Bagian 1 ; mulai

270 26 32
                                    

Satu bulan berlalu pasca pandemi covid 19. Dan hari ini adalah hari dimana, seluruh manusia sudah bisa bebas menghirup udara segar tanpa takut akan terkena virus.

Pembelajaran daring yang melelahkan sudah dihilangkanan. Mulai sekarang, semua murid sudah menjalani harinya dengan normal.

Tapi, hal yang aneh telah terjadi.

Di setiap sekolah menengah atas dan sederajat, semua pembelajaran ditiadakan. Dan digantikan dengan sebuah tugas yang dinamakan

"Main Character"

——————

"Alhamdulillah ya Allah HAHAHAHAHH AKHIRNYA!! BYE BYE DARING WUUUHHUUUUU!!"

Satria Galih Mahendra. Laki laki humoris, bandel, suka ngajak ribut dan pemalas yang sayangnya pintar. Entah apa yang bisa membuat anak pemalas ini pintar bahkan tanpa belajar. Sahabatnya sedari embrio yang berusaha mengalahkannya berulang kali pun tidak pernah berhasil barang sekalipun. Mungkin otak satria sudah dirancang sedemikian rupa dari pabriknya sehingga tidak perlu belajar pun dia dengan sangat mudah menerima pelajaran.

Yang mengherankan adalah, dia seringkali tidak bisa mengikuti pelajaran jika tidak mood. Jadi, nilai satria itu tergantung mood nya. Jika dia sedang tidak ingin belajar maka dia akan menjadi lebih bodoh melebihi adik sepupunya yang masih kelas 5 SD.

Satria berangkat pagi pagi ke sekolah. Tanpa masker. Tanpa menjaga jarak dengan orang. Tanpa takut dengan virus apapun.

Satria sangat amat bahagia hari ini. Berjoget sepanjang jalan pun belum cukup untuk menunjukkan betapa bahagia nya hati seorang pelajar yang sudah terlalu stress gara gara pembelajaran daring yang membunuhnya perlahan.

Satria memang pintar. Tapi tugas yang datang terus menerus tanpa jeda yang cukup dan juga materi yang diberikan seenak jidat serta penjelasan yang sulit dimengerti dan dicerna oleh otak karena terhalang jarak, membuat satria menjadi sangat kesulitan dalam belajar. Dia yang awalnya pintar di segala mata pelajaran pun harus merasakan apa itu frustasi karena tidak memahami pelajaran. Jadi jangan salahkan dia jika saat ini dia sangat bahagia.

Saat sudah mendekat ke gerbang sekolah, dia banyak bertemu teman temannya yang sudah sangat ia rindukan. Mulai dari adik kelas, teman seangkatan hingga orang orang yang mengantar mereka.

Masih dengan senyumnya, Satria memperhatikan gedung sekolah dengan perasaan puas. Satria mengernyit heran saat tidak melihat satu orang guru pun yang menunggu di dekat gerbang.

Biasanya, saat pagi semua guru yang sudah hadir akan berjajar di gerbang sepanjang pintu masuk untuk menyambut dan menyalami muridnya. Ini merupakan kebiasaan yang diterapkan sejak sekolah ini berdiri 47 tahun yang lalu.

"Heleh mungkin mereka lupa" Gumamnya acuh dan berjalan dengan santai memasuki sekolah.

"Yo! Ma brader!" Satria sempat terhuyung saat seseorang dengan lancang merangkul pundaknya dengan kuat. Saat menoleh Satria hanya mendengus. Dia lagi dia lagi.

"Dih sapelo?" Satria melepaskan rangkulan orang itu dan lanjut berjalan tanpa menghiraukan temannya yang mengumpatinya dari belakang.

Masalahnya, Satria sudah bosan melihat orang itu. Zhong Chenle. Tetangganya yang juga temannya sedari embrio. Buang sampah lihat muka dia, mau olahraga di depan rumah lihat muka dia, mau beli garam di warung pun lihat muka dia. Memang ya, hidupnya tidak akan pernah bisa jauh dari pemuda keturunan china itu.

Main CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang