SEBELAS

1K 245 73
                                    


Winter membungkuk, memegangi lututnya dengan nafas terengah-engah. Ujian Akhir Semester sudah didepan mata, tetapi guru olahraganya masih tetap saja mengadakan penilaian.

Penilaian kali ini kategori lari, dimana mereka harus berlari keluar memutari sekolah sesuai rute yang diberikan, dengan start dan finish gerbang sekolah dalam waktu 13 menit. Jika melewati batas waktu, mereka harus mengulangi lagi sampai masuk batas waktu.

Winter memutuskan untuk berjalan, ia tidak kuat lagi berlari. Ia tidak peduli jika harus mengulang, rasa sakit dari tamunya tidak bisa ia tahan. Ia duduk pada pinggir jalan yang cukup sepi, menekuk lutunya dan menaruh kepalanya disana. Matanya terpejam, kedua tangannya menekan perutnya, berharap bisa mengurangi rasa sakit tersebut.

Sela mencari-cari keberadaan Winter yang tak juga muncul. Ia menepuk-nepuk pundak Daffa tanpa mengalihkan pandangannya.

"Sakit, bego. Apaan?" tanya Daffa.

"Winter mana, Fa. Kok belum keliatan." jawab Sela.

"Bukannya tadi sama lo?" tanya Daffa.

"Tadi di belakang gue, terus gatau sekarang kemana." jawab Sela.

"HAAAAAAAAAAA." teriak Jordi yang baru saja memasuki gerbang sekolah. Ia membaringkan badannya di tanah, tak peduli dengan seragamnya yang kotor, yang penting kakinya bisa beristirahat.

"Jor, lo lihat Winter gak?" tanya Sela.

"Kagak." jawab Jordi enteng. "Gue yang paling terakhir, gak ada siapa-siapa lagi." sambungnya.

"Sudah lengkap semuanya?!" tanya pak Anton, guru olahraga.

"Sudaah."

"Belum, Pak. Winter nggak ada." ucap Sela.

"Candra juga belum datang, Pak." sahut Ale.

"Siapa tadi yang bilang sudah?! Kalian semua push up, 30!" perintah Pak Anton.

"PAKKKKKK." teriak XI IPA 1 secara serempak.

"Tidak ada protes! Laksanakan!" perintah Pak Anton. Semua murid mengambil posisi pushup dan mulai melakukannya dengan hitungan peluit Pak Anton.

Dilain sisi, Candra berjalan tanpa mengenakan alas kaki, karena sepatunya yang tiba-tiba jebol. Dari kejauhan, ia melihat tubuh yang ia kenal sedang terduduk lemas. Ia mempercepat langkahnya, dilihatnya Winter sedang tertidur sembari menekuk lututnya.

Candra berjongkok di depan Winter, bersamaan dengan mata Winter yang perlahan mulai terbuka. Winter menatapnya dengan lemas, mukanya sedikit pucat.

"Ngapain lo disini? Sakit lo?" tanya Candra.

"Sejak kapan lo disini?" tanya Winter balik.

Entah mendapat keberanian darimana, Candra menyentuh dahi Winter, panas. Ia menelusuri wajah Winter, muka pucat, bibir kering, dan kondisi tubuh yang panas. Candra menghela nafas.

"Kalo lo sakit, gak usah sekolah." ucap Candra.

"Gue gakpapa." ucap Winter dengan suara lemah. Candra berdiri, mengalihkan pandangannya.

"Kuat jalan gak, lo?" tanya Candra. Winter mengangguk sambil bangkit berdiri. Ia melangkahkan kakinya pelan, sembari menahan rasa sakit di perutnya.

"Tunggu sini bentar." ucap Candra sembari meninggalkan Winter. Tak lama kemudian, Candra kembali dengan sebotol air mineral ditanganya.

"Minum." ucap Candra sembari menyodorkan botol tersebut. Winter meneguknya, menyisakan setengah dari botol tersebut.

"Tumben amat lo." ucap Winter. Candra tidak menggubrisnya.

SECRET (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang