12# Mereka Dan Airmata

292 52 11
                                    


***

Bukan perihal titik terendah
Nyatanya Asahi memang lelah
Pada semesta yang tengah marah
Ataupun cakrawala yang enggan mengalah

***

Laluna turun dari ojek setelah tiba di depan rumah. Dapat ia lihat, mahligai sederhana itu telah gelap gulita. Gadis itu berjalan menuju gerbang yang sudah ia duga pasti dikunci oleh Lalisa. Tidak ada jalan lain selain memanjat dinding samping.

Daksa terasa amat remuk, tetapi gadis itu mencoba baik-baik saja. Ia mulai memanjat meski kakinya sempat tergores kawat berduri dan serpihan-serpihan kaca yang sengaja dipasang disana.

Laluna menjatuhkan tubuhnya pada rumput-rumput hias. Dengan bantuan lampu taman, wanodya mulai mendudukkan dirinya dan mencabuti pecahan-pecahan kaca itu. Lantas gadis itu melangkah pelan-pelan untuk masuk ke dalam rumahnya agar tidak membuat kebisingan.


Mahligai itu tampak gelap dari luar.

Saat kepalanya melongok dari daun pintu, tepat saat itu pula lampu dinyalakan dan dirinya mendapati Lalisa tengah melipat kedua tangannya di samping sofa. Gadis itu berdiri sembari menatap Laluna tajam. Lantas dia berjalan dengan langkah lebar kearah Laluna yang masih mematung. Laluna tersentak saat tangannya ditarik kasar oleh Lalisa hingga pada akhirnya, tubuh kecilnya dihempas kearah dinding.

Laluna menunduk untuk menatap tangannya yang telah mengeluarkan keringat dingin yang sedikit memerah karena terdapat goresan ditangannya. Disaat Laluna menunduk, Lalisa mulai menarik rambut Laluna hingga wajahnya yang semula pucat karena kedinginan kini memerah menahan sakit.

Laluna ingin pergi ke tempat dimana semua orang tak mampu melihatnya lagi. Laluna pun tak larat dengan luka-luka yang bersarang dalam dirinya. Jika masanya disini telah usai, Ia ingin cepat-cepat pergi.

"Mau jadi perempuan murahan lo ha?" Lalisa semakin menarik rambut Laluna saat adiknya itu hanya diam dan memejamkan matanya tanpa ada niatan untuk menjawab.

"Nggak tahu diri! Gue kerja supaya lo bisa hidup enak. Bukannya belajar biar lo jadi orang kaya dan bisa ganti semua uang gue malah keluyuran nggak guna. BODOH!!" Kali ini Lalisa benar-benar membenturkan kepala Laluna, sampai Ibu pun keluar dari kamarnya.

Rasanya teramat pening, hingga tiba-tiba ludira pekat mengalir dari hidungnya. Begitu pilu keadaan gadis itu. Laluna ingin sekali berpegang pada tali paling kuat yang diulurkan oleh seseorang, namun ia tak bisa. Tak akan pernah bisa.

Ibu menatap Laluna dengan dingin. Sementara gadis itu mencoba melindungi kepalanya saat Lalisa mencoba membenturkan kembali pada dinding. Netranya memerah, matanya berhasil dibuat berkaca-kaca saat darah mulai mengalir dari dahinya. Namun lagi-lagi Laluna memutuskan untuk tidak menangis.

Saat Lalisa mencengkeram kedua pipinya, Laluna memejamkan matanya. Sejujurnya dia tak kuasa menatap kedua manik kakaknya. Laluna tak ingin, Lalisa melihat matanya sendiri.

Plakk.

Plakk.

Laluna memegangi pipinya yang terasa kebas. Pada akhirnya dia tak lagi mampu membendung air matanya. Gadis itu beringsut memeluk kaki Ibu yang masih berdiri dalam diam.

Senandika Untuk Asa | Hamada Asahi [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang