19

4.2K 786 41
                                    

Satu minggu sudah berlalu. Baik Ell maupun Alee sama-sama saling mengabaikan. Bahkan saat mereka berpapasan, mereka tampak seperti dua orang yang tidak saling mengenal.

Ell sedang mencoba mengatasi perasaannya yang berada di luar kendali, meskipun sejujurnya itu tidak berpengaruh sama sekalu. Ell tidak bisa berhenti memikirkan Alee. Sesekali ia akan mencuri pandang ke arah Alee yang sedang bekerja.

Sedangkan Alee, ia ingin menghindari Ell sebisa mungkin. Semakin asing mereka, maka itu semakin bagus. Alee tidak perlu terbawa perasaan atau menyalah artikan tindakan Ell lagi.

Siang ini Alee makan siang di restoran yang ada di depan perusahaannya. Biasanya ia akan makan di kantin kantor, tapi siang ini ia sangat ingin pergi ke luar untuk mencari udara segar.

Alee memesan makanan pada pelayan yang mendatangi mejanya, setelah itu ia sibuk melihat ponselnya. Di layar benda pintar itu tertera sebuah pesan dari Leonna yang mengingatkan agar Alee tidak melewatkan makan siangnya.

Alee menggelengkan kepalanya. Bisa-bisanya Leonna mengirim pesan seperti itu padahal di sana sudah larut malam. Leonna benar-benar cerewet.

Alee membalas pesan itu, kemudian menyuruh Leonna untuk tidur, karena besok Leonna masih harus mengajar. Ah, benar, Leonna bekerja di sekolah Sky, jadi setiap saat Leonna bisa memperhatikan Sky.

"Nona, boleh aku duduk di sini?"

Alee mendongakan wajahnya ketika ia mendengar suara seorang pria. Alee tidak suka ditemani oleh orang asing, tapi ketika ia menyadari Ell baru saja masuk ke dalam restoran itu dan melihat ke arahnya, Alee mempersilahkan pria itu untuk duduk. "Ya, tentu silahkan." Alee menebar senyuman manis yang memikat.

Pria bersetelan warna abu-abu itu segera duduk. "Terima kasih," serunya diakhiri dengan senyuman menawan.

"Justin." Pria itu mengulurkan tangannya.

"Alee." Alee membalas uluran itu.

Tatapan Justin menunjukan bahwa pria itu tertarik pada Alee. Tidak, sebenarnya tidak hanya Justin, tapi beberapa pria di sana juga melirik Alee sejak kedatangan wanita itu. Hanya saja mereka tidak seberani Justin yang mendekati Alee.

Alee benar-benar pemandangan yang sulit untuk dilewatkan oleh pria-pria di sana yang di antaranya berasal dari perusahaan yang sama dengan Alee. Mereka jelas tahu siapa Alee, jadi tidak mungkin bagi mereka untuk mendekat.

Mereka sedikit meringis saat seorang pria dengan beraninya mendekati Alee. Pria itu akan berhadapan dengan Damian Ingelbert karena berani menggoda wanita CEO mereka itu.

Ell duduk di lantai dua restoran itu, dari posisinya ia bisa melihat Alee dengan jelas. Ell sengaja memilih lantai atas karena ia tidak ingin menjadi perhatian pengunjung. Keberadaannya dan Alee di satu tempat akan menjadi bahan pembicaraan orang lain.

Seorang pria lain datang mendekati Ell, pria itu adalah wakil direktur yang menggantikan posisinya sementara di perusahan yang ia bangun sendiri.

"Selamat siang, Pak Ellijah." Pria itu menyapa Ell, tapi Ell tidak menjawab. Ia masih fokus pada Alee yang tengah berbincang dengan pria yang tidak begitu Ell kenali.

Sejak kapan Alee begitu mudah diajak bicara oleh orang yang baru ia kenali seperti sekarang? Ell meringis pelan. Waktu mungkin telah mengubah Alee menjadi seperti ini.

"Pak Ellijah?" Wakil direktur Ell bersuara lagi. Ia tampak hati-hati memanggil Ell.

"Ya." Ell akhirnya menyadari keberadaan pekerjanya. "Ah, kau sudah tiba. Silahkan duduk, Stevano."

"Terima kasih, Pak." Stevano duduk di depan Ell.

Selanjutnya mereka membahas mengenai pekerjaan yang tidak bisa dibahas melalui telepon.

ELLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang