☁️Pagi-pagi begini, ummi selalu mendapati putra dan putrinya diam di balkon sambil menatap langit. Baginya, Ghaza dan Ghazi adalah dua anugerah yang Allah berikan untuk hidupnya. Ia bahagia memiliki putra dan putri seperti mereka.
Tapi, kadang umminya juga takut kalau sudah melihat Ghaza menatap langit lama-lama seperti ini. Ummi pernah bilang, bahwa Ghaza itu ibarat pangeran yang jatuh dari langit, dan ingin cepat-cepat kembali kesana. Sungguh, bukannya ia memaksakan kehendak, tapi ini hanya naluri seorang ibu yang tak mau kehilangan anaknya.
"Ummi, Ghaza berangkat dulu ya,"
Lamunan Ummi Sarah buyar begitu Ghaza sudah ada di hadapannya, entah sejak kapan.
"Jangan lupa bawa obatnya ya,"
"Siap mi, jangan khawatir," ucap Ghaza sambil mencium punggung tangan Ummi yang sudah tampak keriput. "Ummi, Kakak berangkat ya,"
"Hati-hati ya, Kak!"
"Hati-hati, Kak," Ghazira juga mencium tangan sang Kakak.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumussalam," jawab Ummi dan Ghazi berbarengan.
Ghazi menatap Ghaza yang perlahan menjauh dari pandangan. Jika boleh jujur, ia sangat bersyukur punya kakak sebaik Ghaza. Ya, meskipun cek-cok diantara kakak adik itu selalu ada, tapi selepas kepergian Abinya tiga tahun lalu, satu-satunya laki-laki yang menjadi tempat sandaran dirinya hanya Ghaza. Rasa takutnya akan kehilangan Ghaza juga sama seperti umminya, ia sungguh tidak mau membayangkan hal itu terjadi.
☁️☁️☁️Ghaza pernah bercerita, bahwa ia bercita-cita jadi pejuang Islam. Ia juga ingin mengumrohkan Kakek, Nenek, Ummi dan Ghazi kalau ada rezeki nanti. Tapi, mungkin gak ya mimpi Ghaza tercapai? Begitu pikirnya yang langsung diaminkan sang ibu.
Sejak kecil, Ghaza memang sudah tampak berbeda dengan remaja seusianya. Disaat anak seusianya sibuk dengan game, film, hiburan dan sebuah kebucinan klasik, ia lebih memilih menghabiskan waktunya di masjid atau di madrasah bersama anak-anak.
Walaupun Ghaza terbilang alim dan sampai dijuluki Akhi kasep di sekolah, jangan bayangkan penampilannya seperti Ustadz-ustadz kondang di televisi. Soal penampilan, Ghaza tidak terlalu menonjolkan kealimannya, justru ia lebih suka pakaian yang simple dan casual. Seperti hoodie dan jeans hitam misalnya.
Selain terkenal dengan julukan Akhi kasep, di sekolah Ghaza juga sangat terkenal karena sikap dingin dan tegasnya. Dan entah mengapa, sikap dinginnya itu justru membuat banyak perempuan tergila-gila. Kalau kata si Encan mah, "Yang mau jadi pacarnya si Jeno KW teh bisa ngantri sepanjang tol Jagorawi!"
Perihal Ghaza yang katanya mirip Jeno personel boy band Korea, hal ini tidak ada yang menyangkalnya, karena memang bisa dibilang sangat mirip, bahkan lebih ganteng. Julukan Jeno KW ini, siapa lagi kalau bukan Gia yang mencetuskannya.
Pada awal masuk kelas 11, Gia bahkan pernah menempelkan foto Ghaza dan Jeno NCT di mading hingga semua orang berbondong-bondong untuk melihatnya. Dari sanalah, Ghaza mulai yakin bahwa Gia benar-benar perempuan sengklek seperti yang teman-temannya katakan.
Seumur hidup, Ghaza tidak pernah membayangkan bisa bertemu dengan perempuan macam Gia ini, hari-harinya yang lurus seolah jadi berantakan karena kehadirannya. Seperti sekarang misalnya, baru saja ia datang ke kelas, satu teriakan telah menyambar gendang telinganya dengan keras.
"JENOOOOOO!!!" teriak Gia dari ujung persimpangan sana. Membuat semua siswa yang berada di koridor kelas menatap padanya.
"Astagfirullah, Hagia! Jaga suara lo, suara cewek itu aurat tau!" protes Ghaza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perindu Langit [END] ✓
Ficção Adolescente"Aku selalu merindukan langit, tapi aku tak yakin bisa meninggalkan orang-orang yang kusayang di bumi" -Ghaza Asyiqos Sama' "Untukmu perindu langit, ajarkan aku tuk merindu pada Rabbmu," -Hagia Sophia ©YusiAlfatih-2021