36: Bom Yang Tersembunyi

2.3K 207 91
                                    

Darah terciprat di dalam helikopter dan itu berasal dari lengan Gerardo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Darah terciprat di dalam helikopter dan itu berasal dari lengan Gerardo. Rasanya sangat menyakitkan seolah tulangnya tengah diremukkan. Namun pegangan Gerardo pada kaki Rigel belum terlepas, meski tak seerat awalnya.

"Kau masih bertahan hm?"

Gerardo bernapas nyeri, tak merespon Rigel. Dengan tenaga yang tersisa, tangan Gerardo yang lain terjulur menarik kemeja Rigel kasar. Alhasil helikopter itu oleng sejenak, bersamaan dengan itu Rigel mengerang akibat kepala Gerardo yang membentur keningnya keras. Kesempatan itu digunakan Gerardo untuk menyelinap.

Tapi sialnya saat Gerardo berhasil ke dalam, dan mencoba membuat helikopter itu tetap terbang stabil; dengan satu tangannya yang masih baik-baik saja, Rigel menjambak rambut Gerardo dari belakang, berlanjut mencekik lehernya dengan lengannya dan menodongkan pistol di pelipis Gerardo yang dibebat.

Gerardo mendesis, nyaris kesulitan bernapas, matanya bergulir ke samping pada Michelle yang belum terbangun. Gadis itu mungkin akan mati jika ia terlambat. Sebab Gerardo sadar tangan Michelle mengucurkan darah yang banyak; entah apa yang telah dilakukan Rigel padanya. Namun Gerardo takkan akan tinggal diam.

"Aku bersumpah kau akan baik-baik saja, Michelle," ucap Gerardo susah payah, lalu melirik ke luar, pada awan yang berderak.

"Dan aku bersumpah kau akan mati detik ini, Gerardo," imbuh Rigel dengan napas kacau. Sebelum pelatuk pistol itu ditarik oleh Rigel, Gerardo lebih dulu membelokkan helikopter itu dengan tangkas, alhasil Rigel yang tak siap terhempas keluar.

Kini, gantian Rigel yang bergelantungan di bawah, bahkan pistol yang tadi dipegangnya telah meluncur di dasar; entah di mana. "Kuakui kau cukup pintar Gerardo. Kau menemukanku dengan mudah, entah bagaimana. Tapi kau melupakan satu hal." Rigel tersenyum picik saat mengeluarkan sebuah remote di kantong depan kemejanya. Terpaan angin kencang menyapu wajahnya.

"Helikopter ini sebentar lagi akan meledak." Lalu, tanpa ragu Rigel menekan tombol di remote itu. Gerardo spontan mengumpat, "Sial!"

"Sepertinya kau sudah melihatnya."

Gerardo tak menggubris ucapan Rigel. Matanya sedetik pun tidak berpaling dari bom yang terpasang di bawah kursi Michelle. Bunyi tiap detiknya yang berjalan, menandakan peledak itu baru saja diaktifkan.

"Tidak ada satu pun dari kita yang akan tersisa, Gerardo."

"Ucapkan itu hanya pada dirimu, brengsek," balas Gerardo, lalu bergegas, membuka pintu helikopter di sebelah Michelle, dan langsung mengendong gadis itu, melingkarkan satu tangan lemah Michelle di lehernya, walau ia harus meredam rasa sakit di lengannya yang terluka cukup parah akibat ulah Rigel. Setelahnya, ia langsung melompat ke bawah tanpa pikir panjang.

Sementara Rigel belum menyadari tebing yang ada di hadapannya, dan tepat ia memutar kepala ke depan, matanya terbelalak. Umpatan tak sempat lolos dari bibirnya sebab helikopter itu telah menabrak tebing dengan keras.

End Of MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang