"Mau bareng gue nggak Gi?"
"Kamu duluan aja deh Sya, hari ini Gia ada latihan jurnalistik," jawab Gia sembari merapikan buku-bukunya.
"Hari ini banget? baru tadi daftar masa udah mulai latihan sih?" tanya Nasya heran.
"Nggak tau juga, tadi pengumuman di grupnya sih begitu." Gia pun mulai mengambil dan membuka ponselnya. Dia ingin mengecek kembali jadwalnya di grup, dia takut salah baca.
"Mau gue tungguin?"
Ahh, ini yang membuat Gia nggak bisa membenci Nasya semenyebalkan apapun dia.
"Ih, Nasya baik bangett. Tapi nggak usah deh nanti kamu kesorean."
"Beneran?" tanya Nasya memastikan. Nasya tau apa yang dulu pernah terjadi pada Gia dan itu membuatnya ingin lebih menjaga Gia lagi. Dia nggak mau Gia mengalami kejadian itu lagi.
"Iyaaa, udah sana pulang," suruh Gia sambil mendorong Nasya pergi.
"Iya-iya gue pulang. Kalo ada apa-apa langsung telfon gue."
"Iyaaa beres." Gia merasa sangat bersyukur memiliki teman seperti Nasya. Dia bukan hanya teman yang ada di kala senang, tapi dia juga teman yang selalu ada ketika Gia berada di titik terendah dalam hidupnya.
*****
Sebenarnya hari ini Gia ingin cepat-cepat pulang. Dia sudah rindu kasurnya di rumah. Tapi mau bagaimana lagi, hari ini dia sudah ada jadwal ekskul.
"Oke karena hari ini masih awal pertemuan, jadi kita mulai perkenalan dulu aja dan dilanjut pembagian kelompok buat penugasan ya."
Hah, penugasan?
Hari ini adalah hari pertama Gia mengikuti ekskul jurnalistik dan ternyata sudah ada penugasan saja. Katanya tugas ini merupakan syarat perekrutan untuk menjadi bagian dari ekskul jurnalistik. Tau begitu Gia nggak akan ikut ekskul ini!
"Untuk Rama, kamu satu kelompok sama Gia. Kalian kebagian tugas buat wawancara anak basket, waktunya satu minggu dari sekarang ya," ucap Kak Dewa yang merupakan ketua ekskul ini.
"Siap kak!" jawab anak yang bernama Rama tadi. Gia masih shock sekarang. Dia dan Rama harus mewawancarai anak basket? berarti ada Naka juga!
"Hai, gue Rama salam kenal." Sapaan Rama membuat Gia tersadar dari rasa terkejutnya. Dia terlalu fokus memikirkan Naka sampai lupa dengan teman satu tim nya ini.
"H-hai," jawab Gia seadanya.
"Lo belum ngasih tau nama lo."
"Eh, maaf! Gia—panggil aja Gia," jawabnya cepat. Gia bodoh, kenapa sih kamu selalu bikin malu?
"Santai aja lagi, gausah panik gitu," ujar Rama sambil tersenyum geli. Dia sebenarnya juga sudah tau nama gadis itu dari perkenalan singkat tadi. Rama hanya ingin menggoda Gia saja, tak disangka reaksinya lucu juga. Rama jadi senyum-senyum sendiri dibuatnya.
"Boleh minta nomer lo? kita kan satu tim, lebih gampang kalo kita punya nomer satu sama lain."
Halah Ram, bilang aja mau modus!
Dengan segera Gia mengambil ponsel Rama yang sudah dari tadi disodorkan kepadanya. Gia mulai memasukkan digit nomornya ke ponsel milik Rama.
"Ini. Udah Gia masukin," kata Gia sambil mengembalikan ponsel itu ke pemiliknya.
Setidaknya di ekskul ini Gia sudah punya satu teman. Dan sepertinya Rama juga anak yang baik. Semoga dia bisa betah menjadi bagian dari jurnalistik. Ya, semoga saja.
*****
From: Rama
Ini nomer gue. Jangan lupa di save.
18.00
Ternyata dari Rama. Segera saja Gia menyimpan nomor teman satu timnya itu. Gia baru saja pulang dari latihan jurnalistik tadi. Dia sudah selesai membersihkan diri dan kini dia sudah mengambil posisi senyaman mungkin di atas tempat tidurnya sembari memainkan ponsel.
To: Rama
Oke! Udah Gia save.
18.03
Setelah membalas pesan Rama, Gia terus men-scroll pesan lain yang masuk ke ponselnya. Ah, ada pesan dari Nasya!
From: Nasya
Udah sampe rumah?
17.15
Kenapa Gia merasa seperti punya pacar ya? Gia jadi geli sendiri. Sebenarnya Nasya memang sudah biasa seperti ini. Dia akan khawatir kalau Gia sedang ada kegiatan di sekolah dan harus pulang terlambat. Jadi dia selalu memastikan kalau Gia benar-benar sudah pulang dalam keadaan selamat.
Ah, Nasya-nya ini memang manis sekali.
Setelah membaca pesan dari Nasya, Gia tidak langsung membalas pesannya. Dia berencana ingin menelfon Nasya saja.
"Hai Gi, udah sampai rumah kan?"
Gia bahkan bisa mendengar nada khawatir dari Nasya. Temannya ini benar-benar idaman sekali!
"Udah sayanggg," jawab Gia sambil menahan tawanya.
"Ih, jijik banget!"
"Ya lagian kamu kayak orang lagi khawatir sama pacarnya," jawabnya lagi sambil tertawa.
"Gue matiin nih?" ancam Nasya.
"Iya iya―gitu aja ngambek."
"Gimana jurnalistik? Seru?"
"Apanya yang seru, yang ada capek!" keluh Gia.
Sekarang Gia bisa merdengar suara tawa dari Nasya, "Lagian lo sok-sok an ikut jurnalistik, udah tau tuh ekstra sibuk banget."
"Ya mana Gia tau! Eh, udah dulu ya Sya. Sebenernya tadi nelfon cuma mau ngabarin kalo Gia udah sampe rumah. Sekarang mau istirahat, Gia capek banget." Gia tidak bohong, badannya memang benar-benar lelah. Padahal sedari tadi dia cuma duduk mendengarkan penjelasan dari Kak Dewa dan sama sekali belum mulai mengerjakan tugas apapun. Dia memang benar-benar lemah.
"Yaudah istirahat sana. Bye―"
Setelah Nasya memutuskan panggilan, Gia pun segera mengembalikan ponselnya kembali ke atas nakas. Ini masih jam tujuh malam dan bahkan Gia sudah bersiap untuk tidur.
Ah, biarinlah! Masa bodo kalau nanti dimarahi Mami.
-Tbc-
Minta tolong voment nya ya gaes biar aku makin semangat :')
with love, nana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do You Love Me?
Ficțiune adolescențiGia suka Naka. Tapi itu dulu, sebelum Naka menyakitinya sampai seperti ini. Kalian harus tau Naka itu selalu ketus, irit bicara, dan omongannya juga selalu pedas. Dia tidak pernah memikirkan perasaan Gia, selalu berlaku semaunya. Jadi Gia sudah memb...