***
Singgah nya tak cukup lama
Saat ia memutuskan untuk membawa kembali rasa, Pulang pada dekap sang nabastala.***
Tumpahan jingga merata pada setiap sudut langit sore, anila turut menyempurnakan suasana kepergian sang Baskara. Di pantai ini, Laluna dan Asahi memutuskan untuk duduk menekuk lutut diatas pasir putih. Laluna sempat pulang setelah dari rumah Asahi untuk berganti baju--kini Ia mengenakan kaos lengan panjang dengan sablon bertuliskan kata NGANU!!! di depan dadanya. Sementara itu, Asahi mengenakan sweater biru langit. Keduanya sama-sama saling terdiam, Asahi memilih menerawang ke laut lepas. Dunia ini seperti tak memiliki ujung baginya.
Diam-diam tangan Laluna meraup seonggok pasir dan membentuknya menyerupai sebuah kue ulangtahun. Gadis itu mengukir nama Asahi disana, lengkap dengan simbol zat mudah terbakar pada cairan kimia. Hingga tahu-tahu Asahi mengambil tangannya, menelusupkan dengan jari-jarinya tanpa menatap Laluna. Pasir yang masih menempel pada tangan Laluna seolah terasa tidak menganggu bagi Asahi.
"Asahi?"
"Sebentar aja." Katanya tanpa mengalihkan pandangan.
Pada akhirnya Laluna hanya mampu menghela napas pasrah dan menopang dagunya dengan lutut. Sementara tangan kanannya masih terus bermain-main diatas kue pasir miliknya.
"Lun, aku bingung mau ngomong apa." Asahi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Laluna memutar matanya dengan malas. "Ya nggak usah ngomong kalo gitu."
"Tapi aku pengen ngomong!" Asahi menunduk, pundaknya turun--sedang hela napasnya terasa begitu berat.
"Yaudah ngomong!" Tatapan Laluna meredup, tidak sejengkel tadi. Keheningan yang semula kini dipukul mundur oleh debur ombak yang membasuh luka pada atma.
Asahi terdiam lama sebelum menatap Laluna yang kini juga memandang nya. Matanya menyipit saat angin berhembus lebih kuat dari sebelumnya, satu hal yang baru Asahi sadari selama ini. Wajah Laluna sama sekali tak tersentuh make up sore ini. Lantas, hastanya bergerak menyingkap anak rambut Laluna yang jatuh. Sore ini, surai Laluna sengaja dikepang dua.
Asahi menemukan sesuatu. Luka yang telah mengering ada disana, dan sisa-sisa keunguan bekas benturan malam itu oleh Lalisa.
"Ini yang dia lakuin ke kamu selama ini?"Laluna memutuskan untuk tak menjawab.
Hembus napas Asahi terdengar, sentuhannya terlepas darisana dan beralih memandang langit sore. Sudut-sudut cakrawala itu dijamah oleh rona jingga keunguan yang menandakan bahwa swastamita hendak pulang pada peraduannya.
"Asahi," Ujarnya lirih, hampir terdengar seperti sebuah bisikan. "Sejauh apapun kamu memutuskan untuk pergi, aku minta kamu berjanji untuk tetap kembali suatu hari nanti."
Lengkungan itu kontan tercetak pada bibir Asahi. Dalam pendar kedua tatapnya, bukan lagi kekosongan yang bertahta--namun hembus dinginnya anila yang kini menjelma menjadi sosok penuh luka disampingnya.
Laluna mengangkat jari kelingking nya di depan wajah Asahi. Sementara itu, Asahi menoleh bersama keredupan yang menaungi airmuka nya. Tidak butuh waktu lama bagi Asahi untuk menautkan jari kelingking nya dengan kelingking milik Laluna. Dibawah siraman senja, siluet kedua tangan yang saling bertaut tampak begitu apik.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senandika Untuk Asa | Hamada Asahi [✔]
أدب المراهقينKetika langit mulai mengabu, lantunan sendu untuk Asahi mengudara. Tepat saat biru lukanya mampu menepikan mendung-mendung diatas sana. Membawa sajak-sajak luka dari Laluna untuk pergi menemuinya. [Proses Revisi] ©Sembilanxxx, 2021 [Senandika Untuk...