39: Surat Perjanjian

2.5K 213 74
                                    

DUA MINGGU KEMUDIAN

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

DUA MINGGU KEMUDIAN ...

Michelle dan Patricia menatap kertas perjanjian yang diberikan Eugenio, sementara sebuah meja menjadi pemisah di antara mereka. Seperti biasa, cerutu terselip di bibir Eugenio saat punggungnya menyangga di kursi kebesarannya.

Selama ini kedua gadis itu berada di daerah kekuasaan Eugenio—De Santis Mansion; diawasi dengan ketat namun tak lagi disekap. Eugenio hanya membiarkannya begitu saja. Menyediakan dua kamar untuk Michelle dan Patricia sebelum kedua gadis itu menikah bersama kedua putranya.

"Cukup bubuhkan tanda tangan dan kita resmi menjadi keluarga."

"Apa?" Michelle mengangkat kepala, matanya bertemu dengan mata Eugenio yang dingin.

"Kalian berdua akan menikah bersama kedua putraku. Jangan lupakan tentang itu." Eugenio meletakkan cerutunya ke meja. "Gerardo dan Marcio adalah bagian dari kelompok ini. Darahku mengalir di tubuh mereka berdua. Dengan hidup bersama, itu berarti kalian berdua akan membantuku memperluas kekuasaan." Bibir Eugenio kemudian tertarik ke atas. "Kalian berdua tak ingin aku melenyapkan kedua putraku bukan?"

Sebelum Michelle dan Patricia mengeluarkan suara, pintu ruangan Eugenio seketika terbuka. Umpatan dan gerutuan sontak terdengar, dan itu terasa familiar.

"Sialan, apalagi ini?!" –Marcio

"Ayah, apa kau menipu kami sekarang?!" –Gerardo

Serempak kedua gadis itu menoleh, terbelalak mendapati Gerardo dan Marcio cuma bisa meronta sia-sia karena kedua tangan yang dipelintir ke punggung. Malah belakang lutut mereka berdua ditendang hingga terpaksa berlutut. Rintihan pun lolos dari kedua mulut lelaki itu. Luka di sekujur tubuh Gerardo dan Marcio memang mulai membaik, tapi pistol yang sigap ditodongkan di belakang kepala, penuh ancaman itu sukses membuat kedua lelaki itu tak bisa berbuat banyak.

"Kau sedang mengancam kami Ayah?" desis Gerardo, matanya berserobok dengan Michelle sedetik, sebelum kemudian terpusat pada Eugenio. "Seharusnya dari awal aku tahu, kau takkan melepaskan kami dengan mudah."

"Brengsek!" Marcio cuma mengumpat, dan ketika bersitatap dengan Patricia ia terdiam sejenak. Sebab gadis itu menatap sengit padanya. Tentu saja, persoalan di antara mereka berdua belum usai.

Selama tinggal di sini, Patricia tak pernah berbicara padanya. Bahkan tak datang menjenguknya di kamar. Berbeda dengan Michelle, yang beberapa kali Marcio lihat berbicara pada Gerardo. Padahal waktu dirinya terluka parah, tangisan Patricia begitu keras. Seolah takut melihat kematiannya. Terkadang Marcio tak habis pikir, sampai kapan gadis itu sanggup bertahan dengan sikap munafiknya.

"Jadi... kalian berdua ingin menentangku atau menyetujuinya?" Eugenio tak menggubris Gerardo dan Marcio di dekat pintu, dan fokus berbicara pada Michelle dan Patricia yang kini telah menatapnya kembali. "Setelah kalian menikah, kalian juga akan tinggal di sini, bersama kami. "

End Of MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang