11.

0 1 0
                                    

Cuma mau bilang.
Hi🌵🤍

HAPPY READING!

🌵❤️

|||

"Ini tempat kamu kerja?" tanya Anya saat mereka sampai di depan caffe.

"Iya."

"Bos kamu marah enggak aku kesini?"

"Kenapa harus marah?"

"Bukannya kamu harus kerja?"

"Libur."

Anya mengangguk lalu mengikuti Jiwa untuk masuk kedalam caffe. Teman barista Jiwa menghampiri mereka berdua lalu berhive five bersama Jiwa.

"Mentang-mentang kerja lo libur eh enak-enakan pacaran," kata Rangga dengan nada mengejek. Jiwa hanya menepuk bahu Rangga pelan lalu duduk di meja nomor 3 dekat jendela caffe.

"Minum apa?" tanya Jiwa.

"Terserah kamu aja."

Jiwa mengangguk lalu berjalan kearah Rangga.

"Kopi latte 2 tapi yang 1 dingin, Bang."

"Oke Wa."

Jiwa kembali ke meja yang di tempati oleh Anya, gadis itu tengah asik mendengarkan lantunan music yang berasal dari caffe. Jiwa tersenyum pelan lalu ia mengeluarkan gantungan kunci yang tadi ia beli di pinggir jalan.

"Buat lo."

Anya menatap gantungan kunci itu lalu beralih menatap Jiwa.

"Kok aku enggak tahu kamu beli ini," kata Anya dengan memegangi gantungan kunci yang berbentuk bunga mawar dengan satu kelopaknya yang hilang.

"Makannya gue kasih ini ke lo karena lo enggak tahu."

Lagi-lagi karena hal sederhana ini Anya bisa sebahahagia ini ketika bersama Jiwa.

"Makasih ya." Anya tersenyum tulus, namun Anya merasa aneh dengan bentuk bunga mawar yang ia pegang. "Tapi kok kelopaknya ilang sebelah?" lanjut Anya dengan menunjukan gantungan kuncinya pada Jiwa.

Jiwa mengelus rambut Anya lembut. "Karena sebelahnya lagi ada di diri lo."

"Makasih ya Wa aku enggak tahu kita sampai kapan kaya gini."

Jiwa mengangguk pelan lalu menjitak kening Anya. Gadis itu meringis kesakitan lalu membalas Jiwa dengan memukul dada bidang laki-laki itu.

"Rasain!" Anya menjulurkan lidahnya. Jiwa terkekeh pelan dan mencubit pipi chubby Anya.

"An?"

"Iya Wa?"

Jiwa menatap lekat wajah gadis di depannya, ia bingung harus mengatakan apa lagi, memuji dia beberapa kalipun oranh-oranh sudah tahu.

"Kenapa Wa?" tanya Anya penasaran.

"Gue suka sama lo."

Anya tertegun. Ia memikirkan alasan kenapa Jiwa bisa menyukainya, padahal tidak ada yang harus di banggakan dari Anya, gadis cantik di Bandung mungkin banyak tapi kenapa Jiwa harus memilih Anya.

"Gadis yang lebih cantik di Bandung banyak, Wa."

Jiwa menggelengkan kepalannya pelan, ia menarik tangan Anya lalu menggenggamnya.

"Yang cantik banyak tapi yang akhlaknya bagus mungkin sedikit. Kamu, An. Gadis pertama yang bisa buat aku berubah menjadi diri sendiri. Sebelum jauh aku kenal sama kamu, aku menjadi orang lain dan pertama kali aku liat kamu aku kagum, An."

JANJI JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang