Bagian 25 ; penghianat

3 0 0
                                    

Ketiga anak Adam itu duduk terdiam untuk beberapa menit. Setelah kejadian 'pengakuan' itu terjadi mereka hanya bisa termenung dalam pikiran mereka masing masing.

"Jadi?" Jinan memecah keheningan. Ia sudah sangat merindukan rumah. Ia ingin segera pulang. 

"Apa?" Tanya Chenle.

"Apa gue sama Andr- abang bisa pulang sekarang? Masalah kita udah kelar kan?"

Andra mengangguk pelan kemudian bersiap untuk keluar kelas. Sementara Chenle menatap kedua kakak beradik itu dengan tatapan heran sekaligus kasihan. 

"Iya"

"Okelah kalo gitu. Kita pam-"

"Harusnya... Iya." Lanjut Chenle. 

Pemuda China itu membuka horden kelas yang tertutup. Diberinya isyarat kepada andra dan jinan untuk mendekat melihat ke arah luar. 

"Apa..."

"Bukannya simulasi udah selesai?" Tanya Andra entah pada siapa. Jadi ini alasan Chenle mengajak mereka bersekutu? Untuk melawan murid yang menggila di bawah sana?

Jika kalian penasaran tentang bagaimana Andra bisa mengetahui tentang simulasi. 

Begini,

Saat Andra terbangun di kelasnya sudah ada Jinan yang menangis keras sembari memeluk tubuhnya. 

Dan selagi Andra menunggu Jinan berhenti menangis, ia melihat lihat sekeliling dan memeriksa kartu identitas milik Jinan yang tidak sengaja terjatuh di dekatnya. 

Bukan identitas seperti sebelumnya, yang tertulis di kartu itu justru adalah kalimat 

"Simulasi telah selesai" 

Andra itu memang tidak secerdas Satria. Tapi setidaknya ia paham simulasi apa yang telah 'selesai' itu. 

Jadi, mengapa semua orang di luar sana masih membunuh satu sama lain?

"Simulasi?" Tanya Chenle heran. Ia sudah kembali duduk di salah satu bangku.

"Coba liat id card lo deh" 

Chenle menuruti perintah Andra kemudian terdiam beberapa saat. Simulasi selesai? itu artinya...

Mereka bertiga saling bertatapan. Merasa ada sesuatu yang janggal.

"Shit!"

Chenle segera menutup horden kelas sementara Andra bergera untuk mengunci pintu. 

Sementara Jinan? Dia bagian terkejutnya saja. 

"Ini- mereka saling bunuh beneran?" Tanya Jinan yang sudah sembuh dari keterkejutannya.

Ia tidak bodoh. Seperti apa yang pernah setiap pelajar rasakan. Setelah simulasi ujian pasti akan diselenggarakan ujian yang sebenarnya. Itu artinya?

---

Pintu terbuka, tangisan lirih menyambut Diza di ruang persegi itu. Diliriknya sepasang laki laki dan perempuan yang tengah terduduk di pojok ruangan, tak beralaskan apapun. 

Sayup sayup yang ia dengar adalah kata 'udah' atau 'Ikhlas' yang membuat air mata berlomba lomba untuk keluar dari mata Diza walaupun sudah ia tahan sebisa mungkin. 

"Jayden Yer... gue kehilangan sahabat gue"

Pelukan erat gadis itu berikan kepada sang pemuda yang terus meracau akibat kehilangan sang sahabat. Tatapan pemuda itu kosong menatap ke depan dengan air mata yang mengalir bebas tanpa mampu ia bendung.

"Gue juga kehilangan seorang sepupu Lucas, kita sama sama kehilangan" Gadis itu mencoba menahan air matanya demi menguatkan laki laki di depannya ini. 

Main CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang