14. Kekesalan Gia

47 5 0
                                        

Malam ini Gia benar-benar datang ke rumah Naka. Dia bahkan sampai berbohong ke Maminya. Dia bilang akan pergi main dengan Nasya. Gia terpaksa berbohong, kalau tidak begitu dia tidak akan mendapat izin untuk pergi keluar.

"Kirain nggak dateng," ujar Naka menyebalkan. Tugas ini tinggal tiga hari lagi, mana mungkin Gia nggak datang.

Setelah membukakan pintu untuk Gia, Naka pun mengajak gadis itu memasuki rumahnya dan berhenti di taman belakang yang cukup sepi. Sepertinya memang tempat ini yang paling cocok untuk tempat wawancara.

"Buruan, waktu gue nggak banyak." Naka pun duduk di gazebo yang tidak jauh dari tempatnya berdiri― yang kemudian diikuti oleh Gia.

Gia mulai menyiapkan peralatan untuk mewawancarai Naka malam ini, dimulai dari kamera, tripod, hingga buku catatan. Beruntung tadi Rama sudah mengajarinya cara menggunakan kamera beserta tripodnya.

"Oke kita mulai." Gia pun mulai membuka-buka buku catatannya dan bersiap mengajukan pertanyaan untuk Naka.

"Sejak kapan kamu menjadi bagian dari tim basket sekolah?" tanya Gia dengan sikap yang dibuat se-profesional mungkin.

"Lo kan udah tau jawabannya," jawab Naka malas.

"Yang bener dong Naka! Kameranya tuh udah nyala dari tadi," protes Gia.

"Kan bisa di cut―lagian kasih pertanyaannya yang agak berbobot dikitlah."

"Kamu kan tinggal jawab aja," ucap Gia mencoba bersabar.

"Buat apa gue jawab kalo lo udah tau jawabannya," jawabnya enteng.

"Oke―Gia ganti pertanyaanya. Apakah ada strategi khusus yang telah dipersiakan untuk mengahadapi turnamen bulan depan?" Gia berharap Naka mau menjawab pertanyaannya yang satu ini dengan benar.

"Gue nggak mau jawab."

"Kenapa lagi?!" teriak Gia tidak sabar. Dia benar-benar kesal dengan tingkah Naka yang seolah sedang mempermainkannya.

"Itu rahasia tim, gue nggak bisa ngasih tau." Gia yakin itu pasti cuma akal-akalan Naka saja.

"Ini kan buat majalah sekolah, nggak bakal ada yang bocorin," ucap Gia jengkel.

"Kita kan nggak ada yang tau. Gue nggak mau ambil resiko."

Ya tuhan, beri Gia kekuatan untuk menghadapi Naka yang super menyebalkan ini.

*****

To: Rama

File wawancara nya udah Gia kirim ke email kamu.

21.30

Akhirnya selesai juga!

Setelah mengirimkan pesan ke Rama, Gia pun segera merebahkan dirinya ke tempat tidur. Hari ini dia benar-benar lelah. Bukan hanya lelah fisik tapi juga hati. Sepanjang wawancara, Naka selalu menguji kesabarannya. Gia yakin hasil wawancara nya tadi benar-benar jauh dari kata sempurna. Isi videonya tadi hanya didominasi oleh Gia yang marah-marah ke Naka. Rama pasti kesusahan karena banyaknya bagian yang perlu di-cut.

*****

Sekarang Naka memang hanya sedang menatap langit-langit kamarnya, tapi pikirannya sedang berkelana jauh. Dia masih memikirkan ekspresi jengkel Gia tadi.

Ternyata lucu juga.

Naka memang sengaja ingin mengerjai gadis itu. Dari beberapa hari yang lalu dia sama sekali tidak memperdulikan pesan dari Gia―beberapa hanya dia baca sedangkan yang lainnya sama sekali tidak dia buka. Dia hanya ingin sedikit bermain-main dengan gadis itu. Tidak disangka Gia justru dengan berani menemui Naka di kelasnya. Karena saat itu wajah Gia benar-benar terlihat ketakutan, jadi dia iya-kan saja permintaannya. Naka tau gadis itu tidak nyaman ketika masuk ke dalam kelasnya tadi pagi. Gia itu tidak suka menjadi pusat perhatian―hal yang cukup aneh mengingat betapa beraninya gadis itu dulu saat menyatakan cinta kepadanya. Kalau Naka tidak salah ingat, itu terjadi ketika mereka masih awal masuk SMP.

"Naka, Gia suka sama kamu!" ucap Gia sembari menyodorkan surat berwarna merah jambu ke arah Naka.

"Gi, apa-apain sih! Kita lagi di tengah lapangan," ujar Naka geram.

Hari ini memang jadwal kelas mereka untuk mengikuti olahraga. Karena itu, saat ini mereka tengah berada di lapangan. Namun karena sekarang Pak Bondan sedang rapat, jadilah para anak perempuan malah asik duduk-duduk di tepi lapangan sedangkan anak laki-laki tengah sibuk bermain basket. Gia yang entah datang dari mana tiba-tiba masuk ke tengah lapangan dan menyatakan cintanya begitu saja.

"Jawab dulu," ucap Gia yang masih kekeh dengan pendiriannya.

"Banyak yang ngeliatin Gi, malu!" Mata Naka melihat ke sekitar. Karena hari ini sedang ada rapat guru, maka banyak para siswa yang justru keluar dari kelas mereka dan ikut menonton kejadian yang cukup langka ini.

"Gia nggak akan pergi sebelum kamu jawab."

"Pergi Gi―selagi aku masih ngomong baik-baik sama kamu," ucap Naka penuh ancaman.

"Enggak! Jawab dulu Naka!" ujar Gia yang masih keras kepala.

Tanpa diduga Naka pun meraih surat merah jambu itu dari tangan Gia dan kemudian merobeknya di depan wajah Gia.

"Aku nggak suka sama cewek centil dan egois kayak kamu," desis Naka sambil melempar robekan surat itu tepat di wajah Gia. Naka bisa melihat kalau Gia menangis saat itu. Tapi Naka tidak peduli dan langsung melenggang pergi meninggalkan Gia. Dia juga masih bisa mendengar suara sorakan dari teman-teman satu sekolahnya―lebih tepatnya sorakan itu mereka tujukan pada Gia.

Kalau dipikir-pikir lagi, saat itu Naka memang sudah sangat kejam. Tapi siapa suruh berbuat hal yang memalukan seperti itu. Naka benar-benar tidak mengenal sosok Gia. Entah kemana perginya Gia yang dulu dia kenal. Gia nya yang manis saat itu berubah menjadi gadis centil yang tidak punya malu.

-Tbc-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Do You Love Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang