Aku berteriak meminta belas kasih, tapi telinga menangkap caci maki. Baik aku berhenti, aku akan berdiam diri. Terimakasih atas penghinaan, anda menyadarkanku lebih awal.
Aku menutup mata, mengubur mimpi lantas menghapus segala ambisi. Membunuh perasaan, mematikan harapan lalu menjadikan diri agar abai pada sekitar.
Lambat launnya anda kembali menuntut, memintaku memiliki tujuan hidup, padahal siapa yang dulu meminta agar aku hidup tanpa jalan?
Menghina mimpi, menertawakan harapan, mengakatakan, "kau tidak akan pernah mampu."
Mimpi berawal dari yang kecil. Lantas apa yang selama ini orang-orang ajarkan? "Bermimpilah setinggi langit, gantung cita-citamu setinggi mungkin."
Apa itu hanya omong kosong? Sebaris kalimat bodoh yang mengutuk setiap orang agar terbelenggu oleh ambisi mewujudkan sesuatu yang bahkan itu hanya angan buntu, hanya menjadikan semua orang babu?
Ambisius? Motivasi? Harapan? Mimpi? Yang aku tau semua itu palsu.
Satu-satunya tujuan manusia itu hanya mati. Menikmati hidup? Haha ... kalimat bodoh apa lagi ini? Apa menyiksa diri, memuaskan nafsu pribadi dan membebani kepala dengan segala imajinasi, sampai gila kau terpaku pada sesuatu yang hanya sebuah mimpi? Kau itu bodoh atau apa?
Dulu berbinar mataku menatap harapan yang ku bangun sebegitu agung bahkan nyaris membutakanku. Tapi faktanya, "mimpi setinggi langit" itu hanya kalimat penipu.
Semuanya hanya budak, dengan pengharapan yang semu.
Distrik tersembunyi.
Kota busuk, 06 Februari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Luapan Emosi
PoetryKeluarkan semua yang mengendap dalam hatimu, tidak berguna kau menyimpan cacat hati jika untuk disesali. Bawa dirimu pada kebahagiaan, tumpahkan dengan segala luapan. Luapan Emosi yang akan membahagiakan jiwamu, bukan cuma ragamu. Karya ini berisi l...