Part 35

1.7K 326 40
                                    

"Maafkan ayahmu, sayang. Dia tidak bermaksud menyakitimu." Ucap ibunya sembari mengurai rambut Tiara.

"A ... aku hanya anak pungut." Lirih Tiara tidak percaya dengan kenyataan ini. Tidak pernah sekalipun dalam hidupnya ia memikirkan kemungkinan ini, meski banyak hal yang bisa meyakinkannya saat itu tapi ini, ini sungguh sangat tidak bisa ia percaya.

"Maafkan kami merahasiakan ini semua."

"Kenapa kalian memungutku? Harusnya kalian membiarkanku disana, entah membusuk bersama sampah atau mati digigit anjing." Kata Tiara tajam.

"Sayang, jangan berkata seperti itu, ibu ndhak tahu harus bercerita darimana."

"Darimana saja terserah." Kata Tiara dingin.

Ibunya menarik napas panjang sebelum mulai bercerita, "ayah dan ibu dulu dijodohkan, dan selama 5 tahun pernikahan kami belum juga dikarunia seorang anak. Setiap hari ibu selalu mendengar kata-kata tajam dari eyangmu. Sampai akhirnya ibu hamil. Kami sangat bahagia, meski anak yang ibu lahirkan seorang perempuan. Namun kebahagiaan itu tidak lama, bayi perempuan ibu yang cantik tiba-tiba demam tinggi dan akhirnya ..." terdengar helaan napas yang berat, "bayi mungil ibu meninggal, tanpa sempat mendapat perawatan, ditengah duka yang dalam itu, entah kebetulan atau memang sudah takdir Tuhan, di depan rumah kami ada seorang bayi perempuan menangis didalam sebuah kardus. Ayahmu membawamu masuk ke kamar, dengan cepat ia mengatakan kalau bayi perempuan ditangannya akan menggantikan bayi kami yang meninggal. Tidak peduli bayi itu berasal darimana." Terdengar tangisan lagi dari ibunya.

"Lalu bagaimana dengan bayi perempuan yang meninggal itu? Siapa saja yang mengetahui kejadian ini?" Cecar Tiara.

"Kami menguburkan bayi kami di taman belakang rumah, dan hanya aku dan ayahmu yang tahu kejadian ini."

"Karena itulah kalian mendidikku dengan begitu keras. Kalian bahkan tidak mengasihaniku sama sekali waktu itu." Kata Tiara tertawa.

"Tiara, kamu sudah berlatih dengan keras untuk menjadi seorang perempuan bangsawan. Sekarang saatnya, kamu harus berhasil menikah dengan Bagas. Kamu akan menjadi istri seorang bangsawan sejati. Bagas akan mewarisi sebagian besar kekayaan eyang muti. Jangan sia-siakan hidupmu, Tiara."

***

"Gimana perasaanmu?"

Arimbi menarik napas, "sudah lebih baik, terima kasih sudah menemaniku ziarah ke makam papa."

"Jangan sungkan, apa kita akan pergi sekarang?" Tanya Haikal.

"Iya, ayo."

Arimbi dan Haikal meninggalkan makam papanya. Mereka berbincang santai, Haikal mengajak Arimbi jalan-jalan karena cuaca lumayan bagus.

Mereka mampir di pedagang kali lima yang terletak di sepanjang jalan didekat taman kota. Mereka membeli banyak camilan dan juga minuman. Setelah belanja jajan lumayan banyak mereka memilih duduk di bawah sebuah pohon yang cukup rindang.

"Rimbi, kamu punya pacar nggak? Atau mungkin temen laki-laki yang sedang dekat sama kamu?" Tanya Haikal hati-hati.

Arimbi yang tengah menikmati siomay gorengnya langsung mengangguk.

"Punya?" Tanya Haikal, wajahnya terlihat harap-harap cemas. "Pacar atau hanya dekat saja?" Tanyanya lagi.

"Pacar udah nggak punya, temen dekat ada." Jawab Arimbi santai.

"Kalau boleh tahu, siapa?" Lanjut Haikal.

Arimbi mengambil minumannya, setelah minum ia mengukur jarak duduknya dengan Haikal menggunakan jemari tangannya.

"Deket banget, hanya 3 jengkal." Kata Arimbi sembari menunjukkan jemarinya ke hadapan Haikal.

Melihat muka polos Arimbi membuat Haikal kesal.

Blind DateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang