"Kak- ini ga kaya yang gue pikirin kan?" Haris menatap layar mac milik Giska dengan ragu.
Dia terdiam melihat seorang laki laki dengan santainya menembak seorang perempuan yang bahkan tidak melakukan apapun.
"Kak, kita harus gimana?" Tanya Giska, sedikit meringis saat melihat seorang gadis yang mendorog temannya dari atap sekolah.
"Kirim Vian ke SMA Mahardika" Jeffrey segera memanggil Vian untuk menghadapnya ke ruangan.
Tak lama kemudian seorang pria masuk ke dalam ruangan, tanpa berbasa basi lagi pria itu bertanya tentang misinya.
"Cari tahu tentang SMA Mahardika saat ini, beri kita laporan secara live" Perintah Jeffrey kepada orang itu.
"Kemana Vian?" Tanya Jeffrey spontan saat mengalihkan pandangannya menatap pria itu.
"Dia menyusul nanti, anda bisa memberi perintah kepada saya" Jawab pria itu, Vino.
Jeffrey menatap Vino tajam, berniat memarahi saudara kembar bawahannya itu, ia sangat tidak suka terhadap orang yang menyepelekan tugas. Tapi ia urungkan mengingat keadaan saat ini yang sedang genting.
"Baiklah, kamu bisa pergi sekarang" Vino menatap Jeffrey datar kemudian menunduk untuk memberi hormat kepada atasannya dan segera keluar dari ruangan.
Bersamaan dengan Vino yang keluar ruangan, terlihat sosok Randi yang masuk di susul oleh yang lainnya.
Haris dengan cepat menepuk punggung Giska. Dan untung saja Giska cukup peka dan segera menutup laptop miliknya tepat setelah Randi masuk, karena dibelakang anak itu berdiri Satria dengan wajah lelahnya. Sementara Setya dan Karina memilih untuk langsung beristirahat setelah menyapa Haris di ruangan Jeffrey.
"Kalian gapapa?" Tanya Haris, kemudian menatap satu persatu satu teman temannya itu dan mengernyit heran.
"Kemana si Ersten?" Tanya Haris saat tidak melihat keberadaan teman tiang nya itu, well jika Ben mendengar Haris memanggilnya dengan nama itu bisa dipastikan ia tidak akan selamat.
"Ersten siapadah?" Tanya Randi mengangkat alisnya heran.
"si Ben, doi lagi di obatin sama kak Diza. Lumayan parah soalnya" Haris hanya mengangguk pelan mendengar jawaban Satria.
"Kalian bisa langsung istirahat, gue yakin kalian udah cape" Giska memerintah Randi dan Satria.
"Engga cape kok gis, lagipula kita penasaran sama isi chip yang kita temuin tadi" Randi mewakili Satria di sampingnya.
Sementara Giska mendadak gugup. Pemuda itu menatap Haris dan memberi kode supaya Haris mengajak Satria dan Randi untuk keluar ruangan.
Haris sempat menatap Giska heran, tiga detik kemudian dia baru paham dan segera menarik kedua temannya keluar ruangan.
"Apasi narik narik?" Randi berujar sengit kemudian menarik tangannya yang di pegang oleh Haris.
"Tau nih" lanjut Satria.
"Udah ikut gua. Mandi mandi dulu apa gimana gitu, bau tau ga" Haris segera mendorong kedua orang itu memasuki kamar mereka. Mengabaikan Setya yang menatap bingung ketiga temannya.
"Kenapa ris?" Tanya Setya dengan pakaian yang sudah berganti dan tubuh yang sudah wangi. Anak itu berbaring tengkurap di atas kasur dengan sebuah buku di tangannya
"Hah? Apanya yang kenapa?" Tanya Haris balik.
"Itu, abisnya mukamu kaya panik banget" Jawab Setya dengan pandangan ke arah komik di tangannya.
Haris menegang. Apakah ekspresinya telihat sejelas itu? Atau Setya saja yang terlalu peka terhadap orang orang sekitarnya?
"Panik gimana dah, orang biasa aja kok" Ucap Haris sembari berusaha menetralkan ekspresinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Main Character
Random𝐂𝐚𝐫𝐚 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐞𝐥𝐞𝐬𝐚𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐭𝐮𝐠𝐚𝐬 𝐢𝐧𝐢 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡... 𝐌𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐬𝐢 𝐩𝐞𝐦𝐞𝐫𝐚𝐧 𝐮𝐭𝐚𝐦𝐚. Warning! - Local - Semi baku (?) - Harsh word - Upload ulang. Enjoy!