Playlistnya bisa dinyalain sambil baca gak?
***
Cahaya matahari masuk ke dalam kamar dan membuatku perlahan membuka mata. Kepalaku terasa pusing gara - gara terlalu banyak nangis. Tadi malam setelah melihat Mas Joshua dan Briana di depan toko bunga, rasanya perasaanku yang sudah remuk hari itu semakin remuk. Aku bingung, kenapa harus hari itu juga aku melihat keduanya bersama seolah - olah gak ngasi aku kesempatan buat mikir positif. Padahal aku berniat- cuma berniat untuk nunggu sampai masalah ini clear. Ya aku gak mau aja udah nangis - nangis sampai mataku bengkak tapi ternyata ini cuma prank- walaupun kedengerannya gak mungkin.
Tapi aku cuma mau ngikutin kata Kak Gibran buat sabar dan nunggu apa yang kira - kira Mas Joshua atau Briana bakal bilang nanti. Aku pun sebenernya gak tau apakah mereka beneran bakal ngomong sesuatu ke aku atau langsung nikah dan ninggalin aku seolah - olah mereka gak kenal aku.
Setelah mengikat rambut menjadi satu secara asal, aku memungut barang - barang yang berhamburan di lantai kamar. Gak, aku bukan orang yang suka melempar barang saat sedih atau kecewa. Aku cuma naruh barang sembarangan dan gak beresin aja, itu pun kalau moodku jelek aja karena jujur aku lebih suka rapi daripada berantakan. Tapi orang mana yang mau beresin kamar dalam keadaan kacau kaya aku semalam?
Aku tadi malam pulang cukup larut karena jalan kaki tanpa arah sampai kakiku pegal. Untungnya aku sadar pas ngeliat jam udah hampir pukul sepuluh dan bisa - bisa aku ketinggalan bus terakhir, jadi aku memutuskan pulang. Untungnya, ibu dan Taejin udah tidur duluan jadi gak sadar kalau aku pulang dengan mata yang bengkak.
Harusnya kemarin jadi hari bahagiaku karena beberapa jam setelah kejadian di ruangan Mas Joshua, tepatnya setelah aku pulang dari rumah Arzan, aku dapat kabar kalau jadwal sidang skripsiku udah dekat. Itu berarti aku harus ke kampus buat melakukan beberapa hal dan semoga aja nanti aku gak ketemu Briana atau lebih buruknya, Mas Joshua.
Aku keluar dari kamar dalam keadaan siap untuk pergi ke kampus setelah tiga puluh menit bersiap. Di luar, Riki lagi sarapan berdua sama Ibu. Aku berusaha senyum senatural mungkin supaya gak ketauan aku habis nangis deras kemarin meskipun aku udah nutupin mata bengkakku pakai make up yang lumayan tebal.
"Bu, Sea ke kampus dulu ya." Pamitku pada Ibu.
Ibu menoleh, "Gak sarapan dulu?"
"Gak usah, nanti aja. Buru - buru soalnya," ucapku. Aku lalu melangkah menuju pintu rumah untuk segera pergi. Tapi pertanyaan Ibu yang tiba - tiba buat aku berhenti jalan.
"Matamu kenapa bengkak, Se?"
Huft, percuma aku dandan segini banyak kalau ujung - ujungnya Ibu sadar.
"Gak apa - apa, kok. Kayanya tadi malam Sea kebanyakan nonton drama sambil nangis deh makanya bengkak," jawabku. Aku sebenernya pengen jujur kalau aja gak keinget kata Bang Taeyong kemarin. "Lo gak kasian kalau orang tua lo sedih ngeliat anaknya kacau?"
"Beneran?" Tanya Ibu dengan wajah curiga.
Aku cuma angguk - angguk meyakinkan. "Iya, Bu, beneran."
"Yaudah deh, sekarang kamu mau ke kampus ngapain? Kan skripsimu udah selesai."
"Sea mau ketemu Pak Meru dulu buat ngeliat jadwal sidang. Kemarin katanya udah keluar," kataku masih dengan senyuman.
Mata Ibu berbinar. Ia lalu memelukku sembari mengucapkan syukur. "Pantesan kemarin sibuk banget sampai pulang telat. Joshua udah tau?" Ucap Ibu yang bikin senyumku hilang. Astaga harus banget bahas orang itu sekarang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mellifluos ✔
Romancemel·lif·lu·ous (adj) • (of a voice or words) sweet or musical; pleasant to hear. • Sea tak sengaja bertemu dengan seorang pria tampan di kafe tempat ia bekerja. Ia pikir hanya akan sekali saja bertemu dengan pria menawan yang memilki suara selembut...