Part 9

3K 543 89
                                    

Halo semuanya...maaf apdetnya lama aku masih berkabung karena ayahanda tercinta telah dipanggil oleh Allah swt 😭

Mohon doanya teman-teman semua semoga almarhumah mamakku dan almarhum bapakku diterima amal ibadahnya diampuni dosa-dosanya dan ditempatkan di surga firdaus aamiin yra🤲🤲🤲
.
.
.
.
.

"Gilak, pacar kamu cakep banget, nggak nyangka cowok secakep dan sekeren itu mau ikut aplikasi perjodohan madame rose." Marissa terus saja membicarakan Bagas, untung saja diruangan itu hanya ada mereka berdua.

"Tahu gitu 'kan, aku aja yang ikut kemaren nggak pake identitas kamu." Lanjut Marissa. Mulutnya ngomong terus sementara tangannya yang berada di atas mouse tidak bergerak sedikit pun.

"Ya udah ikut aja lagi sekarang, siapa tahu dapet yang sama atau lebih." Sahut Arimbi.

Marissa menghela napas, "aku sudah ikut tapi ...."

Marissa menggantung ucapannya, pikirannya entah kemana. Arimbi mengalihkan pandangannya dari layar komputer ke arah Marissa.

"Malah melamun, tapi kenapa?" Tanya Arimbi.

Marissa menggeleng pelan, "belum sreg aja." Marissa menatap Arimbi, senyum merekah di wajahnya. "Aku doain kamu sama Bagas berjodoh. Katanya yang menggunakan aplikasi Madame Rose banyak berjodoh."

"Benarkah?" Arimbi tertarik mendengar cerita bagian ini.

Marissa mengangguk mantap, "Iya, walau katanya si pemilik aplikasi mengalami hal yang sebaliknya."

"Sebaliknya?"

"Katanya dalam uji cobanya, pacar pemilik aplikasi ini mengikuti aplikasi Madame Rose, pacarnya bertemu dengan seorang gadis, setelah beberapa kali kencan pacarnya ini memutuskannya dan memilih bersama gadis yang ia temui di aplikasi itu."

"Ya Tuhan, sangat tragis." Ucap Arimbi. "Lalu?" Lanjut Arimbi penasaran dengan kisah cinta sang pemilik aplikasi perjodohan.

"Entahlah." Jawab Marissa. Kali ini tangannya bergerak lincah di atas mouse.

Arimbi menyandarkan punggung pada kursinya, 'apakah nasibnya dengan Bagas nanti akan seberuntung pengguna lainnya atau malah mengalami hal tragis seperti si pemilik?' Ah, sudahlah. Arimbi tidak mau ambil pusing, yang penting menjalaninya dulu. Sebuah notifikasi pesan masuk ke ponsel Arimbi.

"Makan siang bareng?"

Arimbi tersenyum, matanya berbinar membaca ajakan makan siang itu.

"Boleh.". Balas Arimbi.

"Good. Aku jemput jam 12 siang."

Lagi Arimbi senyum-senyum sendiri. Ia meletakkan ponselnya, jemarinya bergerak lincah diatas keyboard, ia harus segera menyelesaikan pekerjaannya sebelum jam makan siang tiba.

Arimbi segera merapikan penampilannya setelah Bagas menghubunginya dan mengatakan ia sudah berada di depan. Beruntung Marissa masih berada diruangan Pak bos (panggilan Arimbi dan teman-temannya pada bosnya) jadi ia tidak perlu mendapat olokan dari sahabatnya itu.

Bagas bersandar pada sisi mobil dengan kedua tangan disilangkan didepan dada. Sebuah kaca mata hitam bertengger manis dihidungnya. Bagas menegakkan tubuh dan melepas kaca matanya begitu Arimbi menghampirinya.

"Maaf, kamu jadi menunggu."

Bagas tersenyum sembari menggeleng, "Nggak lama, ayo aku sudah lapar sekali." Ucap Bagas, tangannya membuka pintu mobil mempersilahkan Arimbi masuk.

"Terima kasih."

Arimbi masuk ke dalam mobil dan Bagas masuk ke kursi pengemudi. Bagas melajukan mobilnya.

"Kita makan dimana?" Tanya Arimbi.

"Kita makan nasi padang aja gimana? Aku lagi pengin makan rendang, nggak apa-apa kan?" Tanya Bagas.

"Nggak apa-apa, aku juga suka nasi padang. Dan sekarang aku jadi ikutan lapar."

Arimbi dan Bagas tertawa bersamaan.

"Kamu pasti suka, aku nggak tahu kamu pernah makan di sana apa nggak. Menurutku rumah makan ini punya rendang paling enak."

"Benarkah? Dimana?" Arimbi sangat tertarik dengan penjelasan Bagas.

"Bukan rumah makan yang besar, letaknya lumayan jauh dari jalan raya, tapi disana selalu ramai." Jelas Bagas.

"Wow, aku sudah nggak sabar." Kata Arimbi.

"Sebentar lagi sampai." Kata Bagas. Mobil Bagas keluar dari jalan besar, mobil mereka memasuki jalan yang lebih kecil, setelah melewati beberapa gang mereka berhenti di depan sebuah rumah makan nasi padang yang tidak terlalu besar. Namun, Arimbi terkejut melihat banyaknya ojol yang mengantri di depan.

"Aku sudah bilang di sini selalu ramai." Ucap Bagas.

"Apa kita akan mendapatkan kursi?" Tanya Arimbi.

"Jangan khawatir, aku sudah memesan satu meja makan."

"Kok, seperti di restoran? Bisa pesen meja gitu?" Tanya Arimbi heran.

"Karena aku langganan disini, setiap ingin makan disini aku akan menelpon salah satu pelayannya yang sudah aku kenal." Jelas Bagas.

"Luar biasa." Puji Arimbi.

"Bagas." Ucap Bagas bangga, "ayo." Mereka keluar dari dalam mobil kemudian melangkah ke rumah makan. Di dalam ramai tapi masih ada beberapa meja yang kosong, lalu salah seorang pelayan menghampiri mereka. Ia bicara dengan Bagas. Tak lama Bagas dan Arimbi mengikuti pelayan itu ke sebuah meja yang telah disiapkan untuk mereka.

"Mohon menunggu sebentar, makanannya akan kami siapkan. Apa ada tambahan lain?" Tanyanya.

"Kamu mau minum apa?" Tanya Bagas.

"Es jeruk."

"Minumnya es jeruk 2 ya." Kata Bagas.

Pelayan itu mengangguk lalu menghilang ke dapur. Tak lama pesanan mereka datang, benar kata Bagas, dari tampilannya saja rendangnya sudah menggugah selera. Mereka makan dengan lahap, sesekali terdengar Arimbi memuji rasa makanannya.

"Lain kali aku mau makan disana lagi." Kata Arimbi sebelum berpisah dengan Bagas. Sekarang ia sudah sampai di depan kantornya.

"Kapan saja kamu mau aku akan menemanimu." Balas Bagas.

Dari kejauhan Nesa melihat sinis ke arah mereka. Ia semakin benci pada Arimbi. Arimbi mendapatkan kekasih yang tampan, baik dan yang pasti berasal dari kalangan orang berada. Rasa iri merayapi hatinya dengan mudah. Ia memutuskan mendekati Arimbi, langkahnya sangat angkuh.

"Hmm, sepertinya ada yang baru keluar makan siang."

Arimbi dan Bagas menoleh bersamaan ke arah Nesa.

"Iya." Jawab Arimbi singkat dengan sedikit senyum paksaan di wajahnya. Berbeda dengan Bagas, ia tersenyum dan menyapa Nesa ramah.

"Hai, kamu yang punya acara waktu itu kan?" Tanya Bagas berusaha mengingat siapa teman Arimbi ini.

Nesa tersenyum senang karna pacar Arimbi masih mengingatnya sebagai tuan rumah di pesta itu. "Iya, namaku Nesa." ucap Nesa menyebut namanya supaya lain waktu lain Bagas mengingatnya.

"Terima kasih sudah mengundang kami, pestanya bagus."

Arimbi tersentak ketika Bagas tiba-tiba menyelipkan tangan dipinggangnya, Bagas merapatkan tubuh mereka tapi pandangannya masih menatap Nesa dengan senyuman. Dada Arimbi berdetak cepat, ia menatap Bagas tanpa berkedip sementara itu Nesa semakin panas ia langsung meninggalkan tempat itu dengan wajah kesal.

"Sepertinya gadis itu punya masalah sama kamu."

Bagas tidak menyadari perubahan yang terjadi pada Arimbi. Bagas tidak menyadari apa yang dilakukannya saat ini membuat Arimbi kacau. 'Sepertinya hatiku yang bermasalah denganmu.' Batin Arimbi.

***

Makasi vote n comentnya 😘😘😘




Blind DateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang