Malam Terakhir di Geleliyo

43 20 0
                                    

Tema: Buka website https://www.history.com/this-day-in-history. Pilih tanggal ulang tahun kalian, lalu buat cerita berdasarkan kejadian bersejarah pada hari itu.

 Pilih tanggal ulang tahun kalian, lalu buat cerita berdasarkan kejadian bersejarah pada hari itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Mereka bernyanyi. Bernyanyi dengan suka cita. Tumbuhan di desa ini baru saja mendapatkan jiwa baru, mereka merayakannya dengan nyanyian.

Berjalan menuju matahari, kejayaan tak akan terenggut, jiwa-jiwa selalu bernyanyi, mekarlah kemakmuran, pohon tetap bertahan di malam kelam, itulah lirik dari lagu yang tengah mereka nyanyikan.

Aku menyimak setiap lirik mereka karena sedang merasa bosan. Kami bertiga, aku, Amelia, dan Yivi, duduk di bawah pohon yang daunnya baru saja muncul.

"Nada lagu ini sangat bersemangat," tutur Amelia seraya melirik ke arah anak-anak dan remaja yang saling bergandengan tangan, membentuk lingkaran, dan bernyanyi.

"Desa Geleliyo in terkenal dengan pohon itu, pohon yang didongengi oleh Amelia," jelas Yivi yang tentu saja tahu banyak. "Pohon itu tidak hancur dan layu meski ada peperangan. Namun, kutukan Gigilia sanggup membuatnya layu."

"Peperangan?" Aku mengernyitkan dahi.

Yivi mengangguk. "Desa ini dulunya bagian dari sebuah kerajaan, tapi semua bagian kerajaannya sekarang lenyap, hanya tersisa desa ini. Negeri seberang ingin mengambil wilayah ini karena tanahnya yang subur."

"Kamu dengar kalimat 'saat api mencuat, hancur semuanya tak tersisa, tertinggal pohon yang terus menguarkan udara, mekarlah kemakmuran'," Yivi menatap anak-anak yang bermain tadi. "Api-api dilempar dengan naga, tapi dengan keteguhan, mereka berhasil mengalahkan naga itu, memenangkan peperangan ini. Tempat mereka hancur, tapi pohon itu tetap berdiri seperti jantung dari desa."

Aku dan Amelia masih menyimak Yivi yang belum selesai bercerita. "Dari kisah yang diceritakan secara turun temurun, pencipta lagu ini merupakan penduduk desa ini yang merantau ke kerajaan seberang. Dari jauh dia melihat pohon itu, titik hijau di antara tanah gersang lainnya."

"Bagaimana mungkin tanahnya subur bila sudah pernah terbakar?" tanyaku penasaran, agak keluar dari topik pembicaraan.

"Api dari naga itu berbeda dari api biasa, seperti punya kandungan tertentu, makanya tanah di sini sangat subur. Benarkah begitu?" ucap Amelia, tidak heran bila pengembara sepertinya tahu banyak, dia, kan, sudah sering berkeliling.

"Iya," ujar Yivi. "Jadi itu asal lagu yang dinyanyikan mereka. Judulnya Pohon yang mekar. Bahkan api naga tidak mampu memusnahkannya. Entah kenapa Gigilia bisa membuatnya layu, eh, tapi pohonnya tetap tidak hancur."

Aku terdiam sejenak, benakku terus menerus mengatakan kalau ini tidak terdengar asing. Ini mirip dengan cerita sejarah yang pernah diceritakan seseorang.

Sejarah lagu nasional Amerika Serikat. Aku ingat. Tentang seorang pujangga bernama Key yang menciptakan puisi setelah melihat bendera negerinya yang berkibar di pelabuhan.

Terasa sama, beda tempat. Kebetulan yang menakjubkan.

"Kamu kenapa?" Amelia menggengam tanganku, membuat aku berhenti memikirkan tentang kesamaan cerita Yivi dengan cerita sejarah tentang seorang pujangga di negeri barat.

"Kepikiran cerita Yivi." Aku berterus terang. "Agak mirip dengan salah satu sejarah yang pernah aku dengar."

"Ceritakan, ayo." Yivi menatapku bersemangat, dia jadi seperti Amelia saja. Kenapa orang-orang yang aku temui rata-rata mirip Amelia, sih?

Aku menghela napas, lalu bercerita tentang Key. Ya, aku tidak ingat nama lengkapnya. Ingatan itu samar, aku tidak terlalu mengingat detail ceritanya, tapi ceritanya lumayan melekat dalam benakku.

Key adalah seorang pujangga. Dia pergi dari negerinya untuk bernegosiasi soal membebaskan seorang tahanan Amerika yang mana adalah kawannya. Pada saat itu, Inggris dan Amerika telah berperang selama lebih dari delapan belas bulan.

Dari tempat Key berdiri, tepatnya di kapal, dia melihat langit yang berubah menjadi merah. Dia bisa menebak kalau Inggris telah meluncurkan serangannya pada Amerika. Tembakannya menguarkan asap, membuat Key yakin kalau Inggris memenangkan peperangan.

Saat matahari menyambut, asapnya menghilang. Key melihat bendera Amerika yang berkibar di langit, bukannya bendera Union. Lantas, Key menulis puisi tentang kejadian ini dan beberapa tahun kemudian, puisinya dijadikan sebagai lagu kebangsaan Amerika. Itu yang aku ingat.

"Ternyata mirip," komentar Yivi saat aku selesai bercerita. "Aku tidak menyangkanya."

"Aku juga," celetuk diriku.

Aku mendongkakkan kepala ke atas. Benar saja, daunnya semakin banyak, bercerita memang mengisi jiwa tumbuhan di sini, seperti sihir saja.

Ini adalah malam terakhir, kami akan melanjutkan perjalanan besok pagi. Semoga tidak ada hambatan.

Lagu-lagu itu mengakhiri malam. Tentang pohon yang masih berdiri walau diterjang api naga, lagu itu terus berputar dalam benakku.

To be continued ....

18 Febuari 2021

Lemony's note

Ahahha, mereka masih stuck di desa Geleliyo 😭✨ Kalau temanya anu, susah buat keluarnya 😭

Tema yang ini sempat bikin aku bingung, untung masih bisa nyambung, tapi entah kenapa ceritanya terasa aneh.

Chapter kali ini pendek, cuma 600 kata, jadi bisa update siang-siang, yey.

Segitu aja untuk cuap-cuap hari ini, see you in the next chapter! (。•̀ᴗ-)✧

Salam hangat,
Lemonychee 🍋

Cerita si Pengembara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang