"Besok sore pukul 17.30 Restoran disamping kantor kamu."
Arimbi membaca pesan singkat dan to the point dari Bagas. Besok Arimbi tidak terlalu sibuk, ia bisa menemui Bagas tapi bertemu di restoran disamping kantornya bukanlah ide yang bagus. Meski tidak kenal dekat, pelayan-pelayan di restoran itu pasti mengenali wajahnya karena ia sering makan di sana. Ia tidak mau orang-orang kantornya tahu sebelum acara Nesa nanti.
"Okey, tapi jangan di restoran samping kantor aku."
Tak lama sebuah pesan masuk ke ponsel Arimbi.
"Ada ide dimana?"
Sebenarnya Arimbi pengen sekali ke Senja kafe, sebelumnya Bagas menolak untuk ke sana. Apa sekarang ia mengusulkan Senja kafe lagi pada Bagas? Kalau dia menolak lagi gimana ya? Batin Arimbi. Tapi kenapa juga dia nggak mau ketemu di sana? Belum juga Arimbi memutuskan tempat pertemuan, Bagas telah mengirim pesan lagi. Selain to the point ternyata lelaki itu juga tidak sabaran gerutu Arimbi.
"Dimana aja, yang penting jangan di Senja kafe."
Tuh, kan, benar dugaan Arimbi. Apa mungkin tempat kerjanya disekitar sana sama seperti dirinya yang takut ketahuan oleh teman-teman kerjanya. Ya, ya, pasti begitu pikir Arimbi.
"Restoran cepat saji di pertigaan Sudirman, nggak terlalu jauh dari kantor aku."
Arimbi melepas ponselnya, ia menuju kamar mandi. Kegiatan rutin sebelum ia tenggelam dalam mimpi indah adalah mencuci wajah, menggosok gigi setelah itu ia memakai krim malam.
Arimbi berniat tidur lebih awal malam ini, setelah menarik selimut sampai dada Arimbi kembali membuka pesan balasan dari Bagas.
"Okey."
***
"Eyang, Bagas pamit dulu. Besok pagi ada meeting." Pamit Bagas pada Eyang.
"Belum terlalu malam, Bagas." Ucap Eyang tidak suka.
"Sudah pukul sembilan lewat tiga puluh menit, Eyang."
Dengan raut wajah kesal, Eyang berkata, "Besok pagi kamu jemput Tiara di hotel. Ajak dia ke kafemu, dia mau belajar bisnis katanya."
Bagas menghela napas pelan, "Besok aku jemput. Om, Tante saya pamit dulu, selamat malam." Kali ini Bagas pamit pada orang tua Tiara.
Bagas naik ke lantai dua, kamarnya ada dilorong sebelah kanan paling ujung dekat dengan balkon. Dilorong ini ada tiga kamar tidur yang cukup besar. Satu kamar tidur milik Bagas, adiknya_..... dan kamar tidur tamu jika ada keluarga yang menginap.
Lorong satunya ada kamar Eyang dan kamar kedua orang tua Bagas. Lorong disini memiliki ruang tengah yang cukup besar yang biasa dijadikan ruang keluarga. Waktu kecil, ketika mati listrik kami akan berkumpul diruangan itu. Eyang, Ayah dan Ibu akan bergantian untuk menceritakan kisah-kisah leluhur kami ssbelumnya termasuk kisah cinta Ayah dan Ibu.
Sesampainya di kamar, Bagas melepas pakaiannya, mengganti dengan kaos oblong berwarna abu tua dan celana pendek berwarna hitam. Bagas menggosok gigi lalu membasuh wajahnya setelah itu ia menuju balkon. Memandangi lagit malam yang gelap dengan bintang-bintang yang nyalanya tidak begitu terang. Tak lama ia melihat Tiara dan keluarganya memasuki mobil. Perlahan mobil suv putih itu meninggalkan rumah putih.
Bagas menghela napas, entah apa yang membuat perasaannya gelisah akhir-akhir ini. Seperti ada bagian dirinya yang kosong, harusnya kembali ke kamarnya bisa membuat dirinya nyaman. Namun, perasaan itu masih ada ditambah oleh tamu yang tidak diharapkannya. Udara malam semakin dingin, Bagas masuk ke dalam kamar, menutup pintu kemudian naik ke tempat tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blind Date
RomanceRaden mas Bagaskara Rahagi Hammani, pemuda tampan berkulit hitam manis, tengah dipusingkan dengan permintaan sang eyang yang mendesaknya untuk segera menikah. Alasannya klise, karena usianya sudah matang untuk menikah, dan Bagas tidak merasa seperti...