Kawanku, penjahat.

11 4 0
                                    

Saya tertawa terlalu keras siang tadi. Entahlah, rasanya begitu bahagia melihat satu per satu orang beradu argument, menganggap 'lelucon' begitu serius. Yang satu mencari kesalahan, yang lain mencoba membela, ada pula yang mencoba mencari pembenaran.

Ayolah, kawan, tidakkah hidupmu begitu lelah? Mengapa sibuk sekali mengurusi apa yang tidak kamu sukai? Merespon cerita orang, untuk meremehkan. Apa duniamu sebegitu suram? Tidak ada lelucon? Apa kamu pikir hidup tanpa emosi adalah sebuah hal keren yang bisa kamu bangga, kan?

Ayolah, kawan. Dunia begitu lebar dan kamu sibuk ingin tampil elegan dengan tampang datar dibalik topeng kebusukan? Semesta tidak sebaik itu untuk orang yang memeletkan lidah demi ditertawakan atau diperhatikan. Apa kamu pikir itu tindak kedewasaan? Satu ketik jari, satu patah kata, akan mencerminkan semua tingkah lakumu, entah itu yang sesungguhnya atau dirimu yang lain.

Bersenang-senanglah, berfoya-foyalah buat kau sebebas mungkin, tapi ingat saat jemarimu mulai menari di atas papan ketik, saat lidahmu mulai menari di antara larik dan lirik, kau membuka pintu untuk mendapatkan argumen orang lain, komentar orang lain. Sikapi dengan santai. Mungkin bagimu itu guyonan, tapi siapa yang tahu mental seseorang? Dari jarimu mereka mati, dari mulutmu mereka dikuliti. Sesusah itukah menghargai? Mungkin kamu terlalu dipenuhi ambisi, ambisi buruk untuk membuat orang lain terjatuh. (Jatuh yang lebih sakit dari pada bertubruk aspal)

Aku orang terbaik, aku anak terbaik, aku wanita/pria terbaik. Aku adalah yang terbaik diantara semua orang. Kau bebas mengatakan itu pada dunia, tapi tidak untuk merendahkan dunia. 🙂

Distrik tersembunyi
kota tanpa nama. 01 Februari 2021.

Luapan EmosiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang