3. Tentang Hagia

372 111 133
                                    

Sebuah fakta bahwa Gia adalah gadis yang sengklek sudah bukan lagi hal yang bisa disangkal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah fakta bahwa Gia adalah gadis yang sengklek sudah bukan lagi hal yang bisa disangkal. Pasalnya, walaupun wajahnya tergolong sangat cantik di sekolah, sebuah julukan 'Gia Gila' sama sekali tidak akan bisa hilang karena memang begitu adanya.

Namun, sebobrok-bobroknya dan segila-gilanya Gia,  dia juga punya mimpi dan cita-cita. Katanya ia bercita-cita kuliah di Turki, tapi sukanya sama Oppa Korea, pengen bisa bahasa Arab, tapi yang dipelajari bahasa Korea, pengen hafal Qur'an kayak Ghaza, tapi yang dihafal lirik lagu Korea.

"Ya aminin dulu aja deh! Julid amat sama yang berbau Korea!" katanya setiap kali disindir sama si Enchan yang anti Korea tapi kesenengan kalau udah dibilang mirip Baekhyun EXO. Ah sudahlah namanya juga manusia.

Di depan orang lain, Gia mungkin terlihat bahagia seolah tidak memiliki beban hidup. Tapi nyatanya semua itu salah, kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari luarnya saja. Setiap orang pasti punya masalah dan beban dalam hidupnya, hanya saja itu kembali kepada pribadi masing-masing, mau menunjukkannya atau menyimpannya sendiri.

Nampaknya Gia ini termasuk kedalam kategori yang kedua. Ia lebih memilih menyimpan semua beban hidupnya dalam-dalam tanpa menunjukkan di depan layar. Tidak yang tahu memang, Gia yang selalu terlihat ceria di sekolah nyatanya berubah menjadi pendiam mana kala sudah menginjak rumah.

Malam itu Gia baru saja pulang dari rumah Ghazi, ia ingin memulai belajar Islam. Sebetulnya sudah lama niat ini terpendam, tapi baru kali ini lah ia menemukan orang yang tepat untuk ia jadikan guru.

Ceklek!

Gia membuka pintu rumahnya. Begitu terbuka, kedua netranya langsung tertuju pada dua manusia yang tengah melakukan hal yang tak pantas di ruang tamu. Aroma alkohol pun menyeruak di seluruh ruangan.

"Bang Dery!" teriak Gia. "Mau sampai kapan Abang seperti ini!"

Rasanya Gia sudah muak dengan keadaan Abangnya yang terlalu sering didapati mabuk bersama seorang perempuan seperti ini.

"Heh lo cewek murahan! Balik lo! Pergi lo dari rumah gue!" kesabaran Gia sudah habis, segera ia menyeret perempuan berpakaian kurang bahan itu keluar. Sedang, Abangnya sudah terkapar mabuk diatas sofa.

"Jangan pernah lo dateng lagi ke rumah ini atau deketin Abang gue!" ancam Gia.

"Dasar! Suruh juga tuh Abang lo biar dia gak deketin gue!"

"Pergi lo!" bentak Gia sekali lagi.

Kini Gia berjalan gontai menghampiri Abangnya yang mungkin sudah tak sadarkan diri. Perlahan Gia menjatuhkan lututnya, ia menangis benar-benar menangis hingga tangisannya membuat laki-laki yang terkapar itu sayup-sayup mendengarnya.

"Bang...Gia gak mau Abang kayak gini, mana Abang yang selalu nasihatin Gia? Mana Abang yang selalu motivasi Gia buat terus semangat? Mana?"

Percuma saja, pertanyaan Gia akhirnya hanya dijawab dengan keheningan malam di rumah yang selalu kelam ini. Ia menatap seluruh sudut di rumah itu, rasanya baru kemarin ia dan dua abangnya tertawa bersama, menceritakan segala hal yang random, bermain game dan belajar bersama.

Perindu Langit [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang