03.

2 1 0
                                    

Hai hallo!🤍❤️
Selamat malam buat kalian-kalian😍
Gimana? seru ga sih cerita JJ kata kalian. Kalo seru aku bakalan up sering-sering dan buat cerita JJ lebih menarik lagi lho!🤍
Stay tune boleh stay with mee juga boleh😭

HAPPY READING!🤍🌵

|||

Andre dan Anya memesan dua piring nasi goreng tanpa kecap dan segelas teh hangat dan segelas lagi lemon tea. Mereka bercanda seolah-olah bukan sepasang Adik Kakak. Banyak sepasang mata menatap mereka, Andre yang risih di tatap seperti itupun hanya bisa diam dan acuh.

"Orang-orang ngeliatin kita kenapa ya Kak?" tanya Anya pada Andre.

Andre menggelengkan kepalanya acuh lalu menatap wanita yang sedang hamil yang tengah memperhatikan Andre tanpa kedip.

"Kenapa ya, Bu?" tanya Andre pada Ibu itu.

Ibu itu tersenyum simpul lalu mengusap perut buncitnya. "Mas-nya ganteng anak saya mau kaya Mas, boleh?"

Sesaat setelah mendengar ucapan itu ingin rasanya Anya tertawa terbahak-bahak menertawakan sang Kakak, apa katanya? Ganteng? Ada-ada saja. Hanya memakai kolor saja Andre di bilang ganteng?

"Mba-nya hebat ya bisa dapetin cowo seganteng Mas ini," timpal remaja yang berada di sebelah bangku Anya dan Andre sembari mengedipkan matanya kearah Andre.

Anya menoleh lalu menggelengkan kepalanya cepat. "Maaf Kak, ini Kakak saya bukan pacar saya."

"Aduh boleh dong Mba, Kakaknya buat calon imam," sahut kasir warteg.

"Udah pake kolor terus pake kaos item mau saya nikahin aja Mba rasanya," timpal gadis yang tengah menyuapkan sesedok mie instan.

"Buat saya aja Mba, saya janda lho cuma anak dua," sahut Ibu-ibu yang tengah sibuk memakai lipstik merah cabe di bibirnya.

Saat mendengar semua ucapan para perempuan disana, Andre bergidig ngeri dan Anya hanya bisa menahan tawanya. Andre menatap sang Adik dengan tatapan sinis seolah-olah Anya adalah musuhnya.

Andre berdiri lalu menarik Anya keluar, Anya tersentak kaget namun tetap mengikuti Andre dari belakang.

"Maksud kamu apasih An, ngajak Kakak ketempat gini," ujar Andre sembari menatap warteg itu dari luar.

"EH MAS NANTI BALIK LAGI KESINI YA! NANTI KITA BIKIN KONTEN TIKTOK BARENG!" teriak Ibu hamil tadi dari dalam warteg.

Anya menatap Ibu hamil itu lalu melambaikan tangannya. Lalu ia beralih menatap Andre dan mencolek dagunya.

"Ngakak gusti!" cibir Anya sembari menertawakan Andre tanpa henti. Andre hanya bisa diam menatap sinis kearah Anya, lalu sedetik kemudian ia menjitak Anya sampai-sampai sang empu meringis memegangi kepalanya.

"Sakit tahu!" kata Anya dengan mengelus kepalanya. Andre yang merasa bersalah karena menjitak Anya, akhirnya mengusap kepala Anya dan mencium kening Anya tiba-tiba.

Disisi lain Jiwa terus memperhatikan sikap Andre ke Anya bagaimana dan sikap Anya ketika tersenyum kearah Andre. Entah kenapa Jiwa ingin tahu tentang gadis itu, padahal kenal namanya saja tidak.

Lama-lama Jiwa merasa bosan sendiri dan seperti orang gila memperhatikan orang lain yang sama sekali bukan urusan baginya. Akhirnya ia pergi kesebuah caffe dimana ia bekerja, karena sekarang shif malam jadwal Jiwa menjadi barista dan menggantikan posisi rekan kerjannya.

Setelah sampai disana Jiwa melepaskan helm full facenya dan langsung masuk kedalam lewat belakang.

"Eh Wa udah dateng," kata Fikri rekan kerja Jiwa. Jiwa menoleh dan mengangguk singkat.

"Eh Wa tolong anterin kopi ini ke meja nomor tiga ya, gue mau pulang ada urusan," sahut Riska sembari menyodorkan nampan yang berisikan dua gelas kopi hangat.

"Ya."

Jiwa mengambil nampan tersebut lalu mengantarkannya ke meja nomor tiga. Setiap harinya Jiwa seperti itu demi kebutuhan sehari-harinya. Pasti di luaran sana berpikir kenapa Jiwa bekerja sebagai barista sedangkan Ayahnya adalah pembisnis yang sangat kaya raya? Jiwa tidak ingin memakai uang sepeserpun dari Arya hanya untuk membeli sebungkus rokok dan kebutuhan lainnya. Yang kaya rayakan Ayahnya bukan dirinya, itu jawaban Jiwa jika di tanya oleh orang-orang di sekitarnya.

•••

Jiwa pulang sampai rumah hingga larut malam, ia memarkirkan motornya asal lalu masuk ke dalam tanpa rasa takut oleh Arya. Namun sedetik kemudian lampu rumah menyala dan Arya datang dari arah kamarnya. Jiwa tersentak kaget lalu menoleh.

"Dari mana kamu Jiwa?" tanya Arya dengan berjalan kearah Jiwa.

"Bukan urusan Ayah."

Plak..

Tiba-tiba Arya menampar Jiwa. Ini pertama kalinya bagi Jiwa, tapi Jiwa bukan laki-laki yang lemah. Ia mendongak lalu membanting tas selempangnya kearah Arya. Menantang Jiwa!

"Maksud Ayah apaan hah?!"

Arya menyunggingkan senyumnya kemudian melempar map coklat. "LIAT!"

Jiwa mengambil map coklat itu lalu membukannya. Beberapa foto yang entah dari mana asalnya.

Plak..

Lagi-lagi Arya menampar pipi kanan Jiwa, Jiwa yang di perlakukan seperti itupun tak terima. Ia merobek foto-foto dirinya yang menjadi barista lalu melemparnya ke arah Arya.

"MAKSUD KAMU APA JIWA?! BEKERJA SEBAGAI BARISTA SEDANGKAN AYAH ADALAH PEMBISNIS YANG SANGAT KAYA RAYA! KAMU ITU MALU-MALUIN AYAH!" bentak Arya dengan kilatan amarahnya.

"YANG KAYA RAYA ITU AYAH BUKAN SAYA! KALO AYAH MALU PUNYA ANAK SEPERTI SAYA, SAYA AKAN KELUAR DARI SINI!" sentak Jiwa yang membuat Arya ingin menampar mulut Jiwa sekali lagi.

Jiwa berjalan melewati Arya dan memasuki kamarnya. Sedetik kemudian ia keluar dengan menenteng tas sekolahnya, Arya menatap Jiwa lalu tersenyum remeh.

"SILAHKAN KAMU KELUAR! DAN JANGAN BERHARAP RUMAH INI MENJADI TEMPAT KAMU PULANG NANTI! KAMU PIKIR ENAK HIDUP DILUARAN SANA TANPA FASILITAS ORANGTUA!"

Sesaat setelah di ambang pintu Jiwa menoleh lalu menatap Arya tajam.

"ANDA LUPA SUDAH TIGA TAHUN SAYA TIDAK PERNAH MEMAKAI UANG DARI ANDA SEPESERPUN TAPI SAYA MASIH HIDUP. DAN ANDA LUPA JIKA SAYA SUDAH BEKERJA TANPA MEMBEBANI HARTA ORANGTUA SEPERTI ANDA!"

Setelah mengatakan itu Jiwa pergi meninggalkan Arya sendirian di rumah. Hari ini dan malam ini, Jiwa harus mendapatkan tempat hanya untuk tidur dan menenangkan pikiranya. Saat di persimpangan Jalan Cendana, ia bingung akan kemana. Rumah Kai? Rasanya tidak mungkin, selarut ini kerumah Kai hanya untuk menumpang tidur semalam saja, rasanya mengganggu orang yang sedang tertidur pulas. Batin Jiwa.

Akhirnya ia memutar balik dan berjalan kearah caffe dimana ia bekerja. Ia pikir caffe tempat ternyaman untuk menenangkan pikirannya, untung saja kunci caffe ia pegang jadi ia tidak perlu bingung untuk tidur dimana hari ini.

Setelah sampai di depan caffe Jiwa langsung masuk kedalam dan mengatur posisi tidurnya agar tidak terasa nyeri di sekujur tubuhnya. Saking lelahnya Jiwa bekerja akhirnya ia tertidur dengan alas seadanya, tas yang berisikan baju-baju ia jadikan bantal dan di sebelah kirinya ponsel miliknya. Ia tidur sambil memutar musik-musik klasik, rasanya nyaman bagi Jiwa tidur seperti ini.









AWAS YA JANGAN LUPA VOTE IH WAJIB HARUS DAN ITU GA BAYAR SAMA SEKALI!😂🤍

VOTE VOTE VOTE🌵🤍

JANJI JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang