Alohaaaaaaaa...
Ketemu lageeeeee 😍
Maaf ya lamaaaaa 😢 lagi sibuk banget di duta, si dedek sakit jadi bener-bener nggak bisa ngetik, alhamdulillah sekarang dedek udah baikan, meski idungnya masih meler😇
Selamat membaca ya😘
.
.
.
.
."Mukamu kenapa kayak gitu?" Tanya Kresna.
"Kayak apa?"
"Lagi mikirin urusan satu negara aja." Ujar Kresna sembari melempar pantatnya di kursi, kedua lengannya bersandar pada sisi kursi.
"Ini lebih rumit dari urusan negara." Balas Bagas.
Kresna berdehem, "satu-satunya masalah yang bisa mengalahkan segala urusan ya masalah cewek."
"Tepat sekali."
"Arimbi?"
Bagas menggeleng.
"Tiara kalau begitu." Ucap Kresna.
"Dia terang-terangan dihadapanku menyetujui perjodohan itu dan ingin segera melaksanakannya. Gila tuh anak."
"Jalanin aja dulu, siapa tahu cocok." Saran Kresna.
"Sekali kamu melibatkan diri dalam sebuah hubungan bersama seorang perempuan, maka akan sangat sulit untuk mengakhirinya." Kata Bagas.
"Kamu sudah terlibat dengan Arimbi." Kresna mengingatkan.
"Aku dan Arimbi beda."
"Beda apanya? Kamu sama dia sekarang sedang dalam sebuah hubungan." Jelas Kresna.
"Aku dan Arimbi sama-sama tahu batasan masing-masing. Kami tidak akan saling menuntut satu sama lain. Setelah semua beres, kami akan kembali ke kehidupan kami sebelumnya." Jelas Bagas. Entah kenapa kata-kata yang ia ucapkan dengan mudah itu menimbulkan sssuatu dalam dirinya, ada keresahan tertentu tapi ia sendiri tidak tahu apa.
Kresna melihat keraguan di mata Bagas. "Sudahlah, jangan pikirkan mereka, kita kerja dulu demi menyongsong masa depan yang cerah." Cara Kresna mengucapkannya persis seperti seorang motivator tekenal.
Bagas menggelengkan kepala, tapi ia setuju dengan kata-kata Kresna. Ia harus fokus bekerja untuk mengembangkan usahanya. Namun sebelum memulai pekerjaannya ia terlebih dahulu mengirimi Arimbi pesan.
***
Suara tawa terdengar dari ruang baca. Eyang Muti tengah menceritakan masa mudanya yang lucu dan menarik kepada Tiara. Tiara sesekali terlihat menyerahkan teh dan makanan ringan kepada Eyang di sela-sela ceritanya.
Dalam hati Tiara mencebik, sungguh keseharian yang diceritakan eyang terdengar sangat kuno dan membosankan, untungnya ia dan keluarganya dulu sempat tinggal berpindah-pindah karena urusan pekerjaan ayahnya, jadi ia tidak terkungkung dalam segala aturan yang aneh-aneh. Tinggal disini saja sudah membuatnya bosan. Namun demi sesuatu yang sangat berharga dia harus bertahan.
"Dulu eyang ndhak bisa masak, tapi sebelum menikah eyang belajar dulu sama ibunya eyang. Nah, Tiara, kamu bisa masak ndhak?" Tanya eyang.
"Insyaallah bisa, Eyang. Ibu sudah mengajari Tiara sedikit demi sedikit." Kata Tiara sembari tersenyum.
'Ibu memang mengajariku memasak tapi masa' iya aku harus berkutat di dapur, panas-panasan, bau bawang dan semacamnya, kuku-kukuku bisa rusak dong. Lagian, apa gunanya pembantu kalau aku harus turun tangan urusan dapur.' Batin Tiara.
Eyang tertawa, senang mendengar Tiara bisa memasak. "Eyang sudah yakin, orang tuamu pasti sudah mendidikmu dengan cara yang benar." Eyang berdecak kagum, ia yakin tidak salah pilih menantu untuk cucunya tercinta. Ia khawatir Bagas tidak bisa memilih calon istri, perempuan di zaman modern seperti ini sungguh membuatnya berpikiran yang tidak-tidak. Kalau dengan Tiara tentu ia tidak perlu khawatir lagi.
"Maaf sebelumnya, Eyang. Tiara boleh ndhak meminta sesuatu?" Tanya Tiara pelan.
Eyang mengernyit, "kamu mau minta apa?" Tanya Eyang.
Tiara terlihat gelisah, beberapa kali ia hendak berbicara tapi urung membuat eyang berdecak. "Kamu itu mau minta apa tho? Bilang sama eyang, ndhak usah ragu-ragu begitu."
Tiara berdehem, "sebelumnya Tiara minta maaf, Eyang." Kata Tiara. "Mmm bisa ndhak acara perjodohan Tiara sama mas Bagas dipercepat."
Permintaan Tiara membuat eyang sedikit terkejut, tapi dengan cepat ia memikirkan sesuatu.
Malam harinya setelah makan malam Eyang memanggil Bagas dan kedua orang tuanya ke ruang baca. Di sana eyang menjelaskan keinginannya untuk mempercepat acara perjodohan Bagas dan Tiara. Ucapan eyang jelas membuat mereka terkejut.
"Maaf, Bu. Alangkah baiknya hal penting seperti ini tidak diambil dengan terburu-buru." Kata ayah Bagas.
"Maaf sebelumnya, Eyang. Apa yang ayah katakan benar. Apalagi sekarang Bagas sedang dekat dengan Arimbi. Sekali lagi Bagas minta maa, Bagas ndhak bisa melakukan perjodohan ini." Setelah mengatakan hal itu Bagas pamit dan meninggalkan ruang baca.
Apa yang dilakukan Bagas membuat eyang marah. "Lihat, belum apa-apa saja dia sudah berani bersikap seperti itu." Marah eyang.
"Maafkan Bagas, Bu. Nanti aku akan coba berbicara dengannya." Ucap Paramiditha.
"Harus, kamu harus berbicara dengannya. Buat dia menerima perjodohan ini." Kata eyang, eyang menghembuskan napas, kesal dengan sikap Bagas kali ini.
***
Maafkan typonya and Makasi vomentnya 😍😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Blind Date
RomanceRaden mas Bagaskara Rahagi Hammani, pemuda tampan berkulit hitam manis, tengah dipusingkan dengan permintaan sang eyang yang mendesaknya untuk segera menikah. Alasannya klise, karena usianya sudah matang untuk menikah, dan Bagas tidak merasa seperti...