***
***Laluna berjalan dengan lemah nan lunglai. Wajahnya pucat tanpa rona pagi ini. Layu selayaknya bunga yang belum diguyur air. Tatapannya hampa tak berkesan, seperti tidak begitu tertarik pada kehidupan. Beberapa kali anak itu mengabaikan berbagai sapaan ramah dari kawan-kawan lintas jurusan.
Rasanya tubuh terasa remuk, sedangkan kepalanya meraung-raung meminta oskadon pada puan. Kaki jenjangnya seperti tak larat lagi untuk melangkah, teringin Laluna menelpon Hanis dan meminta kakak kelasnya itu untuk menggendong dirinya sampai ke kelas. Tapi hari itu, ia kan sudah menolak cinta pemuda itu – malu bos. Laluna sempat berpikir jika darah rendahnya tengah kumat pasca kejadian kemarin sore. Sementara keningnya yang selebar GBK itu tampak apik berkolase dengan plester bunga-bunga merah jambon.
Bahkan untuk berteriak saat ini Laluna tidak mampu saat Sarah dengan sekonyong-konyong menggaplok punggungnya dengan keras. Gadis itu terdiam sembari melotot – menahan sakit.
“Diem-diem aja neng?” Sarah berkoar-koar tidak tahu malu. Pagi-pagi begini seharusnya masih adem dan tenang, tapi karena gadis itu teriak-teriak nggak jelas, morning vibes nya jadi berantakan.
Dan Laluna diam saja, enggan menyahuti pertanyaan tak berbobot seperti itu.
“Wah parah sih. Kayanya lo lagi kerasukan setan gagu ya?” Sarah menyipit. Pasalnya pagi-pagi begini biasanya Laluna sudah menciptakan polusi suara di sepanjang koridor. Tapi pagi ini, gadis itu Nampak loyo tak bertenaga.
“Gue harus laporan Tian sih ini!! Bener-bener kejadian langka. Syukur Alhamdulillah akhirnya gue bisa ngerasain pagi yang damai.” Gadis gblk itu merentangkan kedua tangannya lebar-lebar dan berderap lebih cepat dari sebelumnya selayaknya seorang narapidana yang baru keluar dari bui setelah bertahun-tahun lamanya.
“SARAH!! Gue betot congor lu ya?!” setelah teriakan maut Laluna mengudara, akhirnya anak itu kembali menoleh. Hanya untuk mendapati dengan lebih jelas lingkar hitam dibawah mata Laluna. Rasanya tidak untuk hari ini, kerap kali Sarah mendapati Laluna selayaknya korban dari kedzaliman seseorang.
“Lun, plis deh. Muke lo kenapa kaya orang penyakitan gitu?!”
Tangan Laluna merangkak pelan diantara dinding-dinding kelas bahasa, karena kepalang pusing – anak itu teringin merebah diri. Pun jika memilih istirahat di rumah tak akan membantu sama sekali, lebih baik numpang rebahan di UKS.
“Gue lagi males ribut sama siapapun hari ini Sar! Lain kali aja kita gelut nya.”
Udara di sekitarnya terhirup selayaknya gas panas. Bahkan kedua mata Laluna kini sudah tak mampu terbuka sempurna, namun langkah-langkah hampa itu tetap terbina menuju ke tempat dimana ia bisa menggolekkan kepalanya dengan damai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandika Untuk Asa | Hamada Asahi [✔]
Teen FictionKetika langit mulai mengabu, lantunan sendu untuk Asahi mengudara. Tepat saat biru lukanya mampu menepikan mendung-mendung diatas sana. Membawa sajak-sajak luka dari Laluna untuk pergi menemuinya. [Proses Revisi] ©Sembilanxxx, 2021 [Senandika Untuk...