Part 42

1.4K 341 43
                                    

Dua minggu sudah eyang pemulihan dari sakitnya. Kondisinya saat ini jauh lebih baik, hal pertama yang harus dilakukannya setelah sembuh adalah memperbaiki masalah pertunangan Bagas.

Kecewa, marah dan sakit hati jelas dirasakannya. Namun semua itu sudah terjadi, tugasnyalah untuk memperbaikinya. Jadi, hari ini mereka sedang menunggu kedatangan Tiara dan kedua orang tuanya.

Tiga puluh menit kemudian Tiara dan kedua orang tuanya tiba, senyum menghiasi wajah mereka. Tangan Tiara membawa sekeranjang buah-buahan. Setelah masuk dan persilahkan duduk mereka langsung meletakkan buah-buahan tadi diatas meja.

"Alhamdulillah, eyang sudah sembuh dan pulih seperti ini." Kata Tiara. Ia mendekat dan memeluk eyang erat, tapi eyang tidak membalas pelukan Tiara, Tiara bingung dengan sikap dingin eyang begitu juga dengan kedua orang tua Bagas. Bahkan kedua orang tua Tiara juga menyadari suasana yang canggung ini.

"Bagaimana keadaannya, Bu?" Tanya Ayah Tiara membuka obrolan.

"Baik." Jawab eyang singkat.

"Maaf mas sudah mengganggu waktunya untuk berkunjung kemari." Kata Ayah Bagas, ia masih bersikap ramah karena usia ayah Tiara lebih tua darinya.

"Ya ndhak apa-apa, kami senang diundang kemari, bahkan tanpa diundangpun kami memang berniat datang menjenguk." Sahut ibunya Tiara sambil memasang senyum semanis mungkin. "Ndhak cuma itu, Tiara juga rindu mau bertemu calon suaminya katanya." Lanjut ibu Tiara sambil tertawa kecil.

Namun tawanya tidak bertahan lama, tidak ada yang ikut tertawa bersamanya. "Hmm, maaf." Lanjutnya lagi sembari memperbaiki posisi duduknya.

"Aku ndhak mau basa basi, aku mau masalah ini cepat selesai." Kata eyang tegas.

Ayah dan ibunya Tiara saling pandang, "masalah?" Katanya bersamaan.

Bagas menyerahkan amplop coklat pada kedua orang tua Tiara.

"Apa ini?" Tanya Ayah Tiara bingung sekaligus was was, ia memandang istrinya berulang kali. Istrinyapun hanya bisa menggeleng, tak tahu apa itu.

"Buka saja." Perintah eyang.

Ayah Tiara membuka amplop coklat itu, ditariknya lembaran yang ada didalam, seketika wajahnya memerah, ia menggigit bibir bagian dalamnya, geram menahan amarah. Kedua tangannya meremas lembaran itu dengan kuat.

Melihat hal itu, istrinya langsung saja merampas lembaran yang ada ditangan suaminya, ia menarik napas cepat lalu menutup mulutnya dengan tangan kirinya.

Tiara mendekat ke arah ibunya, ia mengintip lembaran foto yang ada ditangan ibunya. Dan ya, ia tentu sangat terkejut melihat foto itu. Wajahnya pias, tubuhnya membeku.

"Jadi, apakah menurutmu, pertunangan mereka layak untuk dilanjutkan?" Kata eyang.

"Maaf, ini pasti ada kesalahpahaman. Semua pasti bisa dijelaskan lagi, Tiara, jelaskan semua ini." Suara Ayah Tiara menggelegar diruangan itu.

"Ini pasti salah paham, ini pasti editan orang lain." Kata ibunya menyela.

"Itu asli, Tante." Sahut Bagas.

"Tiara, ada yang mau kamu sampaikan?" Tanya Eyang langsung ke Tiara.

Tiara menangis, ia bersujud dikaki eyang, "maafin Tiara eyang." Kata Tiara.

"Maaf, kami akan membicarakan kesalahpahaman ini di rumah. Nanyi kami hubungi lagi. Ayo pulang." Ayah Tiara langsung menarik Tiara dengan paksa, ia tidak peduli dengan raungan Tiara.

Setelah tamunya pergi, eyang dan semua orang yang ada diruangan itu menghela napas lega. "Aku ndhak nyangka sama sekali." Kata eyang. Eyang menghela naoas berat, "mereka benar-benar menghina keluarga kita." Lanjut eyang.

Blind DateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang