Bagian 23 ; Ezra

14 2 0
                                    

"Satria tenang woy!!" Haris dan Giska menahan tubuh Satria yang terus meronta minta dilepaskan. 

Pemuda itu berniat menyelamatkan Chenle begitu mendengar apa yang sedang terjadi di sekolahnya. 

"Gue gabisa diem aja sialan!" Teriak Satria masih mencoba melepaskan diri dari ganggaman Haris dan juga Giska.

"Saya sudah bilang jangan bertindak gegabah bukan Satria?" Tanya Jeffrey sanksi. 

"YA TERUS GUE HARUS DIEM AJA SEMENTARA SAHABAT GUE LAGI BERJUANG MATI MATIAN HAH?!" 

Jeffrey terdiam. 

"Baiklah. Kita akan mencari cara untuk menyelamatkan sahabat kamu. Tapi kamu harus tenang terlebih dahulu. Kamu tidak ingin mati sebelum bertemu sahabat kamu hanya karna gegabah kan?" 

Satria tertegun. Ia ingat pernah mengatakan hal yang sama persis kepada Andra. Dan justru sekarang orang lain yang mengatakan hal itu kepadanya. 

"Jangan lupa kamu baru saja berhadapan dengan orang orang SM. Mereka tentu tidak akan tinggal diam begitu tahu kamu berkeliaran di dekat sekolah" Lanjut Jeffrey. 

Saat dirasa Satria sudah tidak memberontak lagi, Haris dan Giska melepaskan kunciannya pada lengan Satria. 

"Terus gue harus gimana kak..." Satria berucap lirih dengan mata yang berfokus ke layar mac Giska.

Baru beberapa waktu ia merasa lega bahwa ini hanyalah simulasi, sekarang ia harus menghadapi kenyataan bahwa sahabatnya tengah berjuang menghadapi kematian yang sebenarnya. 

Bukan lagi sebuah simulasi. Itu artinya, jika Chenle tewas disana maka ia tidak akan pernah bangun untuk selamanya.

Jeffrey terdiam memikirkan solusi yang tepat untuk masalah ini. Vino dan Vian mengatakan bahwa forcefield itu tidak bisa ditembus dengan mudah. Dan kalaupun bisa, mereka yakin bahwa SM akan dengan mudah menemukan mereka. 

"Kak" Jeffrey, Satria dan Haris kompak menoleh saat mendengar celetukan Giska.

Rekaman cctv itu memperlihatkan seorang pemuda yang mengambil sebuah anak panah yang menancap di punggung seorang gadis. Begitu layar cctv diperbesar, Satria mengepalkan telapak tangannya dengan emosi. 

Pemuda itu menoleh ke belakang. Melihat ke arah cctv, sedikit memicing untuk memfokuskan pandangan. Dan dengan wajah tanpa dosa melambai sembari tersenyum lebar ke arah cctv. 

"Ezra Deryl Nataya."

---

Jeffrey meregangkan ototnya dan mengistirahatkan tubuhnya di atas kursi singgasananya. Mencoba bersantai sejenak dan melupakan kesibukan sebagai seorang CEO yang merangkap menjadi ketua organisasi rahasia. 

Suara pintu di ketuk membuat Jeffrey mendengus pelan. Siapa yang berani beraninya mengganggu seorang Jullian Jeffrey Asgardian di waktu santainya? Apakah orang orang itu tidak cukup memberinya beban sebagai seorang petinggi sebuah perusahaan?

"Jeff" Sebuah kepala menyembul dari cela pintu yang dibuka sedikit. 

Kekesalan Jeffrey menguap begitu saja saat dia tahu yang mengetuk pintu tadi adalah sang sahabat. Dengan senyum tipis mempersilahkan manusia berparas kelinci itu untuk masuk ke ruangannya. 

"Gimana soal pembagian tugasnya?" Tanya Diza sembari melemparkan sebuah minuman dingin yang ditangkap oleh Jeffrey. 

"Lo ga jadi masukin Ezra di line up kan?" Tanya Diza harap harap cemas. 

Jeffrey tersedak, dengan cepat menatap Diza dengan perasaan bersalah. 

"S-sorry Za, tapi Ezra udah gue masukin di line up" Jawab Jeffrey pelan. Takut orang di depannya mengamuk. 

Main CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang