Si Mata Satu

68 50 4
                                    

***

"Ck, Kenapa bersembunyi di sini. Sialan"

"Keluarlah!!"

Seorang laki-laki berteriak, menendang botol di bawah kakinya. Ia memakai seragam SMA, bajunya dikeluarkan, dua kancing atasnya dibiarkan terbuka.

"Ewh, menjijikkan. Apa ini tempat tinggalnya? Tempat ini seperti neraka" Seorang dibelakangnya menyahut, dia seorang gadis. Rambutnya yang hitam panjang dikuncir tinggi, semua kancing seragamnya dibuka, memperlihatkan kaos hitam  di balik seragamnya, ia mengenakan rok merah kotak-kotak sepaha, mereka terlihat seperti berandalan.

"Alvin! Anna!" Panggil seseorang, mereka menoleh.

"Hai Carol, kau sangat lambat" Ujar Anna mendengus.

Carol tersenyum kecut, lalu merapikan rambut coklatnya. Carol mengenakan sweater hijau tua yang menutupi seragamnya sampai paha membuat rok pendeknya hanya kelihatan sedikit. Ia mengerutkan hidungnya, baunya apek sekali, tempat ini sangat aneh, sejak kapan ada rumah kosong ditengah hutan.

Tak lama tiga orang menyusul, dua laki-laki dan satu perempuan, mengenakan seragam yang sama.

"Dimana orang itu?" Tanya seseorang, tangannya terkepal. Dia terlihat sangat marah.

"Mungkin dia bersembunyi, Sean" Seseorang menjawabnya, seorang gadis berponi bermata sipit, dia adalah Levi. Sean mendengus.

"Pengecut!" Katanya.

"Sebaiknya kita pergi sekarang" Ujar seorang laki-laki. Ia mengenakan kacamata, wajahnya terlihat dingin.

"Apa Henry takut, hm?" Ujar Anna, tersenyum mengejek.

"Hei, jalang! Jangan lari!" Alvin berteriak, langsung berlari mengejar seseorang.

Mereka semua terkejut lalu dengan cepat ikut berlari menyusul Alvin. Alvin berlari kencang, mengejar seseorang berhodie abu-abu. Orang itu cepat sekali membuat Alvin kewalahan. Mereka menaiki tangga menuju lantai dua lalu masuk ke sebuah ruangan.

"Mau kabur kemana kau sialan" Alvin mengumpat menunjuk orang di depannya. Jarak mereka cukup jauh.

Orang itu memakai masker, mata kirinya ditutup seperti bajak laut. Ia menatap Alvin tajam, netra birunya melotot. Alvin tersenyum meremehkan.

"Matamu bagus juga" Ujarnya.

Tak lama teman-temannya menyusul. Kini ruangan itu berisi tujuh orang.

"Aku sudah menunggu sangat lama" Orang itu berbicara, membuat mereka semua terkejut. Dia seorang gadis!

"Apa maumu?" Carol bertanya, menatapnya lurus.

"Nyawa kalian" Jawabnya singkat, suaranya datar sehingga terdengar menakutkan. Henry memasang wajah datar tapi keringatnya mulai menetes, tubuh Levi bergetar bersembunyi dibalik tubuh tinggi Henry.

"Tidak perlu berbicara omong kosong bitch!" Anna berteriak, menggeram marah.

"Apa ucapanku terdengar seperti omong kosong?" Ujar orang itu tenang.

Sean mendesis marah, orang ini membuat kesabarannya habis.

"Apa kami mempunyai salah padamu?" Carol bertanya, suaranya tenang. Dia tidak ingin terpancing emosi.

"Hahaha. Kau masih bertanya?" Orang itu tertawa mengejek.

Henry menggeram, orang ini membuat emosinya tersulut.

"Kau hanya perlu menjawabnya. Bukan bertanya balik" Ujarnya kesal. Alvin menganggukan kepalanya.

"Dosa kalian terlalu banyak! Kalian memang pantas mati" Orang itu menjawab, suaranya tajam.

"Huh, memangnya siapa kau? Memangnya kau tak pernah berbuat dosa?" Anna mendengus, meremehkan.

"Kalian akan membayarnya karena telah mengganggu kehidupan kami" Ujar orang itu.

"Apa kau gila? Bahkan kau yang mengganggu kami duluan" Levi menyela, merasa kesal.

Carol menatap tajam gadis misterius itu. Apa sebenarnya maunya? Gadis itu menghujani mereka dengan sampah saat mereka berjalan di lorong, apa berjalan di lorong sepi merupakan kejahatan? Dia rasa lorong itu juga tidak bertuan, dan sekarang apa? Dia mengatakan bahwa mereka mengganggunya? Siapa disini pengganggu sebenarnya.

Gadis bermasker itu tersenyum miring, lalu terkekeh pelan.

"Asap!" Sean memekik

"Kejutan!" Kata Gadis bermasker itu. Mereka melotot, asap memenuhi ruangan.

"Kebakaran" Ujar Levi panik. Mereka semua berlari menuju pintu, menyelamatkan diri.

Mereka berlari hendak menuruni tangga. Lantai satu dipenuhi api, mereka panik. Mustahil bisa keluar.

"Bagaimana ini?" Levi mulai panik, ia menutup hidungnya. Asap mulai menebal.

"Sialan" Sean mengumpat.

"Kita bisa menerobosnya" Ujar Alvin.

"Tidak. Itu terlalu beresiko " Carol memotong.

"Kau ada ide Carl?" Anna bertanya, dia terbatuk, nafasnya sesak.

"Ikut aku" Ujar Carol, berlari menuju ruangan sebelumnya.

Kosong

Kemana gadis bermasker itu melarikan diri? Carol menuju jendela, berusaha membukanya.

"Kita lompat dari sini" Ujarnya. Mereka semua terkejut.

"Apa kau gila!" Levi berteriak khawatir, tulangnya bisa patah jika lompat dari lantai dua.

"Dibawah ada kolam, kita tidak akan mati" Kata Carol. Ia menaiki bingkai jendela lantas melompat keluar. Mereka saling berpandangan, lalu dengan cepat menyusul Carol.

"Orang itu sangat sinting! Kurasa dia memiliki gangguan kejiwaan" Anna mendesis, merapikan rambutnya.

Mereka semua basah, duduk dibawah pohon di tengah hutan, cukup jauh dari rumah kosong itu.

"Apa dia akan membunuh kita?" Levi bertanya

"Apa yang bisa dilakukan seorang gadis kecil sepertinya kepada kita? Hei sadarlah, kita ber-enam. Dia hanya sendirian" Ujar Alvin mendengus.

"Jangan meremehkannya Alvin, dia hampir memanggang kita hidup-hidup" Henry memperingatkan.

"Jika bertemu lagi, aku akan mematahkan lehernya" Sean menggeram, matanya merah, terlihat sangat marah.

Carol menghela nafas. Siapa sebenarnya orang itu?

***

SinnersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang