Bebek Buruk Rupa

121 31 16
                                    

Tema: Buat karya yang melanjutkan kisah dongeng/legenda yang ada. Dongeng/legendanya harus dapat dikenali ya.

***

Amelia mengajakku untuk berkeliling hutan dengan harapan dapat menemukan orang yang dapat membawaku pulang.

Dia juga baru di tempat ini, aku hanya mengikuti ke manapun Amelia berjalan. Amelia kadang berhenti untuk memberikan tanda pada pohon menggunakan batu agar dia mengingat jalan mana yang sudah pernah ia lalui.

Hutan ini merupakan pemandangan yang baru untukku, aku tidak pernah pergi ke hutan sebelumnya. Aku menghela napas dalam, merasakan udara sejuk yang masuk melalui hidungku, segar rasanya, dan itu membuatku sedikit lebih tenang.

Tempat aku tinggal ada kota yang penuh dengan asap kendaraan, tidak ada yang namanya udara segar dari hasil fotosintesis tumbuhan. Pohon saja sudah jarang melihatnya.

Suasana yang indah ini setidaknya menjadi penghibur batinku yang tengah risau. Hutannya tidak gelap dan suram sama sekali, cahaya matahari masih mampu mengenai tanah.

Kami sampai di sebuah sungai, airnya begitu jernih hingga aku bisa melihat dasarnya. Aku tidak pernah bisa melihat air sejernih ini lagi, airnya keruh di kotaku.

"Kamu haus? Ayo diminum," ajak Amelia dengan posisi tangannya yang sudah siap menampung air.

Aku menggelengkan kepala. "Itu kotor."

Airnya memang jernih, tapi siapa yang tahu kandungan yang ada di dalamnya, aku tidak ingin merasakan sakit perut. Aku hanya akan meminum air yang sudah dimasak.

"Kamu sendiri lihat 'kan? Ini jernih sekali." Amelia menyeruput air yang ia tampung pada telapak tangannya sembari ber-hah segar.

"Air biasanya dimasak dulu." Aku menatap air jernih itu lamat-lamat, kelihatan bersih, sih. Tenggorokanku yang kering juga ingin dialiri air, tapi apa daya keberanianku yang hanya secuil, tidak ingin menggambil resiko. "Kamu mungkin bisa minum begitu, tapi aku tidak bisa."

"Memangnya semua orang memasak air dulu sebelum meminumnya?" Amelia bertanya penasaran.

"Iya."

"Aku tidak tahu itu, soalnya semua orang yang kutemui saat mengembara juga langsung meminum air dari sungai."

"Air di tempat tinggalku keruh." Aku langsung menjelaskan alasannya langsung.

"Seberapa keruh?" tanya Amelia yang membuatku bingung mau bagaimana menjelaskannya.

Aku ber-um sejenak. "Mungkin agak kehijauan. Jadi kami harus menyaringnya terlebih dahulu, memasaknya, baru bisa diminum."

"Tidak praktis, ya?"

"Ya, begitulah, tapi untung saja air dari keran itu yang sudah disaring, jadi tinggal dimasak." Aku melanjutkan penjelasanku mengenai apa yang orang-orang lakukan sebelum orang minum air di kotaku.

Minum air dari parit, terdengar menjijikkan dan sangat tidak higienis.

Percakapan tentang air itu tidak dilanjutkan lagi. Aku hanya duduk di sebelah Amelia yang masih menikmati air segar dari sungai itu.

Mataku membulat saat melihat tiga ekor bebek yang berjalan di tepi sungai, dua berwarna kuning cerah, yang satu lagi berwarna agak pucat. Kaki kecil berselaput mereka menapak tanah, mereka berbaris.

Aku tidak berbohong, mereja terlihat sangat lucu. Gerakan berjalan mereka membuat keimutan mereka bertambah. Astaga, aku tidak akan bisa melihat ini di tempat asalku.

Tak mengalihkan pandangan dari mereka, aku terus menerus menperhatikan mereka yang berjalan dengan birit yang bergerak ke kiri dan ke kanan.

"Kamu suka melihat mereka?" Amelia bertanya demikian setelah mengikuti arah tatapanku.

Cerita si Pengembara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang