"It's not good to laugh at someone. Done use someone's weakness as a joke!"
-Huang Renjun-
.
.
.
☁️.
.
.Hari masih pagi, udara juga masih terasa dingin sisa hujan semalam. Namun rasanya Rendi sudah kegerahan sebab sepertinya simulasi perang dunia ketiga akan segera dimulai di kelas ini. Siapa lagi kalau bukan Gia yang memulai.
"Annyeong ayyuhan nasss!"
Suara cempreng Gia yang baru saja datang dari kantin seketika membuat semua orang lantas menoleh. Ada yang merasa risih, ada juga yang bersikap biasa saja karena mungkin sudah maklum dengan kelakuannya.
Kali ini, entah apa yang akan dilakukan anak itu. Dari lagaknya tampak ada yang mencurigakan. Ia seperti mengendap-endap saat masuk, lalu menghampiri Jilan yang tengah menulis pelajaran yang ketinggalan karena ia sempat absen beberapa hari kemarin.
"Gi, gak lucu Gi, itu apa yang lo sembunyiin!" Jilan memundurkan kursinya.
"Ting!" saat Gia mengatakan itu, ternyata tangannya sudah menenteng kumis kecoa yang kaki-kakinya sudah tampak berontak.
"Ihh...Gi! Geli gue! Jauhin gak?"
"Ih Jilan, ini kan lucu!"
"Lucu dari mana! Jorok Gia, ih! Jauhin gak!"
Jilan sepertinya tidak berbohong, dia benar-benar ketakutan, wajahnya sudah memerah dan tanpa ia sadari keringat dingin di pelipisnya sudah bercucuran. Melihat Jilan seperti itu, Gia belum menyerah, ia masih melancarkan aksinya untuk membuat Jilan ketakutan.
"Gia, udah ih kasihan Jilan!" tegur Jaquan yang duduk di sampingnya.
Gia menghiraukan.
Sekarang, giliran Rendi yang turun tangan. Refleks tangannya menggebrak meja dan berucap, "Gia! Jangan pernah kamu gunakan kelemahan seseorang buat kesenangan kamu! Itu gak baik!"
Mendengar itu, Gia yang sempat tertawa diatas ketakutan Jilan seketika memudar. Dan tanpa sadar ia melepaskan kecoa itu dari tangannya. Lalu, entah bagaimana kecoa itu kini terbang bebas di dinding kelas, membuat semua siswa berteriak ketakutan.
Rendi menghela nafas sekali lagi. Apalagi, kini kecoa itu terbang ke arah Enchan yang sedang asyik memainkan gitarnya. Sudah bisa dibayangkan bagaimana suasana kelas pagi itu.
"GIA!!! SINGKIRIN KECOA ITU!!!"
Alih-alih menolong Enchan, Gia malah tertawa terpingkal-pingkal. Pasalnya, wajah Enchan begitu lucu saat ia terpojok di sudut kelas hanya karena seekor kecoa. Tidak hanya Gia, bahkan semua siswa pun ikut tertawa menikmati pemandangan itu. Tak sedikit juga yang mengeluarkan handphone nya untuk sekedar merekam Enchan yang ketakutan.
"TOLONG!!! LAZU, MAHESA, TOLONGIN GUE DARI SERANGGA MENJIJIKKAN ITU PLIS!!!"
"GAK BISA CHAN, GUE JUGA GELI!!!" Lazu menyembunyikan wajahnya di balik buku, katanya ia takut wajah tampannya dicium makhluk menjijikkan itu.
"ELAH LU ZU, GA SETIA KAWAN BANGET, GILIRAN GOMBALIN CEWEK AJA LO BERANI!!! AAAAKKK!!" teriakan Enchan terdengar lagi sebab kecoa itu semakin menyudutkannya.
"Masalahnya gue gak tau itu kecoa cewek apa cowok, Chan!" sumpah, bukannya Lazu tidak ingin menolong, tapi dia juga geli.
Jika sudah begini, Rendi butuh Ghaza untuk turun tangan, hanya anak itu yang bisa membuat seorang Gia mengentikan aksinya. Tapi saat ia mengedarkan pandangannya, Ghaza tidak ada di kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perindu Langit [END] ✓
Teen Fiction"Aku selalu merindukan langit, tapi aku tak yakin bisa meninggalkan orang-orang yang kusayang di bumi" -Ghaza Asyiqos Sama' "Untukmu perindu langit, ajarkan aku tuk merindu pada Rabbmu," -Hagia Sophia ©YusiAlfatih-2021