"Keluar!" ucap Gia dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
"Gia bilang keluar!" teriaknya seraya menarik lengan Naka. Dia tidak peduli jika Naka melihatnya menangis seperti ini, menurutnya Naka sudah sangat keterlaluan. Gia sudah berusaha tidak mengganggu kehidupan Naka. Tapi kenapa Naka masih saja menyakitinya?
"Gausah pegang-pegang! Gue bisa keluar sendiri," sentak Naka menghempaskan pegangan Gia pada tangannya. Dia pun berjalan keluar tanpa menoleh ke arah Gia.
Gia yang telah ditinggal sendirian langsung menangis sejadi-jadinya. Bisa dibilang Gia ini memang cengeng. Dulu setiap kali Naka bersikap kasar kepadanya dia pasti akan langsung menangis, kemudian mengadu kepada Tante Ratna. Dan setelah itu Naka pasti akan dimarahi habis-habisan. Bukan hanya dimarahi Tante Ratna tapi juga Om Rion—Papa Naka. Pantas saja dulu Naka sebenci itu kepadanya. Ternyata dulu dia memang semenyebalkan itu.
*****
Gia berangkat agak siang hari ini. Karena Naka dia jadi menangis semalaman dan akhirnya terlambat bangun. Untungnya Gia tidak sampai telat ke sekolah.
Ketika melewati pinggiran lapangan basket tiba-tiba saja ada yang menarik tangannya dari belakang. Setelah menoleh ternyata pelakunya Rey. Dia pasti marah gara-gara kejadian kemarin.
"Gue mau nagih janji," ucapnya tanpa basa-basi.
"Nggak bisa Rey. Gia selalu dijemput Mami, kita nggak mungkin bisa jalan."
"Ya lo izinlah. Atau kita pergi malem aja, gue yang jemput ke rumah lo."
"Jangan! kalau Mami tau dia pasti bakal marah banget," jawab Gia panik. Sungguh Gia tidak bohong, Maminya memang tidak mengizinkannya dekat dengan cowok. Katanya cowok itu berbahaya untuk Gia—kecuali Naka tentunya.
"Halah ribet banget."
"Iya makanya mending gausah kan."
"Nggak bisa gitu. Inget lo udah janji sama gue."
Demi apapun Gia menyesal pernah janji sembarangan ke Rey.
"Nanti kita omongin lagi ya Rey, pagi ini Gia ada kuis," ucap Gia sambil mencoba melepaskan tangan Rey darinya. Sedari tadi Rey memang tidak melepaskan tangannya, sepertinya dia takut Gia akan kabur.
Dengan berat hati Rey melepas tangan Gia, "Inget, gue gak bakal ngelepasin lo sebelum lo nepatin janji. Nanti gue telfon."
"I-iya."
Sepanjang perjalanan menuju kelas, Gia terus memikirkan kata-kata terakhir Rey.
'Nanti gue telfon.'
Memang Rey tau nomornya? Kalaupun iya, dapat darimana? Dia juga tidak pernah satu kelas dengan Rey. Kalau Rey benar-benar punya nomornya, dia pasti akan terus menerror Gia. Aduh, bagaimana ini? Apa lebih baik ganti nomor saja? ahh Gia pusing!
*****
"Sialan! Kenapa nggak angkat telfon gue," ucap Rey yang terus sibuk mengetikkan sesuatu di ponselnya. Dia sedari tadi memang terlihat sibuk menghubungi seseorang. Namun kelihatannya orang yang dia hubungi tidak menghiraukan panggilannya.
"Kenapa sih lo Rey? Siapa yang nggak angkat telepon lo?" tanya Leon penasaran.
"Si Gia. Kurang ajar emang tuh anak," jawab Rey dengan tatapan tak lepas dari ponselnya.
Mendengar nama Gia disebut, Naka yang tadinya sibuk dengan rokok ditangannya kini langsung mengarahkan pandangan ke temannya itu. Sedari tadi mereka memang berada di rooftop sekolah—tepatnya mereka sedang bolos kelas.
"Gia yang kemarin di parkiran bukan?" tanya Radit penasaran.
"Iya, Gia yang itu," jawab Rey malas.
"Sejak kapan selera lo berubah ke anak baik-baik?"
"Emang gue gak boleh dapet yang baik-baik?"
"Ya nggak gitu, cuma tumben aja. Kalo lo nanti beneran sama Gia, ntar nggak bisa di ajak bobo bareng loh," jawab Radit sambil tertawa.
Memang bukan rahasia lagi kalau Gia termasuk gadis baik-baik di sekolah ini. Banyak yang mendekati Gia, tapi Gia selalu saja menghindar. Kabarnya Mami Gia itu galak dan tidak memperbolehkan Gia untuk berpacaran.
Naka yang sedari tadi menyimak kini mulai tidak tahan dengan percakapan temannya.
"Jauhin Gia."
"Maksud lo?" tanya Rey bingung.
"Gue bilang jauhin Gia, cari cewek lain."
"Kenapa? Lo punya hubungan sama Gia?"
"Selagi gue masih ngomong baik-baik turutin aja omongan gue," ucap Naka dengan mata menatap tajam ke arah Rey.
Leon dan Radit yang merasa kondisi mulai memanas kini mencoba menengahi.
"Ehm—cari yang lain ajalah Rey. Cewek disini juga banyak yang lebih cantik dari Gia," kata Leon mencoba membujuk Rey. Bukan apa-apa, kalau Naka sudah marah bisa bahaya mereka. Naka ini memang memiliki tempramen yang buruk. Dan kalau Naka sudah marah, maka akan susah dikendalikan. Leon tidak mau menjadi samsak Naka.
"Iya bener tuh. Ntar kita bantu cari cewek yang lebih cakep dari Gia, gimana?" sambung Radit seraya merangkul bahu Rey. Melihat Rey yang tidak bereaksi, mereka tau kalau Rey tengah mencoba meredam emosinya.
-Tbc-
Sorry telat update hehe
with love, nana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do You Love Me?
Roman pour AdolescentsGia suka Naka. Tapi itu dulu, sebelum Naka menyakitinya sampai seperti ini. Kalian harus tau Naka itu selalu ketus, irit bicara, dan omongannya juga selalu pedas. Dia tidak pernah memikirkan perasaan Gia, selalu berlaku semaunya. Jadi Gia sudah memb...