Dikta tanpa ragu meletakkan Tiara di atas kasur king size miliknya. Dia tidak mungkin memulangkan Tiara ke apartemennya dengan kondisi seperti ini, Tiara yang tidak sadar dan Dikta yang menggendongnya di malam hari. Orang-orang pasti akan berfikir aneh. Tangannya meraih remote AC dan menyalakannya. Setelah itu, Dikta menyelimuti Tiara dengan selimut dan meninggalkan Tiara sendiri di kamar.
Hari ini, terpaksa Dikta harus tidur di sofa. Walaupun rumah yang ia beli dengan keringatnya sendiri ini cukup besar. Rumahnya memiliki tiga kamar, tapi Dikta hanya mengisi satu kamar dengan tempat tidur. Kamar yang satunya ia jadikan ruang kerja sekaligus perpustakaan pribadinya dan kamar lainnya Dikta jadikan gudang untuk menyimpan barang-barang.
Beberapa menit setelahnya, Dikta termenung di atas sofa karena tidak bisa tidur. Pikirannya melayang kepada kejadian tadi ketika Dikta dan Tiara bertengkar saat perjalanan pulang, Tiara yang direndahkan oleh seorang teman dari ibu tirinya hingga Bianca yang datang ke rumahnya lalu kemudian Dikta mengingat dirinya belum sempat minum dan malah mendapati Tiara yang sedang dilecehkan.
Dalam sehari, Dikta mengalami begitu banyak kejadian, Tiara juga. Pikiran Dikta kemudian melayang kepada Tiara, bagaimana perasaan gadis itu sekarang. Tiara mengalami hari yang berat juga, bahkan mungkin lebih berat darinya. Di usia remajanya, gadis itu tinggal sendirian dan dari percakapan yang ia dengar tadi, sepertinya Tiara tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua. Dikta menyesal telah menyakiti Tiara tadi.
Ketika Dikta sedang berkutat dengan pikirannya, terdengar suara rintihan dari dalam kamar yang semakin kencang. Dikta dengan cepat bangkit dan menghampiri Tiara yang berada di kamarnya.
"Ada apa?"
"Panas.." Tiara meringis setengah sadar, gadis itu bergerak gusar di atas tempat tidur. Wajahnya terlihat tersiksa. Masih dalam keadaan tertidur, Tiara membuka seluruh kancing kemejanya membuat Dikta bingung sekaligus khawatir.
"Tiara, kamu ngapain? Saya udah nyalahin AC." Ujar Dikta panik kemudian kembali mengancingkan kemeja Tiara satu persatu lalu menutupi tubuhnya kembali dengan selimut. Namun, belum sepenuhnya tertutup, Tiara tiba-tiba memegang tangan Dikta. Matanya seketika terbuka dan langsung menatap Dikta dengan linglung.
"Pak Dikta?"
"Tolongin.. Panas banget, rasanya kaya kebakar." Ringis Tiara. Dikta bingung dengan situasi yang terjadi sekarang, tapi pria itu tetap berusaha tenang dan beralih mengecilkan AC-nya.
Meski begitu, Tiara tetap bergerak tidak nyaman. Rintihannya semakin menjadi-jadi seperti menahan sakit sambil terisak. Sebelah tangan Tiara memegang lehernya menunjukkan jika tenggorokan gadis itu sakit. "Sakit.."
"Saya ambilkan minum dulu." Ujar Dikta dengan cepat meninggalkan ruangan dan mengambil air di dapur.
Begitu kembali, Dikta menemukan Tiara dalam keadaan mengkhawatirkan. Gadis itu sudah melepaskan pakaiannya dan hanya menyisakan bra beserta celana dalam, pakaiannya berhamburan di lantai. Pemandangan itu membuat Dikta membeku dan menelan ludahnya. Di atas tempat tidur, Tiara bergerak gelisah sambil mengerang kesakitan membuat Dikta mendapat kesadarannya kembali dan dengan cepat menghampiri kasur.
"Tiara!"
"Minum dulu." Dengan sigap Dikta membangunkan Tiara dan membantu gadis itu minum. Tiara masih meringis sakit setelah meminum segelas air putih sampai habis. Dikta juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan lagi. Ia berniat untuk membawa Tiara ke rumah sakit.
Tapi kemudian, Dikta terdiam sebentar hingga akhirnya ia teringat ketika Tiara sedang dipegangi oleh dua laki-laki di Club. Dikta ingat dia melihat laki-laki yang berada di depan Tiara dan membuka pakaian Tiara sempat memaksa gadis itu untuk meminum sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm All Yours
RomanceWarning: Mature Content, Konten Dewasa (18+) Mereka tahu, hubungan mereka terlarang. Tak seharusnya seorang guru menjalin hubungan asmara dengan gadis yang merupakan muridnya. Tapi, apakah cinta yang tidak bisa mereka kendalikan ini adalah sebuah do...