Bab 7 : Bodoh

5.8K 342 4
                                    

Gue ga bisa menangis.

Tertawa juga engga.

Lagipula siapa yang mau menangisi seseorang yang sudah menjual dan menelantarkan anaknya sendiri?

Anak mana yang mau menangisi karena kehilangan ibu seperti dia?

Ha..

Ha...

Ha....

Bahkan ga ada seorang pun yang menangis! Semua tetangga yang hadir hanya karena formalitas semata. Lagipula siapa yang ga menghindar dari wanita ini? Para tetangga bahkan ketakutan suami mereka kepicut dan akhirnya mengkhianati mereka!

Sungguh, miris sekali hidup wanita ini. Kematiannya ga membawa kesedihan, nama pun ga akan ada yang mengingat.

Bahkan gue sekalipun!

Semua kenangan tentang wanita ini ga ada satupun yang baik. Dia memang wanita yang melahirkan gue ke dunia, tapi dia juga wanita yang ga menginginkan kehadiran gue!

So.... Haruskah gue nangis bombay?

Haruskah gue sedih? Atau senang?

Lagipula... Yang mati saja bunuh diri, buat apa ditangisi. Ya benar, wanita ini bunuh diri. Kehabisan darah karena memotong urat nadinya sendiri! Ck...

Ini adalah bukti kalau wanita ini bodoh!

Kenapa ga mati dengan cara yang lebih terhormat sih? Hidupnya udah berantakan, mati pun kayak begitu. Sungguh wanita bodoh!

Acara pemakaman baru saja selesai. Para pelayat yang berbelasungkawa tadi sudah pada pulang. Bahkan Janice dan Gisel juga pulang, dan bagi gue, hanya mereka yang mengerti perasaan gue saat ini. Ya, hanya mereka yang tau gimana hancurnya hidup gue. Itu pun karena ga sengaja!

Tapi syukurnya, Janice dan Gisel emang berteman dengan gue apa adanya. Jadi biar saja wanita ini hidup seperti apa, yang jelas mereka menghargai siapa diri gue tanpa melihat latar belakang keluarga gue!

Yah, memang ga ada yang sempurna, dan mungkin ga akan bisa sempurna.

Termasuk hidup gue, sekalipun terlepas dari wanita ini.

***

Saat gue baru saja kembali ke rumah, betapa kagetnya gue ada tiga orang berbadan besar berdiri di depan rumah gue. Bahkan mengetok, atau lebih tepatnya menggedor pintu rumah gue sambil berteriak-teriak ga jelas. Gue bahkan sampai takut pintu rumah gue jebol karena kelakuan mereka!

Apa mereka mau bikin keributan???

"Maaf... Siapa ya?" Tanyaku hati-hati.

Ketiga orang itu berbalik, dan menatap gue ga santai. Well, tenang aja, gue ga takut. Si laknat tuh lebih nyeremin dari mereka saat membuat gue nyaris mati. Lagian kalau mereka mampu lebih nyeremin, gue juga ga akan takut. Kan gue ga takut mati!

"Apa pemilik rumah ini ada?" Tanya salah satu di antara mereka yang maju ke hadapan gue.

"Sudah meninggal. Baru saja dimakamkan." Jawab gue datar.

"Anda siapa?"

"Anaknya."

Kalau dia yang meninggal juga menganggapku anaknya, tambah gue dalam hati.

"Kalau begitu, Anda ikut kami!"

"Untuk?"

Wah, sepertinya ini bukan hal baik. Harusnya gue tau, saat melihat tiga orang ini, gue langsung kabur! Bodohnya, gue malah mengajak mereka bicara!

"Hutang."

"Hutang?" Tanyaku membeo.

Memangnya wanita itu butuh ngutang buat beli barang? Uangnya dari para hidung belang itu kan pasti cukup buat biaya hidup!

"Ya. Hutang dua milyar yang dimiliki oleh ibu Anda, Jillian Lovenia." Jelasnya orang itu.

WHAT?!

Apa yang wanita itu lakukan?! Oh astagaaaaa... Dua milyar???! Sungguh boros sekali hidup wanita itu. Gue aja setengah mati kerja keras buat bayar uang kuliah bahkan biaya keperluan gue sehari-hari, wanita itu malah menghamburkan duitnya entah buat apa. Ck!

Sungguh sampah sekali hidupnya! Tapi buat apa dipikirin lagi, toh wanita itu juga sudah ga ada di duni. Iya kan?

"Maaf, kalau begitu tagihkan saja ke kuburannya." Kata gue sungguh-sungguh.

Tapi gue langsung diseret. Sialan! Gue tau gue yang bakal susah kalau semua kayak gini. Mau berteriak pun, ga akan ada yang peduli. Percayalah, karena reputasi wanita itu, gue terkena dampaknya!

Siapa yang peduli kalau gue diculik? Ga akan ada. Gue tau itu dengan sangat jelas! Hidup gue itu bukan nyusahin orang lain, tapi disusahin orang lain.

Ah!

Dan kenapa mati pun wanita itu masih membuat hidup gue susah, hah?!

Life without Love - 1 (Kesha)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang