6. Kekecewaan

3.9K 88 1
                                    

Sepulang dari restoran cepat saji bersama Dikta tadi, Tiara langsung menelpon ayahnya berkali-kali. Dalam perjalanan pulang, Dikta tidak bertanya apapun mengenai masalahnya dan Tiara bersyukur akan hal itu karena dia juga tidak tahu harus menjelaskan seperti apa. Karena teleponnya berkali-kali tidak diangkat, akhirnya Tiara menelpon nomor asisten ayahnya dan ketika tersambung ia segera meminta untuk berbicara dengan ayahnya.

"Papa udah pulang? Besok sarapan bareng yuk." Ujar Tiara berusaha seceria mungkin, tapi jawaban di seberang sana tidak memungkinkan untuk dirinya menyembunyikan kesedihannya. Dia penasaran, apakah semua perkataan Tante Siska itu benar.

"Tiara, kamu tau darimana? Papa sekarang udah di bandara, mau balik lagi." Banyak kata-kata yang ingin Tiara ungkapkan begitu mendengar jawaban itu. Tiara sedih, marah, kecewa, tapi tidak ada satupun kata yang keluar dari mulutnya.

"Kenapa Papa ga nemuin aku dulu?" Tiara kecewa bukan main, ternyata semua perkataan Tante Siska benar. Ayahnya tidak pernah peduli dengan dirinya, Tiara bagai anak yang terbuang. Sejak ia dititipkan kepada neneknya, Tiara jarang sekali bertemu ayahnya. Hanya ketika hari-hari penting di mana keluarga besar berkumpul. Selebihnya, ayahnya tidak pernah ada untuknya. Kemudian Tiara dapat mendengar suara perempuan yang ia yakin merupakan ibu tirinya di balik sana. "Siapa, Sayang?"

"Maaf Tiara, mungkin lain kali. Sekarang, gimana kalo papa transfer uang? Kamu bisa seneng-seneng sama temen kamu sebagai gantinya." Setetes air mata mengalir di pipi Tiara, bukan itu yang Tiara mau. Dia tidak pernah menginginkan uang, yang ia butuhkan hanya ayahnya tetapi sangat sulit untuk ia dapatkan. Tiara tidak bisa berkata apapun dan hanya terdiam hingga ayahnya memanggilnya kembali. "Tiara?"

"Oke. Transfer yang banyak." Balas Tiara dengan cepat, susah payah ia berusaha agar suaranya tidak bergetar. Tiara langsung mematikan sambungan telepon dan menangis sejadinya. Tiara tidak pernah merasakan tidak diinginkan oleh orang-orang seperti ini dalam satu malam. Pertama Dikta, lalu ayahnya.

Tiara memutuskan untuk pergi ke Club dan mengajak beberapa temannya, tetapi mereka semua tidak ada satupun yang bisa hadir dengan berbagai alasan. Hanya satu dan itupun setelah Tiara memaksanya karena pria itu tidak pernah pergi ke Club, dia adalah Bryan.

Sesampainya di Club, seketika salah satu temannya, Regina memberitahu bahwa dia sudah menyuruh beberapa senior mereka untuk menemani Tiara ke Club. Tiara kenal, mereka adalah kakak kelas yang sudah menjadi alumni dari SMA Budi Pertama dan Tiara tahu mereka pasti dengan senang hati mau menemani Tiara.

Ketika masuk, Tiara dapat melihat beberapa rombongan laki-laki melambaikan tangan kepadanya. Tiara tanpa ragu mendekati mereka. Para senior itu adalah anak-anak nakal. Tiara sedikit takut pada mereka, tapi dia tidak peduli. Sekarang yang Tiara butuhkan adalah minuman yang dapat membuatnya tenang.

Setelah meminum beberapa teguk alkohol, kepala Tiara terasa pusing. Dan Tiara baru ingat, dia menyuruh Bryan untuk datang tapi pria itu tidak kunjung datang. Akhirnya dengan susah payah, Tiara melihat pesan dari Bryan di handphone-nya.

Bryan : KENAPA GAK BILANG ADA MAXI DI SANA??

Bryan : Tiara?

Bryan : Gue cabut, sorry.

Tiara meringis ketika dirinya baru ingat bahwa para senior yang bersamanya sekarang adalah orang-orang yang mem-bully Bryan dulu. Dengan cepat gadis itu segera bangkit. Tetapi, Maxi malah mendorongnya kembali untuk duduk.

"Lo mau kemana Tiara?" Ujarnya sambil tertawa puas melihat Tiara yang sudah mulai mabuk. Tiara dengan cepat memberontak dan berusaha untuk pergi meski tenaganya tidak seberapa karena dia sedang mabuk. "Gue mau pulang!"

I'm All YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang