Bagian 12 ; berat

56 8 14
                                    

"LO YANG BIKIN KELUARGA GUE BERANTAKAN BANGSAT!"

"So? That's not my problem!" Sinis Chenle.

Jinan mengumpat dalam hati. Mengambil pistol yang sempat terlepas dari genggamannya saat Chenle dengan tiba tiba muncul dan menendang tangannya.

Mengabaikan rasa sakit di punggung tangannya, Jinan mengarahkan pistol miliknya ke arah yang lebih tua.

Chenle tertawa melihat itu. "See? Bahkan tangan lo masih aja gemetar. Sok sok an mau ngebunuh gue?"

"BERISIK"

Satu tembakan lolos. Untungnya tembakan itu meleset dan tidak mengenai Chenle yang dengan segera bersembunyi di belakang pilar di dekatnya.

Jinan menembakkan senjatanya sekali lagi. Mengumpat pelan saat tidak ada satupun peluru yang keluar dari benda itu.

"Sialan" Jinan kemudian mengambil pisau dari sakunya. Masih dengan tangan yang gemetar, anak itu berlari mendekati Chenle.

Chenle melirik ke arah Jinan yang tengah mengumpat karena peluru dalam pistolnya telah habis.

Bukan, lebih tepatnya chenle melihat kebelakang Jinan.

Pemuda itu menyeringai kecil saat melihat satria yang bersiap memukul Jinan menggunakan tongkat baseball milik kakaknya sendiri.

"JINAN!"

Chenle terkejut dan spontan menarik pelatuk senjatanya berulang kali hingga peluru di pistol miliknya habis tak bersisa.

"ABANG!"

"Bang bangun bang!" Jinan mengabaikan wajahnya sendiri yang telah kotor dengan darah dan mengguncang tubuh kakaknya yang saat ini berada di pangkuannya.

Nafas Andra tersengal-sengal, tetapi Andra masih berusaha untuk melihat adiknya.

"ABANG JANGAN TUTUP MATA!" Pekik Jinan saat melihat mata Andra yang hampir menutup dan tubuh kakaknya yang semakin memucat meski tubuhnya dilumuri darah.

"Abang..." Jinan melihat ke arah perut Andra. Kemudian kembali menatap mata kakaknya, enggan melihat luka yang terlihat sangat menyakitkan itu.

Jinan terisak keras dan menyembunyikan wajahnya di dada kakaknya saat melihat warna mata Andra yang semakin memudar.

Hati jinan mencelos saat merasakan detak jantung Andra yang semakin lemah dan lemah.

Tangan pucat sang kakak terulur untuk mengusap pipi adiknya.

Jinan menatap wajah kakak nya saat merasakan sesuatu yang dingin menyentuh pipi kiri nya. Jinan menggenggam tangan kakaknya dan mengucapkan kata penenang untuk kakaknya.

"Abang kuat kan bang? Ayo sekarang kita keluar dari sini, kita kerumah sakit" Jinan berniat mengangkat tubuh kakaknya tetapi ia kembali terdiam saat tangan andra terasa berat di genggamannya.

"Abang?"

Detak jantung Andra berhenti.

Tidak ada penutupan. Tidak ada kata kata terakhir. Tidak ada senyuman terakhir.

Dengan mulut yang mengeluarkan banyak darah, rasa sakit akibat dihujam belasan peluru dari arah belakang, dan pelukan hangat sang adiklah Andra menghembuskan nafas terakhirnya.

"Abang bangun..." Jinan menatap mata sang kakak yang telah pudar warnanya.

Jinan tidak sedih.

Dia hanya merasa heran.

Bukankah kemarin Andra bercerita tentang rencana mereka menonton konser online Red Velvet?

Bukankah Andra kemarin berjanji akan mengganti gantungan kunci miliknya yang dirusak oleh kucing Andra?

Main CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang