From: Gia
Naka, kamu bisa wawancara kapan?
06.30
Ini pesan Gia yang kesekian―yang sudah diabaikan oleh Naka beberapa hari ini. Naka memang ingin sedikit bermain-main dengan gadis itu.
"Senyum-senyum mulu! pesan dari Clara ya?" goda Leon pada Naka.
"Pergi sana," usir Naka pada Leon yang sedang mencoba mengintip isi ponselnya.
Sekarang dia sedang berada di dalam kelasnya, sebenarnya ini sudah masuk jam istirahat tapi dia sedang malas ke kantin.
"Kalo lo emang beneran sama Clara, biarin gue deketin Gia dong Ka," bujuk Rey.
"Jangan coba-coba!" ancamnya dengan menatap tajam Rey. Ya, Naka memang tidak pernah main-main dengan ucapannya. Sekali dia bilang tidak, maka jawabanya tetap tidak.
"Lagian lo serakah banget sih Ka―Si Rey nggak lo bolehin sama Gia, padahal lo udah sama Clara." Sebenarnya jarang-jarang Radit mengeluarkan pendapatnya sampai seperti ini. Ini semua dia lakukan karena dia merasa kasihan dengan nasib Rey.
"Yang bilang gue sama Clara tuh siapa," ujar Naka jengah. Sudah berapa kali dia bilang kepada ketiga temannya ini kalau gosip itu tidak benar, tapi mereka masih saja membahas-bahas Clara di depannya.
"Jadi lo sama Gia?" tanya Radit memastikan.
"Enggak juga," jawab Naka seadanya.
"Eh, Ka―ada Gia tuh!" seru Leon heboh.
Gia yang baru saja masuk ke kelas Naka langsung menjadi pusat perhatian―terutama oleh Naka dan ketiga temannya. Harusnya tadi dia menerima saja tawaran Nasya untuk ikut masuk menemaninya.
"Gia mau ngomong sesuatu," kata Gia memberanikan diri.
"Ngomong aja." Naka menanggapinya dengan begitu santai. Apa disini hanya Gia saja yang gemetar ketakutan?
"Ehm―Gia mau nagih janji. Katanya kamu bisa diwawancara, jadinya kapan?" tanya Gia menuntut jawaban.
"Nanti sore gue tunggu di lapangan basket."
"Eh, beneran?" Gia tidak menyangka akan semudah itu. Kenapa tidak dari kemarin saja dia menemui Naka.
"Mau gue temenin nggak Gi, kali aja lo takut kalo sendirian sama Naka," goda Rey dengan mata yang tak lepas dari Gia.
"Ng-nggak usaha Rey, makasih. Gia langsung pamit aja kalo gitu."
Dengan segera Gia keluar dari kelas Naka. Gia harus mentraktir Nasya setelah ini, sarannya benar-benar berhasil.
*****
"Disini kan Gi?" tanya Rama memastikan.
"Iya, tadi Naka bilang suruh nemuin dia di sini," jawab Gia yakin.
Sekarang dia dan Rama sudah berada di area lapangan basket―tempat Gia dan Naka janjian untuk wawancara. Gia membaca ulang daftar pertanyaan yang akan dia ajukan pada Naka nanti. Sementara itu Rama tengah membuka peralatan kamera dan tripod yang dibawanya―untungnya Rama selalu menyimpan kamera dan tripodnya di dalam mobil.
"Bukannya gue udah bilang gak mau wawancara sama dia," ujar Naka yang baru saja datang. Kini dia bahkan sudah melirik sinis ke arah Rama.
"Gue disini cuma mau bantu Gia buat setting kamera," jawab Rama sambil memasang kameranya pada tripod yang telah dia bawa.
"Emang dia nggak punya tangan? kenapa juga mesti lo yang pasang kameranya?"
"Yang ngerti cara setting kameranya tuh cuma Rama. Udah deh Naka yang penting kan nanti wawancaranya sama Gia, jangan mempersulit gini dong!" seru Gia pada Naka. Jujur saja sebenarnya Gia sudah merasa sangat tidak enak pada Rama. Dia sudah berbaik hati membantu Gia tetapi dia malah mendapat perlakuan seperti ini dari Naka.
"Gue berubah pikiran," ucap Naka tiba-tiba.
"Maksud lo apa?" tanya Rama marah, sepertinya Naka memang sengaja ingin menguji kesabarannya.
"Tenang aja gue tetep mau diwawancara kok, tapi nggak disini―dan nggak sekarang," jawabnya sambil menatap Rama santai.
"Terus kamu maunya kapan lagi? Ini tuh udah mepet Naka," ucap Gia khawatir. Dia takut tidak dapat mengumpulkan tugas dari Kak Dewa dan akhirnya membuat mereka gagal masuk ke jurnalistik. Gia sendiri sebenarnya tidak masalah kalaupun tidak lolos, tapi Gia tidak mau Rama gagal. Dia tau betapa inginnya Rama untuk masuk ke ekskul itu.
"Kita wawancara malem ini, tapi di rumah gue. Lo masih inget rumah gue kan?" tanyanya pada Gia.
"Oh dan satu lagi―jangan ajak dia," ucap Naka sambil melirik Rama tajam. Rama yang ditatap seperti itu oleh Naka tentu saja bingung.
Setelah Naka pergi segera saja mereka mulai membereskan kamera serta tripod yang tidak jadi dipakai tadi.
Naka benar-benar keterlaluan!
"Sebenarnya lo ada hubungan apa sih Gi sama Naka?" tanya Rama penasaran, pasalnya dia sangat bingung kenapa Naka terlihat begitu membencinya. Rama curiga kalau Naka cemburu karena kedekatan antara dirinya dengan Gia.
"E-eh nggak ada hubungan apa-apa kok. Gia bahkan sebelumnya nggak kenal dia," bohong Gia.
"Lo nggak bohong kan?" tanya Rama sekali lagi.
"Enggak," jawab Gia sambil menggelengkan kepalanya cepat.
-Tbc-
KAMU SEDANG MEMBACA
Do You Love Me?
Novela JuvenilGia suka Naka. Tapi itu dulu, sebelum Naka menyakitinya sampai seperti ini. Kalian harus tau Naka itu selalu ketus, irit bicara, dan omongannya juga selalu pedas. Dia tidak pernah memikirkan perasaan Gia, selalu berlaku semaunya. Jadi Gia sudah memb...