13. Bantu Aku Bertahan

296 52 25
                                    


3 hari yang lalu...

"Papa?"

Dery membulatkan matanya kala tahu siapa dibalik kaca mobil yang terparkir di depan halte. Ternyata Mahendra. Pria yang selama ini ia kira ayah kandungnya. Entah kenapa, sejak ia mengetahui bahwa ia bukanlah anak kandung Mahendra, ia merasa hilang respect pada pria itu.

"Masuk!" katanya ketus dengan tatapan nyalang.

Dan Dery hanya mematuhinya.

"Kamu sudah tahu kan, kalau saya bukan orang tua kandung kamu?" Mahendra memulai percakapan, dengan tangan yang masih memegang setir, dan mata yang memandang ke luar.

Dery lantas terperangah. Ia pikir, Mahendra tidak tahu kalau dirinya sudah tahu.

"Ba-bagaimana, Papa tau?"

"Setahun yang lalu, kamu mengunjungi panti asuhan tempat kamu dibuang dulu, kan? Asal kamu tau, saya lebih berjasa dari pada orang tua kamu yang membuang kamu di teras panti asuhan! Jadi jangan sekali-kali kamu menyalahkan saya atas keputusan yang saya ambil dulu, gara-gara kamu, saya cerai dengan istri saya!"

Dery terdiam menunduk. Tak mampu mengelak apapun. Ia pikir, ia sudah cukup dewasa dibandingkan beberapa tahun yang lalu untuk menghadapi ini, tapi nyatanya ia masih merasa terbuang. Ia tak bisa menerima apa-apa yang telah diperbuat orang-orang dewasa dahulu untuk dirinya. Mereka semua, membuat seolah-olah dirinya tidak pantas untuk dilahirkan.

"Maaf...maaf Pah," akhirnya, hanya seucap kata itu yang mampu ia lafalkan.

"Kamu sudah tahu kalau kamu bukan bagian dari keluarga saya, tapi kenapa kamu masih tinggal di rumah bersama putri saya? Jujur, kamu gak pernah apa-apain putri saya kan?"

"Papa!" Dery sedikit membentak. "Senakal-nakalnya saya, saya tidak pernah berbuat hal yang tidak pantas! Walaupun kalian pada akhirnya membuang saya seperti ini, Gia akan tetap menjadi adik saya!"

"Tidak bisa seperti itu," Mahendra tersenyum sinis, lalu setelahnya ia mengeluarkan amplop berwarna coklat berisi uang dan selembar foto. "Kamu tidak penasaran tantang orang tua mu?"

Refleks, Dery langsung merebut amplop itu lalu membukanya. Ada rasa yang tak ia tahu kala ia melihat foto berisi seorang perempuan yang menggendong bayi di depan panti asuhan yang pernah ia temui dulu.

"Papa tau orang tua saya dimana?"

"Akan saya beri alamatnya, tapi kamu harus pergi dari kota ini, dan jangan pernah kembali!"







☁️☁️☁️








Sudah hampir satu pekan perempuan yang biasanya bersisik di barisan bangku belakang itu tidak masuk sekolah. Terkadang memang begitu, berharganya kehadiran seseorang dirasa ketika orang itu menghilang lama.

Perindu Langit [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang