Asmodeus

10 2 0
                                    








Alvin tidak pulang sampai tengah malam.




Carol menggigiti kukunya risau, berjalan mondar-mandir dengan gelisah. Ia mencoba menghubungi Alvin, tapi ponsel Alvin sepertinya dimatikan.

"Seharusnya dia sudah pulang kan?" Tanya Carol pada Sean yang terlihat santai memainkan ponselnya.

"Hm, entahlah" Jawab Sean tak acuh.

Carol merebut ponsel Sean, menatapnya marah.

"Apa kau sama sekali tidak perduli? Ada apa denganmu, hah?!" Suara Carol meninggi.

Sean diam, tetapi rahangnya mengeras menahan amarah.

"Ponselnya tidak aktif" Ujar Carol bermonolog, masih berusaha menghubungi Alvin.

Tiba-tiba bel berbunyi, mengalihkan perhatian mereka. Carol dan Sean saling berpandangan. Siapa yang datang tengah malam begini?

Dengan pelan mereka mendekati pintu, saling berpandangan ragu. Carol mengintip melalui lubang pada pintu, mengecek keadaan. Kosong, tidak ada siapapun.

Carol menatap Sean, mengangguk meyakinkan. Sean mengerti, perlahan ia membuka pintu. Lorong apartemen terlihat lenggang. Siapapun yang menekan bel, orang itu pasti sangatlah cepat.

"Sean..." Panggil Carol lirih.

Sean menoleh, menyernyit menatap Carol yang sedang melihat ke bawah.

"Sial," Umpat Sean, dia berlari menuju lift. Menekan tombolnya dengan cepat. Lalu masuk ke dalam lift dengan tergesa.

Carol ambruk, menatap amplop orange di depannya dengan nanar. Amplop orange artinya milik Alvin.

Air matanya mengalir lagi, fikirannya dipenuhi skenario terburuk. Ia sangat takut.

"Tenanglah Carol, ini pasti petunjuk," Ujarnya meyakinkan diri sendiri.

Ia mengambil amplop itu, dengan ragu membukanya.









Note :

Kami kedatangan Asmodeus hari ini, jadi kami ucapkan selamat datang. Asmodeus mewakili nafsu jadi dia suka bermain dengan wanita, tapi kali ini dia bermain dengan wanita yang salah.











Carol menutup mulutnya, menahan isakan yang keluar. Tak hanya catatan, dalam surat itu juga terdapat dua buah foto. Foto Alvin dan Anna. Kepala Anna tertutup kain seluruhnya, sedangkan wajah Alvin terlihat sangat kacau dengan banyak lebam.

"Sialan aku tidak bisa menyusulnya," Sean mengumpat setelah keluar dari lift.

"Carol, hei. Ada apa?" Tanya Sean mendekati Carol.

Sean mensejajarkan badannya dengan Carol, meraih foto dan catatan yang dipegang Carol. Matanya memerah, terlihat sangat marah.

Ponsel Carol berbunyi, sebuah pesan masuk. Carol mengabaikannya, terlihat sangat frustasi. Sean mengatur nafasnya yang masih memburu, perlahan mengambil ponsel Carol. Ia membuka pesan yang masuk, dari nomor tak dikenal.

"Carl..." Panggil Sean.

"Kita harus pergi sekarang." Lanjutnya. Carol menatapnya tanpa ekspresi.

"Alvin dan Anna, aku tau mereka dimana," Ujar Sean mantap.






















***














"Oh Asmodeusku yang malang" Stella mengelus pipi Alvin yang telah bonyok dan membiru.

"Apa kau masih mengingatku, dear?" Tanya wanita itu.

Alvin tak menjawab, menatapnya dengan tatapan benci.

"Apa yang kau lakukan pada Anna, Jalang!" Umpat Alvin.

Stella tersenyum dibalik maskernya, netra biru dan hijaunya bersinar. Ia berjalan memutari Alvin yang terikat di sebuah kursi. Ketukan heels nya menggema, membuat suasana makin mencekam.

"Aarrrggghhh" Alvin berteriak. Stella semakin menekan heelsnya ke selangkangan Alvin.

"Kau tahu, saat aku mengingat bahwa aku pernah tidur denganmu. Aku merasa sangat jijik dengan diriku sendiri," Ujar Stella.

"Apa yang kau lakukan padaku bajingan!!" Seru Stella, dia menampar pipi Alvin.

Alvin meringis kesakitan.

"Aku sangat menyesal telah menyukaimu saat di Sekolah Menegah, kau memang lelaki brengsek hahaha. Kau meniduri wanita lain setelah tidur denganku? Apa kau tidak tau betapa aku merasa sangat kotor?!" Stella tertawa hambar.

"Aku merasa sangat terkhianati," Lanjutnya.

"Aku tidak bermaksud-"









Dor









Ucapan Alvin terpotong, sebuah peluru bersarang di paha kanannya.

"Aaarrgghh" Alvin berteriak kesakitan.

Stella melirik ke pojok ruangan, menatap sosok berpakaian tertutup seba hitam itu dengan kerlingan manja.

"Biarkan dia menyelesaikan ucapannya, dear," Tegur Stella pada rekannya, ia mengerucutkan bibirnya.















Rriinnggg riinnnggg












Suara alarm di ruangan itu berbunyi, mengalihkan perhatian mereka.

"Sayang sekali Asmodeus, aku tidak bisa berlama-lama denganmu. Aku harus menangkap ikan besar hari ini hihihi," Stella terkikik.

Ia mengambil seutas tambang yang diberikan oleh rekannya, lantas berjalan kembali mendekati Alvin.

"Semoga kau mendapatkan banyak wanita di neraka," Ujar Stella, ia mengalungkan tambang tersebut ke leher Alvin.

Alvin meronta, tapi ikatan di kursinya terlalu kuat. Stella tertawa lagi, meraih pistol di sakunya.














Dor dor










"Aaarrrggghhh" Alvin maraung.

Stella melepaskan dua tembakan di masing masing tangan Alvin. Ia tersenyum samar, melepas ikatan tangan Alvin di kursi. Alvin tak melawan, seluruh badannya tak bisa digerakkan.

Stella menekan sebuah tombol, membuat suara mesin terdengar menderu. Tubuh Alvin perlahan terangkat ke atas, tali di lehernya terhubung dengan katrol pada mesin.

Alvin meronta, tangannya mati rasa dan tidak bisa di gerakkan. Wajahnya membiru, tercekik.

"Bagaimana rasanya saat jiwamu ingin bertahan tapi ragamu tidak mampu?" Stella terkekeh.

Tubuh Alvin mengejang, lidahnya terjulur bersamaan dengan air liurnya yang menetes. Matanya melotot dengan tatapan ngeri.

"Ahh, aku akan menangkap ikan yang sangat besar hari ini," Stella merenggangkan tubuhnya.

Matanya melirik komputer di sisi kirinya, menatap dua orang yang terdapat dalam layar komputernya sambil tersenyum menyeramkan.

Carol dan Sean terlihat berdiri di depan mobil dengan wajah khawatir.




SinnersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang