-19-

19 4 0
                                    

Happy reading ✨

"I-iya Pa?" Tanya Salsa sedikit takut, ia sudah berfikiran papanya akan memarahinya ketika Salsa tidak ada di rumah karena sudah malam. Malam itu Salsa langsung terkejut, air matanya sudah tidak terbendung mendengar apa yang dikatakan papanya di telefon.

"Nenek?" Lirih Salsa lalu menutup mulutnya tidak percaya. Ia langsung menghampiri Rayhan dan mengajaknya untuk segera pulang.

"Ke-kenapa Sal?" Tanya Rayhan kebingungan.

"Cepet Ray, anterin aku ke rumah nenek aku." Jawab Salsa sambil terisak. Tanpa pikir panjang Rayhan dan Salsa berlari menuju parkiran, menabrak kerumunan orang, bahkan Salsa tidak sengaja menjatuhkan seorang perempuan, untung saja perempuan itu memakluminya ketika Salsa meminta maaf dan menjelaskan semuanya.

Rayhan hanya menuruti apa kata Salsa kali ini, ia membawa motornya dengan kecepatan tinggi. Sampai-sampai lampu merah pun Rayhan terobos begitu saja, tidak peduli ia akan ditilang nanti, yang terpenting sekarang adalah Salsa.

Mereka berdua sudah sampai di depan rumah neneknya Salsa. Di sana sudah ramai orang, ia melihat Dito yang sedang di dalam pelukan Intan yang sedang duduk di kursi teras rumah. Salsa langsung berlari masuk kedalam rumah, begitu juga Rayhan yang mengikutinya dari belakang sambil memegang tangan Salsa.

Tiba di kamar Sanah, Salsa berdiri kaku melihat neneknya saat ini. Air mata terus mengalir, mulutnya tidak bisa berkata-kata melihat tubuh neneknya yang saat ini terbaring kaku dengan sedikit senyuman yang terlukis di wajahnya.

"Oma." Lirih Rayhan tidak percaya melihat apa yang sekarang ada di hadapannya. Padahal dia baru kemarin mengenal sosok nenek Salsa, tapi dia sangat terpukul dengan kepergian nenek Salsa. Ya, Sanah sudah pulang kepada Tuhan, mungkin Tuhan lebih sayang kepada neneknya Salsa.

Fano masih memeluk tubuh Sanah yang sudah dingin dan kaku di atas ranjang. Fano tidak menangis, tapi ia terus berbisik di telinga Sanah, berharap dia akan bangun dan memaafkannya sebelum dia pergi untuk selamanya.

Perlahan Salsa berjalan mendekati Sanah, meski langkahnya berat sekali. Baru tadi ia menghabiskan waktu bersama neneknya. Apakah ini tanda perpisahan? Salsa tidak percaya itu, sekarang yang Salsa harus lakukan yaitu mengikhlaskan kepergian neneknya.

"Nenek, maafin Salsa. Hiks, harusnya Salsa jaga nenek, mungkin nenek ga pergi ninggalin Salsa." Isak Salsa sambil mengelus lembut tangan Sanah yang sudah dingin dan pucat. Rayhan mendekati Salsa ia mengelus pundak Salsa bermaksud memberi kekuatan.

"Ini semua Salah kamu! Harusnya kamu jaga nenek kamu! Bukan malah main sama laki-laki itu!" Bentak Fano sambil menuding Rayhan. Rayhan yang tidak tau apa-apa langsung angkat suara karena Fano.

"Om, ini udah takdir. Ini juga bukan Salah Salsa." Ujar Rayhan mencoba tenang, karna ia tau yang sekarang ia ajak bicara adalah orang tua dan papanya Salsa.

"Kamu itu siapa?! Kamu tidak tau apa-apa! Jadi diam!" Bentak Fano lagi sambil menuding Rayhan.

"Asal om tau ya, Salsa selama ini kerja om. Tadi dia terpaksa pergi karena pekerjaanya." Jelas Rayhan. Tapi percumah Saja Rayhan berkata seperti itu.

"Kerja?! Kerja di hiburan malam iya?! Hah?! Dasar anak ga tau diri!" Yah itulah jawaban Fano. Salsa sedari tadi tidak menggagas Rayhan dan papanya, ia masih menangis di pelukan neneknya. Rayhan hanya bisa meredam emosinya. Ia baru mengerti apa yang dikatakan Sanah kemarin kepadanya.

"Kasihan Salsa, orang tua macam apa itu, yang tega memaki anaknya sendiri." Batin Rayhan sambil menatap Fano penuh dendam. Tapi ia pendam semua itu, ia tidak mau kalau ia berdosa karna telah melawan orang tua.

Tak berapa lama, Tante Salsa datang. Ia langsung pulang ketika mendengar kabar ibunya(Sanah) telah tiada. Ia datang bersama dengan suami dan anaknya.

"Dik, bagaimana semua ini bisa terjadi?" Tanya Tante Salsa kepada Fano. Fano mengatur nafas dahulu agar tenang, ia duduk di kursi yang berada di sebelah ranjang Sanah.

"Tadi sore aku kesini mau ngasih uang ke mama. Udah ku ketuk pintu berkali-kali tapi mama ga keluar, sampai akhirnya aku masuk ke dalam. Mama di kamar, aku kira sedang tidur tapi ternyata mama pergi." Jawab Fano dengan tatapan kosong.

"Dan semua ini karna anak itu!" Fano kembali menuduh Salsa yang masih memeluk neneknya. Tapi Salsa sudah tak menangis hanya saja ia menatap terus wajah neneknya Dangan tatapan penuh harapan.

"Fano, kamu ga boleh ngomong gitu! Ini sudah takdir! Kamu ini dari dulu tidak pernah berubah, sama saja. Kapan kamu akan menganggap Salsa sebagai anakmu?!" Ujar Tante Salsa yang sudah muak dengan Fano sedari dulu.

"Tidak akan." Lirih Fano sambil menatap Salsa tajam.

"Stop! Udah Tante Pa, nenek ga akan tenang kalau kayak gini." Telinga Salsa sudah panas mendengar perdebatan tadi. Salsa menarik nafas dalam-dalam mencoba untuk tenang kembali. Pada saat itu, pamakaman mulai di rencanakan. Rayhan masih disitu menemani Salsa, ia memasang bahunya senyaman mungkin untuk Salsa bersandar.

"Ray kamu ga pulang?" Tanya Salsa dengan suara serak, matanya merah dan hidung merah karna menangis tadi.

"Engga, gue temenin Lo sampai Lo tenang."

"Aku udah tenang kok Ray, ini udah malem, kamu cape kan?"

"Yaudah, tapi Lo jangan nangis lagi. Nenek Lo ga akan tenang kalau Lo terus nangis."

"Iya Ray, gih pulang. Maaf baju kamu kena ingus aku." Ujar Salsa lalu tertawa kecil.

"Gapapa ga kelihatan, ya udah gue pulang. Besok pagi gue kesini lagi." Jawab Rayhan lalu pergi meninggalkan Salsa yang duduk di ruang tamu bersama tantenya. Pada Saat Rayhan keluar, ia melihat Intan tapi ia belum jelas melihat wajahnya. Dan Rayhan ada perasaan mengganjal ketika melihatnya, tapi Rayhan tidak peduli, toh dia tidak mau mengait-ngaitkan ke masa lalunya.

+++

Ini hari kedua kematian neneknya Salsa. Hari ini adalah pemakamannya. Rayhan pagi-pagi sekali sudah sampai dirumah nenek Salsa. Di pemakaman itu hanya ada warga setempat, ustadz, Fano, tantenya Salsa dan suaminya, Rayhan, dan Salsa. Tidak ada Intan di situ, karena ia harus pergi ke rumah ibunya yang ternyata sedang sakit dan di rawat di rumah sakit.

Ketika pemakaman selesai, semua warga sudah pulang termasuk Fano dan tantenya Salsa. Tapi Salsa masih ingin menemani neneknya di sebelah batu nisan yang hanya terpampang nama Sanah. Rayhan hanya bisa menenangkan Salsa dan menemaninya sampai Salsa mau kembali pulang. Tak lama, teman-teman Salsa datang termasuk para lelaki yang selama ini menjadi temannya bahkan bisa dibilang sahabatnya.

"Kita turut berduka cita ya Sal." Ujar Gea mewakili teman-temanya yang lain dengan raut wajah sedih, dan ikut berduka.

"Sal, kita pulang yuk. jangan nangis terus, nanti nenek kamu malah sedih." Bujuk Béla lalu membantu Salsa untuk berdiri. Salsa menghapus air matanya lalu tersenyum walau terpaksa.

"Nah gitu dong senyum." Ujar Gea lalu tersenyum lebar. Mereka akhirnya kembali kerumah nenek Salsa.

Itulah fungsi sahabat, saling menguatkan dalam situasi apapun, saling membantu bukan malah pergi disaat kita susah.

jangan lupa vote and komen ✨

Strong Gril Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang