Hani berjalan perlahan menuju kelasnya, Hani sudah meyakinkan dirinya selama perjalanan ke sekolah. Ia akan menceritakan semua hal yang ia alami selama ini, Desi berhak tau karena Desi adalah salah satu sahabatnya yang paling baik. Desi selalu cerita semua masalahnya kepada Hani dan Desi hanya tahu bahwa Hani adalah anak yang pintar dan disiplin tanpa tahu sakit yang ada di baliknya.
Beberapa langkah lagi Hani sampai di kelasnya, tapi tiba-tiba Dino datang dari arah berlawanan dan menarik tangan Hani, Hani berusaha melawan tapi tidak bisa.
"Lepasin gue!!" Ujar Hani. Dino tidak menggubris dan terus melangkah sambil menarik tangan Hani. Dino membawa Hani ke taman di belakang sekolah, di sana tidak ada siapa-siapa saat mereka tiba. Dino pun berhenti dan melepaskan tangan Hani. Hani mengelus pergelangan tangannya yang kemerahan karena cengkraman kuat tangan Dino.
"Lo apa-apaan sih?!" kata Hani.
"Gue mau tanya sama lo... Kenapa lo bisa kenal sama Agam dan ketiga temannya itu?" tanya Dino.
"Bukan urusan lo!!"
"Hhhh... Gue peringatin lo, mereka itu orang gak baik dan sebaliknya lo menjauh dari mereka."
"Atas dasar apa lo ngatain sahabat gue gak baik??!!"
"Gue kasih tau ya, mereka itu suka buat onar. Kerjaannya cuma minum-minum dan mainin cewek."
"Lo gak ada hak buat ngejelekin mereka, lo gak tau gimana sisi baik mereka, lo gak tau masalah yang mereka hadapi sampai mereka jadi kaya gitu!!" Hani sudah menjadi emosional, ia memilih mengakhiri pembicaraan ini dengan pergi dari sana. Hani dengan kesal melangkah pergi meninggalkan Dino. Tapi baru tiga langkah Hani berjalan, Dino kembali bersuara.
"Agam itu kakak gue..."
Hani langsung berhenti dan terpaku di tempat begitu mendengar perkataan Dino. Ia berbalik dan menatap Dino dengan tatapan penasaran.
"Agam... Dia kakak gue, lebih tepatnya kakak tiri gue sejak enam tahun lalu. Gue lebih mengenal kakak gue dibanding lo," ujar Dino.
Hani tersenyum meremehkan dan membalas perkataan Dino.
"Gue emang belum terlalu lama kenal sama KAKAK lo, tapi gue tahu semua yang dia rasakan selama hidupnya. Dan gue yakin lo gak tau gimana perasaannya selama ini.""Gue ngerti kok, dia pasti depresi karena Ayah tiri gue selalu mukulin dia..."
Hani terpaku, apakah Agam selalu disakiti oleh orang tuanya di depan adik tirinya sendiri? Pertanyaan itu yang sekarang muncul di pikiran Hani."Gak usah kaget begitu, Agam memang pantes dapetin itu semua karena dia gak pernah nurut sama orang tua. Dan lo, lo itu murid pintar di sekolah ini, dan gue denger lo juga dapet beasiswa di UI. Lo itu gak pantes temenan sama Agam, jangan buang-buang waktu lo buat orang macam dia."
Hani mengepalkan tangannya kuat-kuat mencoba menahan emosinya.
"Apa keputusan orang tua selalu paling baik buat anaknya? Lo tau, gue bersyukur gue dilahirkan sebagai anak tunggal, karena gue gak mau saudara gue melihat gue di siksa sama orang tua gue. Gue ngerasain apa yang Agam rasain, gue ngalamin apa yang Agam alami. Dan LO, gak berhak ngomong kaya gitu. Lo juga murid pintar kan di sekolah ini, kenapa lo gak mikir pake otak lo buat MEMAHAMI APA YANG AGAM RASAKAN.... Lo cuma diem doang saat lo tahu Agam di sakiti, dan sekarang lo malah ngejelekin Agam di depan gue? DI DEPAN SAHABATNYA!!!"Setelah puas mengatakan itu semua, Hani langsung berbalik dan berlari meninggalkan Dino. Dino yang mendengar semua perkataan Hani merasa bingung dan kesal. Mengapa Hani begitu membela kakaknya yang jelas jelas salah.
Hani berjalan ke kelasnya dengan emosi yang masih memuncak. Ia sangat kesal dengan Dino yang seenaknya menjelekkan Agam di depannya. Hani masuk kelas dan menuju ke mejanya. Ia membanting tasnya ke meja dengan penuh emosi, seisi kelas pun menatap Hani bingung. Desi yang sudah ada di kelas pun menghampiri Hani.
