31. The Ring

184 23 5
                                    

Melepasmu bukan arti lain dari tak cinta.
Hanya saja kadang semesta menentang kita untuk mengajarkan, kalau sama rasa kadang tak menjamin kita akan memiliki akhir bersama.

***

Perjuangan setiap orang berbeda-beda. Bagi pelajar, perjuangan mereka ada dipelajaran dan nilai-nilai pada ulangan harian dan laporan semester. Sebagian berjuang dengan cara belajar tak kenal waktu, sebagian lagi berjuang dengan cara mendengarkan tenaga pengajar sebaik mungkin agar bisa meyerap ilmu dengan sebaik-baiknya.

Pernah tidak kita berpikir kalau orang dengan tipe belajar pertama tidak bisa menjadi juara kelas sedangkan tipe pelajar kedua dengan gampangnya menduduki podium juara, itu terkesan tidak adil? Maksudnya, belajar tak kenal waktu itu melelahkan, sedangkan belajar dengan modal mendengarkan saja lebih mudah, tapi kenapa hasil yang 'berjuang' lebih sulit justru tak sebagus yang diharapkan?

Kadang, kita keliru. Yang dicari dari belajar bukan hanya sebatas hasil jangka pendek seperti nilai ulangan yang bagus saja. Tapi juga pemahaman yang mendalam. Mungkin yang memperhatikan saja bisa jadi juara kelas, tapi jika dikaji lebih mendalam, yang belajar bersungguh-sungguhlah yang lebih menguasai materi.

Tapi tetap saja bukan hasil akhir menjadi penentu bagi banyak orang?

Begitu juga Tari. Dalam hubungannya bersama Arseno, harus ia akui Arsenolah yang lebih banyak mengambil action ketimbang dirinya.

Itu karena tipe perjuangan mereka berbeda. Arseno hanya butuh meyakinkan dunia, berbeda dengan Tari yang berjuang hanya demi meyakinkan diri sendiri.

Tapi sebenarnya, lebih mudah melawan satu dunia, dari pada harus melawan diri sendiri. Oleh sebab itu perang menuju 'love yourself' itu dianggap perjuangan paling panjang dalam kehidupan seseorang.

Mencintai seseorang itu mudah.

Tapi mencintai diri sendiri itu yang sukarnya mengalahkan para ilmuwan menemukan rumus baru untuk menghitung kecepatan cahaya.

Lengang mengisi kamar penginapan Tari. Perempuan itu sibuk menutup mata dengan posisi menyamping, pura-pura tidur padahal tahu masih ada Arseno diruangan yang sama dengannya.

Tapi mau bagaimana lagi? Tari butuh waktu untuk menata perasaannya kembali.

Saat derak pintu terkunci terdengar, Tari berpikir jika Arseno sudah pergi dan meninggalkannya sendiri. Tari nyaris membuka mata ketika ia merasakan ranjang yang ia tempati bergerak kecil, lantas sebuah tangan menelesup dari bawah perut dan lengannya, kemudian tubuh Tari ditarik pelan.

Arseno merengkuhnya dari belakang. Bisa Tari rasakan lelaki itu mengistirahatkan wajahnya diperpotongan leher. "Ron. Masih marah?"

Tari bungkam. Masih melanjutkan gestur seolah-olah ia sudah tertidur lelap.

"Hm?" Arseno mengusap wajahnya pada helaian rambut Tari hingga si empunya merasa geli. "Aku tahu kamu belum tidur."

Tari membuka matanya.

"Gak apa-apa kalau masih marah. Tapi yang pasti," Arseno mengecup belakang leher Tari dengan cepat, menyisakan jejak panas disana. Menarik Tari agar kian jatuh dalam dekapannya. "Aku bakalan selesaikan masalah ini. Secepatnya."

"..."

"Jantung kamu ribut banget. Sampe kedengaran samaku."

Tari memukul pelan kaki Arseno yang mengukung tubuhnya. Lelaki itu tergelak rendah. Menarik napas dalam-dalam sebelum berujar, "Good night, sweetheart."

***

Saat bangun keesokan harinya, Tari tak menemukan Arseno lagi disamping dirinya.

Tari tak berpikiran macam-macam. Bergegas turun dari kasur dan menuju kamar mandi. Melakukan ritual harian, lalu mengenakan pakaian santai.

Arseta's Last Step [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang