15. Berpartisipasi

93 23 54
                                    

"Kumohon, jadilah partnerku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kumohon, jadilah partnerku. Aku membutuhkanmu."
.
.
.
.
.

Di sebuah rumah yang cukup mewah, Jeno berdiri di titik tengah dance studio yang berada di lantai basement. Ia sedang menghadap guru dancenya, Lee Sooman ― yang juga menjadi guru penanggung jawab U-Dance dan U-Choir di SIHS.

Mereka sedang mendiskusikan perihal lomba di acara dance festival yang akan diselenggarakan pada akhir musim panas. Dari semua anggota U-Dance, hanya Jeno dancer pria yang terpilih untuk mengikuti lomba itu.

Festival ini cukup terkenal dan mendapatkan respon yang sangat luar biasa dari berbagai sekolah di Korea Selatan. Bahkan, penontonnya banyak dari berbagai kalangan netizen Korea. Pasalnya, festival ini mengundang juri dan bintang tamu dari idol-idol terkenal yang sudah menjadi idol papan atas di negeri empat musim itu.

Namun, mereka berdua mendapat masalah. Di awal, panitia lomba mengatakan bahwa itu adalah lomba dengan kategori solo dance. Sedangkan kemarin, Guru Lee mendapatkan informasi baru bahwa kategorinya dirubah menjadi couple dance. Padahal ini sudah dua minggu lagi mendekati hari H.

Guru Lee sudah menghubungi siswi anggota U-Dance, namun jumlah mereka hanya bisa dihitung jari dan kebanyakan dari mereka berada di kelas dua belas.

"Kapan temanmu datang?" tanya Guru Lee ramah.

"Mungkin sebentar lagi." balas Jeno.

Tak lama, seorang wanita asisten rumah tangga membuka pintu studio. Saeron datang bersamanya.

Sebelumnya, Jeno telah memberitahukan lewat LINE alamat rumah Guru Lee beserta instruksi untuk bertemu dengan ART agar membawanya ke ruang studio.

Saeron menyapa dua pria di hadapannya. Guru Lee menyambut ramah kehadiran gadis itu. Tanpa basa basi lagi, ia segera menjelaskan tentang kondisi yang sedang terjadi. Di akhir kalimat, beliau meminta Saeron untuk berpartisipasi.

Saeron cukup terkejut setelah mendengarkan pernyataan Guru Lee.

Jeno hanya menatap gadis itu dengan penuh harap. Baginya, tak ada gadis lain lagi yang ia kenal di sekolah. Ia menutup diri untuk bergaul dengan siswi lain karena traumanya di masa lalu. Hanya Xia Hui, Rosè dan Saeron saja ia dapat mengakrabkan diri karena mereka berhubungan baik dengan para bujang.

"Tapi, saya sama sekali tak pandai menari." ucap Saeron berusaha jujur.

"Bapak tidak memilih hebat atau tidaknya. Karena ini mendadak, hanya untuk berpartisipasi saja sudah lebih dari cukup." jelas Guru Lee.

Jeno menunggu jawaban Saeron. Pria bertubuh atletis itu menatapnya dengan penuh harap. Sesekali ia memohon dengan menunjukkan ekspresi wajahnya yang memelas.

Pikiran Saeron buntu. Ia juga tak tahu harus bagaimana lagi. Terlebih, di festival ini akan membawa nama sekolah. Tapi di sisi lain, festival ini dapat menguntungkannya. Walaupun ia termasuk siswi terpandai, Saeron belum pernah mengikuti kompetisi apapun yang membawa nama sekolah. Lomba ini akan menjadi nilai plus serta menjadi pengalamannya di masa-masa sekolahnya.

"Baiklah, saya setuju." Saeron menyetujui setelah berpikir berulang kali.

Guru Lee dan Jeno senang mendengar persetujuan dari Saeron. Terkhusus Jeno, karena lomba ini sangat penting baginya. Saat kelas sepuluh, ia ingin sekali mengikuti ajang ini karena ia bisa bertemu dengan para juri dari idol-idol terkenal di Korea. Namun, saat itu ia sedang terluka karena seorang gadis di masa lalu dan pikirannya tak bisa fokus.

❆❆❆

Sungchan sedang berkunjung ke rumah Chenle. Ia ingin mendiskusikan tentang tempat service jam tangan untuk memperbaiki benda elektronik milik kekasihnya itu.

Saat Sungchan menunjukkan jam tangan, Chenle terkejut. Pria itu memberitahu Sungchan bahwa itu jam tangan yang masuk dalam kategori limited edition.

Perusahaan yang memproduksinya hanya menjual di periode tertentu saja dengan jumlah yang tak banyak. Sedangkan periode terakhir adalah dua minggu yang lalu dan tak tahu kapan lagi periode selanjutnya akan dibuka. Bahkan, Chenle saja tak kebagian untuk membelinya.

Tapi yang cukup aneh, mengapa Xia Hui mendapatkan barang dengan kualitas yang buruk. Chenle masih sibuk memikirkan hal itu, sedangkan Sungchan sibuk memikirkan tentang latar belakang kekasihnya yang jauh lebih berada dibanding dengan miliknya. Kepercayaan dirinya mulai menyusut.

"Lebih baik suruh Xia Hui complain ke perusahaannya saja untuk mendapatkan ganti rugi." Chenle mencoba memberikan masukan.

Chenle ada benarnya juga. Sungchan mengangguk setuju. Ia juga berpikir tak akan mampu memperbaiki jam tangan itu dengan uang tabungannya. Bahkan, uang tabungannya yang sekarang belum cukup untuk membeli playstation idamannya.

Sungchan hanya bisa menghembuskan nafas beratnya.

"Aman Uchan (Paman Sungchan)." sapa Jasmine yang baru saja keluar dari kamar Chenle. Rupanya gadis itu baru saja bangun dari tidur siangnya.

Sungchan membalas sapaan Jasmine dengan senyuman yang hangat. Gadis kecil itu segera berlari menghampiri pria bertubuh jangkung yang sedang duduk di sofa ruang tengah.

❆❆❆

Ini sudah hari ketiga Saeron dan Jeno berlatih untuk lomba di dance festival mendatang. Saeron cukup cerdas dalam menerima informasi dan pelajaran baru. Ia juga cepat menyesuaikan diri dalam setiap gerakan dancenya.

Di bagian tengah, terdapat adegan dimana Saeron harus mendekatkan wajahnya dengan wajah Jeno. Mereka masih cukup canggung untuk melakulannya.

"Lebih dekat lagi! Tuangkan perasaan kalian ke dalam tarian!" Guru Lee selaku pencetus ide untuk konsep dancenya memprotes.

Saeron dan Jeno mengulang dari awal lagi. Namun, saat di pertengahan, lagi-lagi chemistry mereka kurang menyatu. Hal tersebut berhasil membuat Guru Lee cukup jengkel. Ia segera keluar studio untuk menenangkan emosinya.

Guru Lee terkenal dengan keramahan dan kerapiannya. Namun, jika sudah berkutat dengan tari dan nyanyian, beliau tak segan-segan merubah dirinya menjadi singa yang sedang kelaparan jika siswa atau siswinya melakukan kesalahan berulang kali.

Saeron merasa bersalah. Melihat gurunya yang pergi meninggalkan studio semakin membuat perasaan gadis itu tak nyaman. Ia mencoba mengulangi gerakannya dari awal.

Jeno masih berdiri di tempatnya dan memperhatikan Saeron yang mulai serius dengan latihannya. Alih-alih, dia mengamati jika Saeron melakukan kesalahan yang lain.

Saeron mulai memasuki bagian tengah. Perasaannya mulai menyatu dengan tariannya. Jeno yang masih diam tetap memperhatikan gadis itu.

Set!

Wajah Saeron berhasil mendekat pada wajah Jeno yang sedang memperhatikannya. Pria itu hanya mematung. Ia menahan nafas dan detak jantungnya mulai berdetak kencang.

Sama halnya dengan Saeron, wajahnya juga memerah. Rupanya, ia tak menyadari bahwa Jeno masih berdiri di tempatnya. Gadis itu sudah kalut dengan sikap Guru Lee sebelumnya hingga keberadaan Jeno baru terasa saat wajah mereka sudah amat dekat.

Kriet!

Pintu studio dibuka oleh Guru Lee. Ia memasuki ruangan dengan membawa tiga kopi cappucino panas yang telah ia pesan saat di luar ruangan.

Jeno dan Saeron yang terkejut akan kedatangan guru mereka segara memisahkan diri. Wajah mereka meninggalkan jejak merah.

"Minum kopi dulu. Nanti kita lanjut lagi." ucap Guru Lee dengan emosi yang sudah semakin stabil.

To be continue~

»»oOo««

Don't forget to vote and comment, if you like it.
Thank you (감사합니다) 🌈🌈

[✔] Past to Present || [Jung Sungchan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang