DUAPULUH LIMA

937 217 62
                                    


Haikal mengisap sebatang rokok sambil matanya menatap pemandangan jalan raya di depannya. Entah sudah berapa batang yang ia habiskan selama 15 menit ini.

"Bang,"

Haikal menoleh, mendapati Candra yang berdiri tak jauh di belakangnya. "Duduk sini, Can."

Haikal mengeluarkan sekotak rokok dari saku jaketnya, "Mau?"

Candra menggeleng, "Libur dulu."

Haikal tertawa, "Alah bocah, sok-sokan lo."

"Lo lagi kenapa, bang?" tanya Candra.

"Pasti Winter udah cerita sama lo." tebak Haikal, lalu mengisap rokoknya.
"Orang tua gue."

Candra mengangguk, "Sorry, bang,"

Haikal meniup asap rokoknya, lalu terkekeh. "Ngapain lo minta maaf."

"Ya, gak enak aja." ucap Candra.

"Santai aja," ucap Haikal. "Gue disuruh ikut papa gue, Can. Ninggalin Gatra sama Winter." lanjutnya mulai bercerita.

"Pernah sekali papa gue telpon, dia bilang ke gue nikah lagi. Winter sama Gatra gak boleh ngerti kalo dia nikah lagi. Mama gue dia telantarin, entah kemana sekarang mama gue, gak ada yang ngerti. Gue, sama adek-adek gue bolak-balik telpon gak pernah nyambung. Gue tanya bapak gue dimana mama gue dia gak peduli, malah marah-marah. Brengsek banget bapak gue."

Candra diam mendengarkan Haikal yang bercerita sambil sesekali mengisap rokoknya. Dari raut wajahnya, kelihatan sekali bahwa ia sedang stress dan tertekan.

"Besok bapak gue dateng, dan besok juga gue diajak ke Kalimantan. Gue stress. Gue belum kelar sekolah, gue gak mungkin ninggalin adek-adek gue sendirian. Sedangkan bapak gue gak mau tau, gimana caranya besok gue harus ikut dia sama istri barunya tinggal disana. Bangsat bapak gue, gak mikirin anak kandungnya, malah mikirin istri barunya."

"Lo gak nolak, bang?" tanya Candra.

"Kalo gue nolak, Winter sama Gatra gak boleh nerusin sekolahnya." jawab Haikal.

Candra kaget, ternyata tak semua keluarga yang luarnya terlihat harmonis dalamnya juga harmonis. Bukti nyata keluarga Winter ini, saat ia kerumah Gatra terpampang foto keluarganya. Terlihat seperti keluarga yang bahagia, harmonis dan rukun. Nyatanya, tidak. Mendengar cerita Haikal, membuatnya sadar, bahwa ia beruntung memiliki seorang Ibu yang benar-benar menyayanginya lebih dari sebuah keluarga.

"Gue harus gimana, Can?" tanya Haikal.

"Lo udah coba ngomong sama adek-adek lo?" tanya Candra balik.

Haikal menggeleng, "Gue gak mungkin langsung ngomong ke Gatra, gue butuh Winter. Sedangkan Winter? Lo tau sendiri, dia kabur ke rumah lo."

"Lo ikut gue balik aja, bang." ucap Candra. "Ntar lo tunggu diluar, biar gue yang ngomong."

Haikal mengangguk, "Sorry, gue cerita ke lo. Gue telpon Hamdan sama Reno gak diangkat."

"Gakpapa, bang." ucap Candra.

Haikal mengisap rokoknya, lalu membuangnya pada asbak didepannya. "Yok. Keburu malem, ntar tidur lagi si Winternya."

"I need somebody who can love me at my worst."

"No, i'm not perfect but i hope you see my worst."

Sambil memainkan game Plant vs Zombie pada ponselnya, Winter bersenandung lagu At my worst by Pink Sweat yang sedang mengalun pelan melalui speaker milik Candra.

Jam sudah menunjukan pukul 23:00 namun Candra belum saja datang. Winter menyisakan tiga donatnya untuk Candra makan, barangkali saja lelaki itu lapar. Namun, dari ia bangun sampai sekarang tak kunjung muncul batang hidungnya. Kemana perginya lelaki itu?

SECRET (SEDANG REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang