14.

0 1 0
                                    

Hi! ❤️🌵
Aku suka sama orang-orang yang menyukai karya ku, dimanapun mereka membaca dan berada. Bukan berarti aku gak suka sama orang yang gak pernah baca karya aku sih wk, aku suka sama mereka tapi aku bakalan lebih suka kalo mereka bisa meluangkan waktunya sebentar aja buat mampir di cerita aku, wk. Apaan sih gajelas! Hihi😂

Happy Reading!
🤍🌵

| |

Hari ini Jiwa sudah siap untuk menjemput Anya, dengan style hoodie yang berwarna abu-abu kesukaan Anya lalu celana jeans robek di bagian lututnya lalu sepatu converse berwarna hitam.

Jiwa menyalakan mesin motornya sembari menunggu mesin motornya panas ia mengambil pemantik dan rokok yang ia simpan di atas laci. Jujur, Jiwa tidak pernah merokok di depan Anya dan ia akan merokok Jika Anya tidak ada di dekatnya. Bukannya Jiwa takut tapi ia lebih menyayangi kesehatan gadisnya itu ketimbang dirinya sendiri, bodoh? Memang. Tapi Jiwa benar-benar tidak peduli pada pernyataan itu.

Ia memberi pesan kepada Anya lalu memasukan ponselnya ke dalam saku hoodie.

Setelah selesai merokok Jiwa keluar dari gang sempit untuk menuju rumah Anya. Ia membawa motornya dengan santai, ia mendengar anak-anak jalanan yang meneriaki namanya. Mungkin mereka sudah hafal pada perawakan Jiwa dan motornya. Jiwa berhenti di pinggir jalan untuk menghampiri mereka.

"Kak Jiwa sendirian?" tanya salah satu anak kecil.

"Iya. Udah sarapan?"

"Belum kak," sahut seorang gadis.

Jiwa tersenyum pelan lalu berjalan kearah warung makan, ia membeli beberapa lauk pauk dan nasi. Lalu ia kembali dengan menenteng dua kantung plastik makan dan minum untuk mereka.

"Di makan ya." Jiwa memberikan makan dan minum untuk mereka dengan senyum yang tulus.

Ia berpikir, tidak apa di hidupnya pernah menjadi orang jahat tapi setidaknya orang yang di anggap jahat dulu pernah melakukan hal-hal baik di masa sekarang.

"Kakak pergi dulu, kalian hati-hati ya."

"Iya kak!"

•••

Jiwa membawa motornya kearah rumah Anya, saat sampai ia melihat Andre tengah mengobrol bersama seorang gadis. Apa mungkin itu kekasihnya? Batin Jiwa.

"Assalamualaikum." Jiwa memberikan salam, suaranya yang dingin itu membuat Anya langsung keluar dari dalam kamar untuk menemui siapa pemilik suara yang khas itu.

"Waalaikumsalam." Andre menepuk bahu Jiwa pelan, "Masuk gih, Anya udah nungguin."

Jiwa hanya mengangguk sebagai jawaban lalu masuk untuk menemui Anya. Ia menghampiri Anya yang sibuk memakan camilan di ruang tv. Anya menoleh lalu memeluk Jiwa. Saat ia mendongak menatap Jiwa, ia melihat beberapa lebam di wajah Jiwa. Sebuah pertanyaan besar bagi Anya.

"Wa?"

"Hm."

"Muka kamu ken-"

"Enggak papa." potong Jiwa cepat, Anya mengangguk lalu berjalan mengambil kotak obat.

Jiwa sudah bisa menebak bahwa gadisnya bukan tipikal orang yang; kamu kenapa? Kamu enggak papa? Sakit enggak? Kamu berantem dimana? Anya bukan gadis seperti itu, ia khawatir tapi tidak dengan menunjukan ekspresi yang antusias seperti itu. Jiwa suka dengan Anya karena gadis itu berbeda. Sekali lagi, berbeda. Catet!

Perlahan Anya mengobati luka lebam di ujung bibir Jiwa. Ia mengoleskan salep dengan telaten, Jiwa senang jika Anya sudah menyentuh wajahnya. Ya, walaupun Anya hanya sekedar mengobati lukanya.

JANJI JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang