"Selamat malam, Nona. Ada yang bisa saya bantu?"
"Mm... Maaf Mbak, atas nama Kennardi Tariga. Saya diminta untu-..."
"Oh, Nona Kesha. Silahkan langsung naik saja ke lantai 20, kamarnya Tuan Kennardi Tariga nomor 2022. Nanti pelayan akan mengantarkan Anda." Potong resepsionis itu ramah dan cepat.
Huff...
Gue bahkan belum menyelesaikan apa yang gue bilang, tapi resepsionis itu udah tau apa maksud gue. Yang bener aja! Apa Ken juga ngasih tau kalau gue ini bakal tidur sama dia?! Apa jangan-jangan dia memberitakan keputusan gila gue ini ke semua orang???
Well, terserah saja! Toh memang kenyataannya seperti itu kan???
Lift yang gue naiki terasa cepat sekali, bahkan ga terasa gue udah berdiri di depan pintu dengan angka 2022 tergantung di pintunya. Jadi ini kamarnya?
"Silahkan Nona, ini kamarnya Tuan Kennardi Tariga." Kata pelayan itu ramah.
Gue mengangguk dan berterima kasih. Hei, seharusnya gue marah karena pelayan itu sama saja seperti mengantar gue ke pintu neraka sekarang ini! Bahkan 'si iblis' yang akan mengeksekusi gue pasti menunggu dengan tersenyum manis di dalam kamar ini.
Huff!
Tapi ini udah jadi pilihan gue kan? Ini keputusan gue dan ini kesepakatan gue kan???
Walau gue ga punya pilihan, tapi gue ga mau lari gitu aja. Biarlah semua terjadi. Mungkin emang takdir gue kayak gini! Mungkin memang hidup gue selalu dipermainkan oleh takdir!
Tok tok tok
Ga sampai sepuluh detik, pintu langsung terbuka. Astaga, cepat sekali? Apa Ken sebegitu semangatnya?
"Hei..." Sapa gue ga rela.
Sungguh, hanya orang bego yang menyapa iblis dengan ramah dan sungguh-sungguh! Lagipula, siapa juga yang mau menyerahkan nyawa kepada orang yang jelas-jelas ga punya niatan baik?! Memang, Ken bukan iblis dalam arti sesungguhnya. Tapi ini keputusan gila yang gue buat dan mau ga mau, suka ga suka, gue harus menyapa untuk menyerahkan diri. Gue dateng dan memenuhi perjanjian gue!
Walaupun gue pengen lari rasanya. Gue... Takut. Jujur, gue takut!
"Lu ga usah tegang gitu! Ayo masuk. Lu duduk dulu di sofa..." Ajak Ken, bahkan mendahului gue masuk dan menghilang entah ke mana.
Dengan segenap kekuatan, gue masuk. Gue tau hotel ini hotel terbaik, tapi rasanya ga ada bagus-bagusnya sama sekali saat gue masuk ke sini dengan perasaan seperti.... Entahlah. Seperti akan dieksekusi kayak sekarang!
Jujur... Gue mau semua ini cepet-cepet selesai! Gue mau semua ini dilakuin secepat kilat dan selanjutnya, gue membuka mata di pagi hari. Menganggap yang telah terjadi semua hanya mimpi belaka!
Bisakah demikian?
Sungguh, gue mau ini berakhir sesegera mungkin! Sayangnya... Ken masih berlama-lama membuka botol sampanye.
Tunggu dulu... What?!
Sampanye kan hanya untuk perayaan. Dia mau merayakan semua ini?!? Untuk apa! Dia udah ngehabisin duit dua milyar dan dia memesan sampanye buat ini semua?! Dasar cowok gila!
"Nih... Ambil.." Ken memberikan salah satu gelasnya ke gue.
Gue menerimanya tanpa ragu. Walau dalam hati gue sangat berdoa semoga di dalamnya ada racun, jadi gue bisa mati dengan sesegera mungkin! Melewati semua ini tanpa perlu gue sadar lagi selamanya.
Tapi sayangnya, ga ada!
"Ken! Gue... Mm.. Bisa kita selesaiin sekarang aja?!" Tanya gue sungguh-sungguh setelah meletakkan gelas itu ke meja.
Ken terdiam.
Lama sekali....
Bahkan seperti mematung! Gue jadi bingung. Gue kerja di klub malam, dan yang gue liat, cowok-cowok itu bakal langsung ngambil kesempatan ga pake buang-buang waktu. Nah, kenapa Ken malah sempet-sempetnya ngajak gue minum sampanye dan mematung kayak gini?
Kenapa ga dia kasih gue vodka atau martini biar gue mabok, terus dia langsung maksain nafsu dia sama gue??
Oke, emang sih penampilan gue ga ada menariknya. Bahkan gue bingung Ken mau aja ngehabisin dua milyar hanya demi ngajak gue tidur. Bukannya merendah, tapi masalahnya gue ini ga secantik pelacur-pelacurnya Ken! Bahkan jika dibandingkan Janice dan Gisel, gue ini cuma debu aja!
Tapi Ken yang nawarin kan? Daripada gue dikira pengecut dan ga tau diri, gue memberanikan diri untuk menyerahkan diri. Toh, ini perjanjiannya kan?
"Ken?" Panggil gue karena lebih dari lima menit Ken ga bereaksi sama sekali.
Dia kenapa sih?
"Lu liat lebam di pipi gue?" Tanya Ken akhirnya, sambil memperlihatkan pipi kanannya ke arah gue.
Ya. Gue lihat. Lebih tepatnya, gue baru liat dan merhatiin. Di mukanya yang selalu dipuja-puja ratusan cewek, ada warna kemerahan yang sangat jelas. Jelas sekali! Bahkan sedikit bengkak. Di sudut bibirnya, agak robek seperti....
Seperti waktu gue ditampar si laknat!
Sial, gue jadi inget si laknat! Apa kata dia nanti kalau tau gue pun menjadi pelacur kayak dia?! Damn!
Tapi itu ga jadi soal sekarang. Kenapa muka si playboy ini lebam begini? Bukannya peduli atau apa, kan Ken yang nanya ke gue. Kesimpulan gue sih... Well, dia habis berantem kan?
"Orang yang transfer uangnya ke lu itu yang ngehajar gue sampai kayak gini!"
Gue mengerutkan dahi bingung. Maksud?
"Sorry kalau lu kecewa, tapi gue ga akan nyentuh lu sama sekali. Belum nyentuh aja kayak gini, apalagi nyentuh?! Ck." Kata Ken lalu berjalan ke arah sofa. Duduk di sana sambil bertopang dagu, sikunya berada di lengan sofa.
"Maksud?"
"Lu udah bayar uangnya?"
"Udah."
"Bagus deh."
"Ken!" Jerit gue frustasi. Kenapa muter-muter gini sih!
Orang yang mukul Ken itu orang yang transfer uang dua milyar ke gue. Lah, Ken yang transfer kan?
Terus kenapa Ken ngehajar dirinya sendiri?! Dia ... gila ya?
"Wira."
"Hah?"
"Kalau lu mau tidur, sama dia aja. Dia yang ngeluarin uang buat lu!"
What???
"Tapi gue ga minta sama di-..."
"Ucapin terima kasih. Jangan kasarin dia! Gitu-gitu, dia temen gue."
"KEN!"
"Lu beneran mau seks sama gue sampe nyebut nama gue mulu, hah?!"
"Kennardi! Astagaaaa! Gue serius! Kenapa Wira?!"
"Lu tanya dia aja deh. Tapi, kalo mau ketemu, dia udah ga kuliah lagi. Dia pindah entah kemana."
What the.....?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Life without Love - 1 (Kesha)
RomanceGue ga butuh cinta, dan sejak hari itu gue terus kerja keras siang malam hanya demi ngelanjutin sekolah gue dan terus hidup! Walaupun gue tinggal lagi sama Mama gue yang udah ngejual gue, tapi ga ada tuh yang namanya uang buat kebutuhan sehari-hari...