ini dari Naka selama-lamanya. Gia bisa saja mengadukan kelakuan Naka kemarin, tapi Gia nggak mau Mami Papi nya jadi khawatir dan lagi malah membuat persahabatan Mami dan Tante Ratna merenggang. Gia nggak mau itu terjadi!

"Pokoknya sekarang perjodohan Gia sama Naka batal! Terserah Mami mau ngomongin itu kapan sama Tante Ratna. Kalo Mami masih maksa-maksa Gia lagi, Gia bakalan marah sama Mami kalo perlu marah sama Papi juga. Gia bakalan mogok ngomong! Selamanya!" Dengan menghentak-hentakkan kakinya Gia langsung menuju ke kamar seraya membanting pintu dengan keras.

Terserah kalo nanti Mami memarahinya. Gia juga bisa marah!

-Tbc-

Dapat salam dari Gia dan Naka hehe.

with love, nana.

Do You Love Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang